62

97 24 4
                                        

Hubunganku dengan Seokmin membaik dengan begitu saja. Minghao pun, meski rasa awkward itu masih sering menyapa. Sayangnya, hubungan Minghao dan Seokmin tidak begitu. Saat perkuliahan dimulai kembali, saat kami diberi petunjuk untuk mengurus magang, aku dan Minghao duduk berjauhan dengan Seokmin. Aku belum memberitahu kalau hubunganku dengan Seokmin membaik kepada Minghao. Tidak selama mereka masih berjauhan seperti ini.

Persiapan magang tidak banyak, tapi ribet. Sekarang aku paham mengapa Kak Jeonghan suka bolak-balik kampus membawa surat, proposal dan sebagainya. Aku bahkan masih ragu memilih tempat magang. Apakah National Theater of Korea atau mencari perusahaan produksi Teater. Aku jadi sedikit termotivasi karena Seokmin dan Mrs. Bae akhir-akhir ini. Mereka menyarankanku untuk magang di perusahaan produksi agar bisa belajar menulis langsung.

"Aku mau ke Mrs. Bae." Kataku pada Minghao begitu kelas selesai.

"Aku tunggu."

"Tunggu di mobil saja." Ucapku segera berlari dari hadapannya agar ia tidak keras kepala ingin menungguku di depan ruang dosen.

Aku ingin berbelok ke koridor tempat ruang dosen berada saat tanganku ditarik oleh seseorang ke sebuah ruangan kosong. Jantungku berdegup sangat kencang, sempat ku pikir bakal mati. Untung saja aku masih hidup, melihat seorang perempuan berdiri di hadapanku. Ia menatapku dengan tajam sambil bersidekap, tidak ada hormat-hormatnya sama sekali. Seratus delapan puluh derajat berbeda dengan apa yang ia perlihatkan kepadaku sebelumnya.

"Eunha?"

Ia menyeringai. "Kenapa? Kaget, Kak?"

Kedua alisku sudah terangkat. Aku maju, mempersempit jarak kami. Aku ingin memastikan manusia yang ku lihat adalah Eunha, mantan Seokmin yang menyukai Minghao. Tapi kedua bahuku di dorongnya cukup kuat sampai punggungku terbentur dinding kelas. Aku mengaduh. "Eunha!"

"Kenapa!? Sakit? Takut? Sekarang kau bisa perlihatkan dirimu sebenarnya di depanku, Kak! Kau licik sekali jadi perempuan!"

"Hah? Kau sehat?"

Eunha mendecakkan lidah, ia maju, mendorong bahuku dengan telunjuknya. Kasar sekali perempuan ini. "Kau yang gila, Kak! Aku tidak tahu, ya, mengapa dua pria itu tergila-gila denganmu. Kau pakai dukun di mana? Wajahmu saja tidak ada cantik-cantiknya."

Aku menyingkirkan telunjuknya dari bahu. Dengan sisa keberanian yang ku punya, meski jantungku kini berdegup super kencang dengan perasaan kalut dan takut, aku maju selangkah. "Eunha, bukannya kau yang gila? Kau mempermainkan perasaan Seokmin untuk mendapatkan Minghao? Kau merusak persahabatan kami, kau tahu!?"

"Bukan kau yang merusaknya?"

Tenggorokanku tercekat.

"Kau yang membuat dua pria itu jatuh hati, terus kau gantung perasaan mereka seakan ingin memiliki keduanya. Benar, kan?"

"Tidak." Bibirku bergetar. Bagaimana bisa ia berpikir seperti itu!? Tapi kata-katanya seperti panah yang tepat menusuk jantungku. Aku tidak pernah ingin menggantung perasaan dua sahabatku, aku bahkan sudah berkata berkali-kali kepada Minghao kalau aku tidak bisa menyukainya lebih dari sahabat.

"Hah? Masih mengelak. Dasar pelacur!"

Aku menutup kedua mataku rapat-rapat saat tangan Eunha terangkat, mengarah pada pipiku. Tapi setelah beberapa saat, aku tidak merasakan apa pun di pipiku. Tidak ada sesuatu yang menyakitkan. Jadi, ku buka saja mataku.

"Kak Jeonghan!?"

Kedua mataku terbelalak melihat Kak Jeonghan berada di sampingku. Tangannya menahan tangan Eunha, menghempaskannya dengan kasar. "Apa-apaan kau ini!" Hardiknya kepada perempuan yang wajahnya memerah. Entah karena malu atau emosi.

Singing Stars [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang