Hari ini rasanya campur aduk. Mulai dari Eunha yang ternyata mulut dan sikapnya sangat amazing bertanda kutip, Kak Jeonghan yang bikin aku lemas karena ketulusan dan kebaikannya (yang tiba-tiba), juga kondisi ruang dosen yang lebih adem. Bahkan Mrs. Bae sempat berbisik kalau dosen vokal yang suka menyindirku, Pak Cha--yang akhirnya namanya ku ingat--kaget saat tahu aku menyabet juara dua di perlombaan musim dingin kemarin. Aku tidak tahu ternyata Mrs. Bae seperhatian itu. Sikapnya kadang sangat cuek kecuali saat kami berbicara soal dunia tulis-menulis. Tapi yang jelas apa yang sudah ku usahakan mulai tampak.
Aku sebenarnya tidak ingin pulang bersama Minghao, tapi pria itu bertindak sedikit lebih protektif, apalagi ia ingin aku bertemu dengan Mia, membicarakan naskah yang sudah ku rampungkan. Judulnya The Happiest Home. Ya, sebenarnya aku memang ingin bertemu dengan Mia, tapi tidak bersama Minghao. Apalagi saat melihat Seokmin pulang sendiri tadi. Aku kangen sekali dengan manusia itu, kangen dengan ributnya persahabatan kami.
"Bagaimana Mrs. Bae?" Tanya Minghao sambil menyetir.
"Dia hanya bilang kalau aku sebaiknya mencari agen produksi daripada magang di Teater."
"Perusahaan produksi musikal gitu?"
Aku menganggukkan kepala. "Aku bisa magang jadi asisten penulis dan itu lebih baik daripada ngurusin jadwal teater."
"Itu benar."
"Tapi, memangnya, aku bisa?"
Minghao mendecakkan lidah. Ia sempat melirikku dengan tajam lalu perhatiannya kembali tersita jalan. Bukan salahku untuk pesimis, membayangkan diriku menjadi asisten penulis hebat? Tentu saja tidak terlintas di benakku. Itu mengerikan. Aku takut kena semprot karena hasil kerjaku tidak pernah memuaskan.
"Kau bisa."
"Tapi aku takut kerjaku tidak bagus, Minghao. Kau pernah dengar, tidak? Naskah itu sebenarnya kuncinya dari asisten penulis, loh. Mereka yang meneliti lebih banyak, melakukan berbagai hal lebih daripada penulis utama itu sendiri. Bayangkan kalau aku ditugasi hal-hal itu? Apakah aku sanggup?"
"Oh... kau tidak mau jadi penulis karena takut sekarang?"
"Nggak!"
"Apaan? Kata-katamu tadi seperti orang yang enggan menjadi penulis. Lagipula bagaimana kau bisa jadi penulis naskah ternama kalau tidak mau jadi asisten dulu?"
Aku diam. Lidahku terasa kelu karena apa yang dikatakan Minghao ada benarnya. Aku merasa ketakutan ini timbul karena aku gagal meneruskan draft Changgeuk yang ditolak Mrs. Bae beberapa waktu lalu. Berbeda dengan naskah musikal untuk anak-anak yang membutuhkan lebih banyak imajinasi, meski aku juga masih harus melakukan analisa dan penelitian untuk beberapa ornamen di dalamnya. Kalau aku masuk di agensi, tentu saja aku harus siap membantu penulis dengan berbagai macam jenis naskah.
"Kau bisa, Sooah." Minghao menenangkanku. Ia berbicara lembut sekali. "Jangan sampai ketakutanmu membuat tekadmu jatuh. Kau, kan, mau jadi penulis naskah ternama."
~~~
"Aku suka." Mia membaca naskahku cukup lama, meresapi dialognya satu per satu. Terkadang ia mengernyit, tersenyum, merangut, semua ekspresi ia keluarkan saat membacanya. Hal yang membuatku deg-degan karena orang diam dengan berbagai ekspresi di wajah lebih sulit diterka daripada orang yang segera menyatakan opininya terhadap sesuatu.
"Apa ada yang harus ku perbaiki?" Tanyaku sedikit gugup.
Mia berdehem, ia membuka lembaran naskahku kembali. Dagunya ia tumpu menggunakan tangan di atas meja. "Sedikit."
Aku diam, menunggu kata-kata selanjutnya dari Mia yang masih mencermati naskahku.
"Mungkin sembari latihan dengan anak-anak saja kali, ya? Biar lebih mudah. Toh, ini bukan perlombaan naskah." Kata Mia sambil menyunggingkan senyum yang lebar. Perempuan yang umurnya sudah jauh melebihiku ini masih tampak cantik, aku suka terpesona sendiri melihatnya.
"Jadi, aku akan menonton anak-anak ini latihan, Mia?"
"Tentu saja!" Mia menjentikkan jari. "Kau tahu sendiri, kan, anak-anak lebih sulit diatur. Kalau ada adegan yang tidak bisa dilakukan anak-anak itu, kau bisa ganti dengan adegan lain."
Aku mengangguk paham. Memang benar. Anak-anak lebih sulit diatur dan aku tidak ingin memaksa mereka melakukan adegan yang susah diikuti.
"Kata Minghao kau juga ingin menjadi director, kan?"
"I-iya."
"Dengan melihat mereka latihan, kau jadi bisa belajar menjadi sutradara musikal yang baik." Mia menjelaskan lalu mengedipkan salah satu matanya. Kalau aku pria mungkin aku akan jatuh cinta kepada Mia, dia benar-benar definisi bidadari kayangan. Sudah cantik, baik pula.
Aku mengangguk lagi. "Terima kasih, Mia."
"Oh iya!" Mia berseru, menghentikan gerakan tubuhku yang ingin berdiri dari sofa di hadapannya. "Kata Minghao kalian akan magang, ya, semester ini?"
"Itu benar."
"Kata Minghao, kau ingin magang di National Theater of Seoul?"
Kata Minghao. Aku heran, entah sudah berapa kali Mia menyebut dua suku kata itu. Tapi aku mengurung rasa heranku dengan menganggukkan kepala kepada Mia. Sebenarnya keinginan itu sudah sedikit pupus, apalagi Mrs. Bae menyarankanku untuk masuk agensi.
"Masuk agensi saja, bagaimana?"
Tubuhku berjengit. Penawaran yang sama juga diutarakan Mrs. Bae dan sekarang Mia. Aku menatapnya tidak percaya, "wow... dosenku meminta hal yang sama dariku."
"Ya, kalau begitu agensi saja. Lagipula kalau kerjamu bagus, sebelum kau lulus pun mereka bisa merekrutmu jadi penulis pemula di sana--ya, meski mula-mulanya jadi asisten."
Lantas aku terkekeh saat Mia berkelakar di akhir perkataannya. Tapi itu benar. Kalau mau menjadi penulis hebat, ya, jadi asisten dulu. Dan aku masih takut membayangkan hal itu.
"Akan aku pikirkan, Mia."
"Kalau kau sudah oke, aku bisa bantu kau cari agensi yang oke loh." Mia lagi-lagi mengedipkan mata, aku tergelak sambil menganggukkan kepala.
"Terima kasih banyak, Mia." Ucapku kemudian berlalu dari ruangannya. Mencari Minghao untuk pulang ke rumah, memikirkan keputusan magangku dengan tenang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Singing Stars [Complete]
FanfictionSeorang mahasiswi yang ingin menjadi Penulis Naskah Pertunjukan mengalami hari mengejutkan saat sahabat-sahabatnya mengaku menyimpan hati kepadanya.