19

99 27 3
                                    

Singing Stars. Naskah pertunjukan yang teronggok di dasar kotak yang berisi kertas-kertas tugas semester lawas itu akhirnya ku ambil kembali. Naskah yang pernah dikatai Jeonghan sebagai naskah kekanak-kanakan. Naskah yang membuatku jadi bahan rundungan selama satu semester oleh senior dan teman seangkatanku. Naskah yang ternyata disukai seorang senior bernama Kwon Soonyoung, yang menghasutku untuk mengembangkannya kembali.

Entah karena aku terperdaya pula oleh tulisan Ramin Zahed mengenai proses pembuatan film animasi The Litte Prince. Film yang diadaptasi dari buku berjudul sama asal Perancis, salah satu buku favoritku yang nenjadi sumber inspirasi Singing Stars.

Jujur, aku suka dengan naskahku itu, bahkan sering ku posisikan diriku sebagai tokoh utama Singing Stars, seorang gadis kecil yang menatap langit kaca kamarnya, menonton bintang-bintang yang menyanyikan impian setiap anak bersama bulan dan benda langit lainnya. Gadis kecil yang berharap bisa mendengar impiannya dinyanyikan para bintang.

Tapi aku juga membencinya karena naskah itu membuatku dirundung dan selalu jadi bahan perbandingan kedua sahabatku di kampus.

Berhubung aku sudah terperdaya dan masa bimbingan makin dekat, ku putuskan untuk membaca kembali naskah itu, berharap ada hal yang bisa ku kembangkan dari sana sesuai dengan rekomendasi Kak Soonyoung. Ya, meskipun aku masih berharap kepalaku bergerak cepat mendapatkan ide cerita Changgeuk.

"Yaa! Kau tidak tidur?"

Baru saja aku membaca naskah itu selama 2 menit, Kak Seungcheol--tanpa mengetuk pintu--langsung masuk berkacak pinggang ke kamarku. Matanya menyipit. "Kau sedang apa?" Tanyanya lagi.

"Tugas kampus." Jawabku sekenanya. Kalau ku jelaskan tentang naskah pertunjukan, ia pasti akan kepo dan menanyaiku sampai pagi. "Kenapa, Kak?"

"Oh.. ini," Kak Seungcheol menyerahkanku sebuah sketch book berukuran A6. "Kayaknya punya Minghao."

Ya, siapa lagi kalau bukan milik Minghao? Di rumah ini, kan, tidak ada yang bisa menggambar. Lagipula Minghao sempat tidur di kamar Kak Seungcheol beberapa hari yang lalu.

"Oke thanks."

"Kau tidak mau cek gambarnya?" Tanya Kak Seungcheol malah duduk di pinggir kasur, menatapku yang anteng di dekat meja belajar.

"Aku tahu dia gambar apa."

"Oh! Serius!?" Mata Kak Seungcheol membesar. Aku jadi heran. Kenapa ekspresinya terlalu mengejutkan? Ataukah ia terkagum-kagum melihat gambar Minghao yang memang sangat aesthetic dan terkadang abstrak?

"Hmm... gambar dia memang... mengejutkan." Kataku mencoba menjelaskan. Kak Seungcheol mengerjapkan mata. "Terus, kau, bagaimana?"

"Hah?"

"Ya, apa kau tidak terkejut?"

"Biasa saja, sih." Jawabku kikuk.

Sebenarnya aku tidak begitu tahu ternyata dunia Kakakku ini cukup sempit. Ia pasti terlalu sibuk menggeluti dunia komputer sampai lupa dengan dunia seni yang abstrak dan susah diterjemahkan presepsi. Tidak seperti sains, seni bukanlah ilmu pasti. Dan aku tahu apa yang digambar Minghao di sketch book itu. Seperti sketch book-nya yang lain, pasti isinya gambar abstrak, bunga daisy, topeng... pokoknya macam-macam gambar yang sempat muncul di kepalanya.

"Terus? Kau dan Minghao masih berteman?"

Hah? Ku tatap Kak Seungcheol penuh tanya. Maksudnya apa!? Memangnya kalau Minghao menggambar hal-hal abstrak, aku jadi enggan berteman dengannya!?

"Ya... soalnya buku itu isinya skesta wajahmu semua. Aku, kan jadi penasaran."

Aku menganga. Apa aku tidak salah dengar? Melihatku yang bingung, Kak Seungcheol lalu merebut buku itu dari tanganku, ia membukanya lebar-lebar, memperlihatkan skesta seorang perempuan berambut panjang yang tengah berpangku dagu. Perempuan yang memang terlihat seperti diriku.

Singing Stars [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang