Ini kisah tentang Lyodra Margalova Kayreen, gadis berkulit putih pucat yang sukanya banyak tanya. Ini juga kisah tentang Giannuca Diradja Rilasso, laki-laki yang mengecap dirinya sebagai sayap pelindung untuk perinya, Lyodra.
*
Sudah siap baca cerit...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Halo! Aku berharap sama kalian... semoga baca flashback ini dalam keadaan sehat, tenang dan serius supaya bisa lebih menghayati.
Note :
Target update
Vote : 200
Komen : 400 + panjang?:'v
Bisa?
Oke, jangan lupa vote dan ramaikan komentar di setiap paragraf!
***
Kau membuat semuanya indah, seolah takkan terpisah....
Peri dan Sayap
V e l l n y a
***
Jakarta, 22 Januari 2013
Saat itu, air-air mulai turun mengguyur ibu kota Jakarta. Suara gemercik yang beradu pada suara kendaraan lain berhasil membuat suasana ini semakin syahdu lantaran terbius pada suara derasnya. Hujan di bulan januari tampaknya betah sekali mengubah jalanan berpolusi menjadi benteng alam yang tenang saat awan hitam membuat tanah menguarkan baunya. Jika masih banyak orang yang mengeluh karena hujan datang di tengah kesibukan aktivitas kota, lain untuk Lyodra dan Nuca yang malah sangat menikmati rinai yang kini semakin deras.
Gadis berkulit putih pucat itu, memaksakan senyumnya saat air-air dari atas turun, memanggil angin risau lalu membisikkan pada pohon-pohon untuk ikut merinai.
Sepeda lipat di pinggir trotoar dibiarkan basah. Hanya dua anak yang singgah di halte dekat sekolahan.
Nuca menoleh pada Lyodra yang sibuk menghangatkan tubuhnya.
"Lyodra... kamu nggak apa-apa, kan?" tanya Nuca yang kini melepaskan jaketnya kemudian memberikannya untuk Lyodra. "Pake jaketku, bibir kamu gemetar.... "
"Nggak usah, tap--" potong Lyodra saat setetes darah mulai membuat perasa di bibirnya.
"Kamu mimisan lagi?" tanya Nuca, tangannya bergerak mengambil tisu di dalam tasnya.