JVNR alias Jun Roh.
Penampilan penyanyi indie itu cukup menyita telinga. Aku pikir Mingyu akan membawaku menonton Gigs sebuah band di Kawasan Hongdae, ternyata bukan band, melainkan penyanyi solo yang disebut sebagai JVNR. Penyanyi yang ternyata cukup terkenal di kalangannya, suaranya juga tidak perlu ku pertanyakan. Sangat cocok dengan melodi lagu yang sangat electro. Mingyu menjelaskanku tentang JVNR yang baru saja mengeluarkan EP baru berjudul Integration yang bisa ku dengar di aplikasi musik. Musik yang katanya bisa menjadi referensiku kalau ingin menulis pertunjukan tari modern--harusnya ia merekomendasikannya kepada Minghao, bukan aku.
"Seokmin kemarin menjemputmu, kan?" Tanya Mingyu sembari menyesap bir.
Aku mengangguk. "Seharusnya kau tidak perlu memintanya menjemputku, Mingyu!"
"Minghao yang suruh! Bukan aku!"
Kedua mataku melebar menatap Mingyu yang tidak bisa melepas perhatiannya dari atas panggung. Kali ini ia tidak sedang bekerja, hanya menonton seperti anak muda lainnya yang memenuhi bar hari ini.
"Minghao?"
Mingyu menganggukkan kepala, lalu menatapku dengan cengiran jail di wajah. "Ada drama apalagi di antara kalian?"
"Drama mulutmu!"
Ia tertawa sampai gigi taringnya tampak. Semakin lama mengenalnya, semakin sering pula ia menjahili atau menggodaku. Apalagi kini aku punya masalah pelik dengan Minghao yang notabene sahabat sekaligus tetangganya pula.
"Minghao tidak mau cerita kemarin dan aku tidak bisa tidak penasaran melihat keadaannya yang... mabuk?" Mingyu bertanya retoris sambil memikirkan kata yang lebih tepat. "Dia tidak begitu mabuk, sih, tapi keadaannya tidak baik."
Aku mengerucutkan bibir, meraih gelas bir dan menyesap cairan di dalamnya. "Minghao menyerah."
"Menyerah?"
Déjà vu. Perasaan baru semalam aku menjelaskannya kepada Seokmin, sekarang kepada Mingyu yang menatapku tidak percaya.
"Ya, dia menyerah memaksaku untuk menyukainya."
"Minghao bodoh." Rutuk pria di hadapanku sambil mendecakkan lidah. "Nggak heran manusia sepertinya susah punya pacar."
"Karena Minghao nggak di sini jadi bebas ngatain orang, ya?"
Tawa Mingyu menguar. Ia menepuk tangan lalu menunjukku. "Tepat sekali!"
Aku hanya bisa menggelengkan kepala, meneguk bir lagi hingga cairan itu tersisa setengah di gelas. Minghao bukannya susah dapat pacar, ia hanya stuck denganku dan sepertinya ia juga tipe yang malas untuk berurusan dengan perasaan orang lain. Kalau waktu itu bukunya tidak tertinggal di kamar Kak Seungcheol atau kalau aku tidak ikut ke Studio Seni Rupa, mungkin ia akan tetap memendam perasaannya kepadaku. Entah sampai kapan.
"Terus?"
"Ya... intinya begitu. Dia mengajakku minum hanya untuk menyatakan kalau dia menyerah."
"Pantas saja dia kelihatan frustasi." Kata Mingyu membuatku menyeringai. Aku tahu, Minghao pasti masih enggan bertemu dan frustasi karena perasaannya, tapi aku tidak bisa bohong kalau cobaan yang ia hadapi adalah sebuah kesyukuran besar untukku.
Setidaknya aku bisa lepas dari kungkungan rasa bersalah dan hubungan persahabatan kami bisa dirajut dari awal--meski aku tidak akan memaksa Minghao untuk tetap menjadi sahabatku. (Aku yakin tetap bisa karena Minghao yang ku kenal tidak akan menyerah atas persahabatan kami)
"Aku bersyukur kita masih libur." Kataku tiba-tiba ditengah suara JVNR menyapa penontonnya di dekat panggung.
"Kenapa?"

KAMU SEDANG MEMBACA
Singing Stars [Complete]
Fiksi PenggemarSeorang mahasiswi yang ingin menjadi Penulis Naskah Pertunjukan mengalami hari mengejutkan saat sahabat-sahabatnya mengaku menyimpan hati kepadanya.