Pemandangan Kota Seoul tidak pernah bosan ku perhatikan dari luar jendela mobil atau bus. Kerlap-kerlip lampu seakan bisa membawaku ke dunia imaji, sekaligus mengintimidasi karena membuatku terasa kecil seperti partikel di tengah gedung-gedung pencakar langit. Akhir-akhir ini aku banyak diam, apalagi setelah hari di mana Seokmin memperlakukanku dengan berbeda. Entahlah, aku merasa tidak tenang saja.
"Kau lagi lapar atau memang sedang melow?"
Ku alihkan pandangan kepada Minghao yang tengah menyetir. Sesekali ia melirikku, tampak menahan tawa karena tidak terbiasa dengan sikap diamku.
"Kau tidak suka menemaniku nonton?" Tanyanya berpura-pura kecewa.
"Suka, Minghao."
"Terus?"
"Entahlah."
Minghao menghela napas, ia sudah tidak lagi berniat mengajakku bercanda. Aku pun daritadi tidak ada keinginan untuk melakukan hal tersebut.
"Kalau kau mau pulang aku bisa putar balik--"
"Jangan!!" Seruku sembari memegang tangan kanannya, takut ia tiba-tiba membanting setir, memutar balik ke kawasan rumahku. "Aku sedang lelah memikirkan hal lain." Kataku cepat.
"Memikirkan apa?" Tanya Minghao penasaran.
"Emm... aku tidak tahu tapi bukankah kau merasa Seokmin agak berbeda akhir-akhir ini?"
"Berbeda?"
Aku mengangguk. "Ia tampak lebih bersemangat dari biasanya, senyumnya juga lebar sekali sampai aku heran apa ia tidak merasa sisi bibirnya pegal?"
Dari balik setir Minghao mengerutkan dahi, mungkin tengah membayangkan kembali wajah Seokmin di kampus pada hari-hari kemarin. Aku berharap apa yang ku jelaskan benar adanya. Karena kalau tidak, aku akan makin mempertanyakan pandanganku kepada seorang Lee Seokmin.
"Bukannya dia memang seperti itu setiap hari?"
Ah... beda! Beda sekali! Aku ingin sekali berteriak seperti itu di depan Minghao, tapi ku tahan. Sembari mendecakkan lidah aku pun mengangguk, kembali mengalihkan tatapan keluar jendela. "Kau benar, dia, kan memang begitu."
~~~
Aku suka sekali dengan Seven Beats!
Meski tidak paham banyak soal koreografi, aku suka pergerakan dinamis para dancer di atas panggung. Tidak lupa dengan seni pencahayaan, tata panggung dan lampu yang dreamy didampingi alunan lagu yang penuh semangat. Aku tidak pernah menyesal menemani Minghao menontonnya, bahkan Minghao sendiri tampak puas. Ia menepuk tangan berkali-kali meski pertunjukan sudah berakhir.
"Minghao," aku menggeleng-gelengkan kepala di kursi penonton, menunggu penonton lain untuk keluar. "Pertunjukan ini gila!!"
"Benar, kan? Woah... kau lihat daritadi aku menganga menontonnya?"
Ya, aku melihatnya. Jarang sekali bisa membuat Minghao takjub dan pertunjukan ini berhasil membuat sahabatku menganga sepanjang acara. Ku anggukkan kepala dengan semangat. "Pilihanmu memang tidak mengecewakan!"
"Bukan pilihan." Ucap Minghao sembari menarik lenganku agar ikut berdiri dengannya. "Pertunjukan ini pertunjukan temanku, ayo temani aku ke backsatge!"
Bukannya segera ke belakang panggung, Minghao menyuruhku menunggu di depan pintu teater sedangkan ia ke mobil mengambil Buket Bunga yang akan diberikannya kepada temannya. Tidak lama ia datang membawa buket yang cukup besar, aku berbinar melihatnya. Pilihan warna bunga Minghao memang tidak pernah diragukan. Seperti penampilannya, pemikirannya juga aesthetic.
KAMU SEDANG MEMBACA
Singing Stars [Complete]
FanfictionSeorang mahasiswi yang ingin menjadi Penulis Naskah Pertunjukan mengalami hari mengejutkan saat sahabat-sahabatnya mengaku menyimpan hati kepadanya.