Asap Ramyeon tergepul indah. Aku menatapnya dengan mata berbinar, setelah bermain di halaman depan yang memunculkan petaka, perutku keroncongan luar biasa dan yang ku inginkan hanyalah Ramyeon hangat nan pedas di musim super dingin ini. Di sampingku, Kak Seungcheol menatap Ramyeon dengan binar yang sama, ia seakan sudah siap menerka Ramyeon seperti serigala yang ingin menyantap habis buruannya. Sedangkan Seokmin, orang yang tidak bisa ku tatap matanya, mengaduk Ramyeon di dalam pot besar dan bersiap memasukkannya ke dalam mangkuk untuk dibagikannya kepadaku dan Kak Seungcheol.
"Kasih aku porsi dua kali lebih banyak!" Seru Kak Seungcheol penuh semangat membuat Seokmin tertawa.
Aku mendecakkan lidah. "Kerjaan kau cuma di depan komputer daritadi!"
"Siapa suruh main salju di halaman? Kayak anak kecil!"
Suruhan Seokmin. Karena Seokmin. Aku ingin berseru tapi lidahku kelu menyebutkan nama sahabatku itu. Jadi, aku hanya bisa melongos, menunggu Seokmin membagi jatah Ramyeon secara rata.
"Dua porsi untuk Kak Seungcheol!" Seokmin memberi mangkuk dengan Ramyeon yang banyak kepada Kak Seungcheol. Aku ingin protes tapi kejadian di halaman malah membuat keberuntungan berpihak kepada Kak Seungcheol.
"Seporsi untuk Sooah." Kata Seokmin dengan nada agak kikuk.
"Tambah setengah porsi!" Protesku tanpa melihat ke arahnya.
Tangan Seokmin mengambil mangkukku, ia menuangkan seporsi Ramyeon ke dalamnya lalu memberikan mangkuk itu kembali padaku. "Dua porsi untuk Sooah."
"Bagus." Kataku lalu meraih mangkuk dan beranjak dari dapur menuju kamar.
Aku melongos, melirik Kak Seungcheol yang berbicara sambil mengunyah Ramyeonnya.
"Makan di kamar!"
~~~
Aku pantas bersyukur hari ini meski ada kejadian mengejutkan yang tidak bisa ku ekspresikan lewat kata-kata. Setelah bermain salju di halaman rumah dan menandaskan Ramyeon, otakku cepat bekerja menuliskan ide cerita yang sempat tersendat. Aku bahkan sudah menulis draftnya di laptop meski belum ada judul yang terbesit di benak. Naskah yang ku harap rampung kurang dari sebulan ini semoga bisa disukai Mia dan menjadi salah satu batu loncatan untukku mempelajari dunia directing.
"Belum tidur?"
Tubuhku berjengit saat keluar kamar dan menemukan Seokmin berbaring di sofa, bermain ponsel. Daritadi kerjaanku di kamar, tidak keluar sama sekali dan sekarang aku baru bisa membawa mangkuk kotor bekas Ramyeon ke dapur. Bukan hanya fokus dengan naskah, melainkan salah satu cara untuk menghindari Seokmin yang belum bisa ku tatap matanya itu.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Iya." Jawabku singkat melanjutkan langkah ke dapur.
Mata Seokmin mengikuti pergerakanku, tidak lagi memperhatikan layar ponselnya. Aku tahu itu dan perempuan mana pun tahu rasanya ditatap dari belakang. Seakan sudah menjadi salah satu kemampuan perempuan untuk memiliki mata batin di belakang tubuh.