32

98 24 0
                                    

Aku tahu Seokmin dan Minghao daritadi melonggarkan leher untuk mencariku yang duduk cukup jauh dari kursi mereka. Sengaja aku datang sedikit lebih telat agar tidak bertemu dengan Minghao. Obrolan kami semalam tidak menghasilkan apa-apa, bahkan sampai Minghao memutar kembali mobilnya ke rumah, kami lebih banyak diam dan berakhir pamitan. Sebenarnya aku masih merasa tidak enak, karena tidak sepantasnya aku 'ngambek' atas perasaan Minghao. Tapi seperti yang ku bilang, menerima pernyataan suka juga tidak mudah. Apalagi dari sahabat sendiri.

"Bagaimana tugas review La Lumiere kalian?" Tanya dosenku di depan kelas.

Sontak kelas ramai dengan sorakan 'sudah', tidak sedikit juga yang belum mengerjakan karena kehabisan tiket pertunjukan. Alasan saja biasanya karena malas mengerjakan. Kalau aku, tentu saja, sudah menyelesaikannya. Toh karena Minghao aku jadi bisa nonton La Lumiere lebih cepat, bersama Seokmin juga yang ku lihat cengengesan di kursi memperhatikan raut wajah teman-teman kelas kami.

"Saya sudah bilang, ya, hari ini pengumpulan terakhir. Jam 12 malam lewat email saya." Kata Dosenku sembari menggeleng-gelengkan kepala melihat mahasiswanya protes tentang jadwal La Lumiere yang tidak sesuai dengan waktu mereka. Memang kekanak-kanakan, sampai aku melihat Minghao ikut menggelengkan kepala di kursinya.

Kelas agak chaos, dosenku pun sudah lelah sampai membereskan barang-barangnya. Sebentar lagi kelasnya memang sudah usai dan mendengar celotehan mahasiswa tentang penambahan waktu untuk pengumpulan tugas adalah hal yang menyebalkan. Mungkin sejak awal aku sudah berteman dengan Minghao dan Seokmin yang super rajin, aku jadi ikut bersikap seperti mereka. Kalau tidak, ya jelas... aku bisa saja jadi sosok yang malas mengerjakan tugas review ini.

"Sooah, kau pasti sudah mengumpulkan tugas, kan?" Tanya seseorang di sebelahku.

"Dia pasti sudah kerjainlah! Temannya, kan, Minghao sama Seokmin!" Sahut temanku yang lain.

Aku memutar kedua bola mata. Memang benar aku bisa rajin karena dua manusia itu, tapi mendengar pernyataan tersebut dari orang lain ternyata mengesalkan.

"Beruntung, ya, bisa dekat sama Minghao. Aku selalu mencoba mendekatinya, tapi dia dingin sekali. Sok cool, tapi memang cool." Kata yang disebelahku sembari cekikikan.

"Sooah juga hebat bisa pacaran sama Seokmin!"

"Kau benar! Aku masih ingat kalian bergandengan tangan maju ke panggung MT!!"

"Ah! Benar-benar! Aku ter--"

Kedua telapak tanganku menepuk meja dengan keras sampai buku-buku jariku terasa perih. Dua manusia yang bahkan ku lupa namanya itu segera terdiam. Karena aku malas membuat masalah, sesegera mungkin aku beranjak dari sana. Aku sempat mendengar mereka mencemoohku, mengataiku gila, mengataiku sombong. Tapi, apa peduliku? Mereka tidak tahu siapa sebenarnya diriku.

Sepertinya memang aku tidak bisa jauh dari dua sahabatku, Minghao dan Seokmin. Dengan emosi yang masih membara, aku berjalan mendekati mereka dan duduk di dekat Seokmin yang terheran-heran melihat wajah masamku.

"Kenapa?" Tanya Seokmin sembari memegang pipiku. Ia terlihat khawatir, bibirnya maju beberapa centi.

"Aku tidak apa-apa."

Dengan pelan aku menarik tangannya dari sana, melirik Minghao yang menghela napas panjang. Aku tahu, ia juga kaget dengan sikap Seokmin yang berlebihan tapi tidak berani melakukan sesuatu, padahal biasanya ia akan menimpuk kepala Seokmin agar tidak terbiasa melakukan skinship. Ah... aku jadi paham mengapa ia selalu begitu. Ternyata ada udang di balik batu. Selama ini Minghao melakukannya karena ia menyukaiku. Tentu saja.

"Kau duduk di mana daritadi?" Tanya Seokmin lagi.

"Belakang." Jawabku enggan mengalihkan tatapan dari depan kelas yang sudah kosong. Aku tidak tahu dosenku ternyata sudah beranjak. Kini sisa menunggu dosen kelas selanjutnya.

Singing Stars [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang