18

100 22 0
                                    

Salah satu pertunjukan musikal modern yang akhir-akhir ini sering ku tonton adalah Hamilton. Tentu saja aku patut bersyukur dengan hadirnya platform streaming film legal yang membuatku bisa menonton pertunjukan modern selama 2 jam 40 menit itu setiap saat. Bahkan rasanya seperti menonton pertunjukan itu dari barisan bangku paling depan, barisan VIP yang mungkin tidak sanggup ku beli tiketnya sampai kapan pun.

Aku memang menyukai changgeuk yang menitikberatkan pada aspek budaya Pansori dan sejarah Korea Selatan. Tetapi sebagai anak teater, aku juga perlu tahu tentang pertunjukan modern. Lagipula ada banyak pertunjukan modern yang ku suka, mulai dari Harry Potter and the Cursed Child, Excalibur, The Three Musketeers, dan pastinya Jekyll & Hyde--pertunjukan pertama yang ku tonton saat masih berusia 8 tahun.

Tapi Hamilton berbeda. Aku menyetujui beberapa review yang mengatakan musical broadway yang disutradarai oleh Thomas Kail, dan tidak lupa aktor utama sekaligus penulis lirik dan produser Hamilton, Lin-Manuel Miranda adalah masterpiece. Berbeda dengan pertunjukan pada umumnya, Hamilton tampil dengan musik hip hop yang menyegarkan telinga. Aku juga suka dengan pemilihan aktor yang memiliki latarbelakang dari berbagai macam budaya, yang memang pantas berperan hingga membuat karakter mereka lebih hidup.

Sekarang pun aku masih sering mencuri waktu menontonnya, di sela-sela waktu menunggu dosen tiba. Di sampingku, Minghao ikut menonton Hamilton, kami berbagi earphone, sedangkan Seokmin sibuk mengurus pekerjaan barunya sebagai asisten Mr. Cha, dosen vokal yang tidak begitu ku suka.

"Peran King George III membuat Hamilton lebih hidup." Komentar Minghao, menunjuk pemeran King George III yang bernyanyi dengan cara spitting, agak menjijikkan tapi itulah yang membuat karakternya lebih hidup dan menyegarkan.

"Kau benar. Aku selalu menunggunya menyanyi dadaddadadadadadadaiada~~" Ku ikuti sang aktor bernyanyi dan Minghao tersenyum lebar sembari menggerakkan kepalanya ke kanan dan ke kiri.

"Tapi memang battle rap yang bikin aku selalu terkejut dengan konsep mereka." Tambah Minghao.

"Kau tahu isi kepalaku."

"Sayangnya di Korea, mereka masih sulit menggunakan konsep ini." Kata Minghao membuatku menghentikan permainan film itu di ponsel. Kami selalu memperbincangkan hal ini setelah menonton Hamilton. Tentang bagaimana konsep itu akan sulit dimasukkan ke dunia Teater Korea Selatan.

"Suatu saat pasti akan bisa. Kau bisa lihat sendiri, kan? Betapa hebatnya Korea Selatan mengambil kesempatan di dunia entertainment? Aku yakin, asosiasi dunia pertunjukan teater akan melakukan sesuatu setelah kesuksesan Hamilton." Jelasku dengan yakin.

Minghao diam sekejap, ia melipat tangan di depan dada. "Ya.... maybe?"

"Yakinlah." Ucapku sembari menyikutnya. Minghao mengembuskan napas, senyumnya merekah melihatku. "Nah, kau memang lebih pantas memiliki vibe yang positif daripada negatif."

"Hah!?"

"Kau sadar tidak, sih? Akhir-akhir ini kau lebih banyak murung." Kata Minghao membuat kedua bola mataku membesar. "Aku tidak tahu ini ada kaitannya dengan Seokmin atau tidak. Tapi... apakah kau membencinya?"

~~~

Aku tidak membenci Lee Seokmin. Tidak sama sekali. Pasalnya aku senang-senang saja melihatnya aktif di kampus. Aku senang menonton pertunjukannya di teater, aku senang melihatnya selalu tersenyum. Aku hanya membenci orang-orang yang membandingkanku dengan Seokmin. Aku lelah dengan kata-kata dosen, senior, bahkan teman seangkatanku yang suka membandingkan kemampuanku dengan Seokmin dan Minghao meski bidang yang kami geluti berbeda.

Singing Stars [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang