66. Hidup Bagaikan Kepingan Puzzle

1.9K 168 256
                                    

Haloo? Yuk yang mau baca, sebagai bentuk apresiasi dan dukungannya yuk Klik tombol VOTE dan ramaikan komentar di setiap paragraf, seramai-ramainya dan seheboh-hebohnya. Aku tunggu lebih dari 500 komen untuk update. [Bisa nggak ya? Wkwkw]

Jangan lupa juga untuk follow aku dulu author vellnya

Pokoknya aku tunggu sampai rame dulu baru aku update bagian berikutnya ya. Semoga kalian suka dan...

Selamat Membaca!

***

Subuh ini menjadi kisah yang panjang antara hidup dan mati seorang putri yang sudah ia anggap sebagai putri kandungnya sendiri, Lyodra. Wanita berumur empat puluh tahunan itu meneguk ludah kesakitan yang rasanya tertancap ketika dokter mengatakan bahwa banyak organ yang sudah rusak parah di dalam tubuh gadis cantiknya itu. Begitu keluar dari ruang dokter, ia memeluk dirinya sendiri yang hanya dibalut daster tipis dan switer rajut. Tubuhnya kini serasa ingin ambruk, lututnya lemas tatkala mengingat memori-memori kecil, dari sejak ia mengasuhnya.

Wanita itu kehilangan kata-kata untuk mengungkapkan rasa sesak. Ia sudah merosot ke bawah lantai pada ubin yang mengembun menciptakan kedinginan.

"Anakku...," ucapnya pelan.


 
***

 

Kabar bahwa Lyodra masuk ruang ICU membuat Edi untuk segera pulang ke Jakarta. Pukul sembilan, semua sudah berkumpul di depan ruang ICU. Masih ada keluarga Lyodra dan Nuca, lengkap hingga teman-temannya yang juga sudah pulang dari Villa setelah mendapat kabar berita buruk ini. Mereka semua tak berhenti untuk memanjatkan doa serta harapan. Mereka saling menguatkan satu sama lain, bahkan. Pemandangan langka seperti Bunga yang memeluk Tiara dan Edi yang mengelus punggung Bunga pun bisa tersuguh dengan baik di kedua mata milik Nuca. Laki-laki itu berhasil menyerap semua kehidupan Lyodra. Jika saja Lyodra bersama dengan pemandangan itu, pasti itu semua akan terlihat sempurna karena dilakukan dengan tulus, tidak dengan kepura-puraan untuk saling menutupi. Seketika, hatinya ikut getir ketika menyaksikan itu semua.

"Tante, Om, Kak Tiara ... kita semua minta maaf ya udah buat Lyo jadi drop. Kita nggak ada maksud—" putus Ziva sesenggukan. Gadis itu tak kuasa menahan tangis melihat sahabatnya terbaring lemah di ruang ICU dengan lampu sirene berwarna merah. Ia menangis karena diliputi rasa penuh bersalah.

Nuca maju, menyambungkan ucapan Ziva. "Bukan Tan, Nuca yang salah atas semuanya. Nuca yang menyanggupi keinginan Lyo tanpa berpikir panjang atas resikonya. Nuca minta maaf, Tan, kali ini kurang jaga Lyodra lagi." Pandangannya mengarah tepat ke arah lampu merah itu. Apa di dalam sana keadaan Lyodra separah itu kah? Pikirnya. Ia benar-benar tidak menyangka membawa Lyodra ke Bandung membuat kondisinya jadi semakin drop seperti ini.

Bunga tersenyum pasrah. Ia menggeleng, terlihat dari auranya yang menggambarkan bahwa ia sudah sepenuhnya mengikhlaskan. "Enggak sayang, Tante percaya... pasti ini semua juga buat bikin Lyodra bahagia kan? Tante malah mau ngucapin makasih banyak buat kalian semua karena udah berusaha bikin anak Tante bahagia," kata Bunga dengan tenang. Meski ia tahu, dunianya sekarang tidak baik-baik saja.

Nuca terdiam, mengolah dengan baik kata bahagia bahwa gadis itu kemarin merasakan itu. Seketika harapan gadis itu untuk segera terbangun semakin nyata, meski yang ia tahu—gadis itu kini masih terbaring lemah tak berdaya. Namun ia percaya, peri cintanya itu kuat dan akan sembuh seperti sediakala secepatnya.

Peri dan Sayap - ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang