Hallo semua! Hua kangen bangett!!! Jangan lupa vote dan ramaikan dengan tinggalkan jejak komem sebanyak-banyaknya, ya. Biar author lebih semangat ngetiknya, hehehehe.
Terima kasih dan semoga selalu suka!
***
Embun menyapa pagi bersama kicauan burung yang saling menyahut, milik tetangga. Dan hal yang paling Lyodra kagumi setelah bangun tidak kembali tidur, ya ini. Masih bisa diberi napas panjang oleh sang pencipta untuk melihat matahari yang lama-lama semakin naik ke atas langit.
"Semalem lo pulang jam berapa?" Pertanyaan dari Tiara berhasil membuat dirinya menengok ke belakang. Menyudahi acara minum air putihnya sambil menikmati halaman lewat pintu taman belakang yang tidak begitu luas, hanya diisi tanaman-tanaman saja.
"Sebelas," jawab Lyodra dengan jujur.
"Buset. Hari ini istirahat, lho, Ly. Pokoknya jangan banyak aktivitas! Kan, lo harus ajarin gue lagi biar try out gue lancar."
Lyodra terkekeh. "Itu dimeja belajar Lyo banyak catetan yang sudah Lyo rangkum sejelas dan sedetail-detailnya. Tapi kalau kakak sudah selesai belajarnya, tolong bukunya dikasih untuk Ziva, ya."
"Ziva?" kening Tiara mengerut.
Lyodra mengangguk. "Iya, soalnya dia akhir-akhir ini lagi kesusahan belajar. Gara-gara kegiatan osisnya itu."
"Oooo...." Tiara manggut-manggut paham.
"Kak," panggil Lyodra lagi.
"Apa?"
"Kalau misalnya Lyo nggak di rumah lagi, Kak Tiara urusin si Ola sama Niki, ya?"
"Lah, emang kenapa? Lo besok mau japok lagi?"
"Enggak tahu juga, sih. Tapi semoga aja enggak. Soalnya Lyo sudah capek dari kemarin."
Bunga menyuguhkan sebuah pie yang baru saja keluar dari oven. Aroma madu dan pisang bercampur jadi satu di indra penciuman mereka.
"Ya ampun, Ma. Mama emang nggak capek apa habis pulang dari Solo udah langsung bikin-bikin kue lagi?" tanya Lyodra basa-basi.
"Cobain, deh. Mama kepingin buka toko kue jadinya. Tapi Mama harus les memasak dulu kali ya, Ra?"
"Menurut Lyo juga harus les memasak dulu. Biar skill Mama tambah banyak." Ia menoleh ke arah Tiara yang sedang membungkus pie tersebut ke dalam tempat makan. "Nanti kalau ada jawaban yang ragu inget, ya, Kak. Jangan buru-buru coret jawabannya," pesan Lyodra.
"Tapi dibaca ulang sampai tiga kali atau lebih. Biasanya hati kita jadi ikut bantuin kita tahu, Kak," lanjutnya lagi.
Tiara mengangguk. Menyalami Bunga dan mulai memakai sepatunya. "Pamit ya, Ma."
"Jangan lupa berdoa," pesan Bunga menambahi.
Tiara tersenyum, begitu juga dengan Lyodra yang melambai-lambaikan tangannya dengan senyum lebar. "HATI-HATI, KAK!!!"
"LYO SAYANG KAK TIARA!!!"
"SEMANGATT!!!!" teriak Lyodra lagi menyemangati. Sementara Bunga terkekeh, melihat keakraban anak-anaknya yang semakin tumbuh dewasa.
"Jadi gimana, Ma? Boleh nggak?" tanya Lyodra. Sejak pagi, ia tumben sekali tidak dibangunkan. malahan yang membangunkan Bunga duluan kemudian berkicau hingga sekarang minta diizinkan untuk pergi ke Bandung bersama Nuca dan teman-temannya.
"Mama bilang enggak, ya, enggak, Ly," tekan Bunga, menolak permintaan Lyodra.
"Ih, tadi Mama ngebolehin sekarang, kok, malah jadi berubah pikiran, sih?" tanya Lyodra dengan bibir yang sudah maju.
KAMU SEDANG MEMBACA
Peri dan Sayap - END
Fiksi RemajaIni kisah tentang Lyodra Margalova Kayreen, gadis berkulit putih pucat yang sukanya banyak tanya. Ini juga kisah tentang Giannuca Diradja Rilasso, laki-laki yang mengecap dirinya sebagai sayap pelindung untuk perinya, Lyodra. * Sudah siap baca cerit...