Ini kisah tentang Lyodra Margalova Kayreen, gadis berkulit putih pucat yang sukanya banyak tanya. Ini juga kisah tentang Giannuca Diradja Rilasso, laki-laki yang mengecap dirinya sebagai sayap pelindung untuk perinya, Lyodra.
*
Sudah siap baca cerit...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Kala itu, kau mengajakku berlari dibawah hujan. Bahkan, kau mengabulkan permintaanku untuk menjadi seorang Peri. Lalu dengan senang hati, aku menerimamu menjadi Sayap pelindung di hidupku."
***
Jakarta, 13 Juli 2009
Ternyata persahabatan mereka berlanjut hingga mereka duduk di kelas satu SD. Mereka selalu bermain bersama; bermain sepeda di siang hari hingga sandyakala yang indah tenggelam, menari di bawah hujan bahkan menginap kalau saja salah satu dari orang tua mereka ada keperluan mendadak di luar kota. Mereka berdua bisa dibilang sangat akrab juga tentu saja mudah cekcok. Tapi ada satu hal yang lucu dan menarik, mereka itu bagaikan peri dan sayapnya yang saling melindungi dan melengkapi. Berawal dari sebuah mimpi Lyodra, Nuca siap mengabulkan keinginannya untuk selalu saling melindungi, menemani dan siap membawanya terbang mengelilingi dunia bersama-sama.
"Nuca," panggil Lyodra. "Kemarin, waktu Lyo sakit dan enggak bangun di rumah sakit, Lyo mimpi panjang."
Dahi bocah laki-laki itu mengerut. "Hah? Mimpi apa memangnya?"
"Lyo mimpi ... Lyo ketemu sama Ibu Peri. Ibu Perinya cantik banget, rambutnya panjang, pakai gaun warna putih, gaunnya cantik dan berkilau lagi. Ibu Peri bilang, dia pingin ajak Lyo untuk tinggal di sana. Katanya kalau Lyo mau, Lyo bakal lebih bahagia di alam sana, tapi sayangnya, tiba-tiba Nuca dateng buat panggil Lyo main air hujan, Lyo jadi sebal sama Nuca, Nuca kenapa sih harus ada di mimpi Lyo?"
"Ya mana aku tahu."
"Tapi Nuca, Lyo kenapa, ya, tiba-tiba kepingin jadi peri?"
"Kamu bosen jadi manusia?" tanyanya dengan polos.
"Em ... nggak tahu, tapi Lyo terasanya kepingin banget jadi peri."
"Tapi kamu nggak punya sayap. Jadi, kamu nggak akan bisa jadi peri."
Lyodra mengerucutkan bibirnya, matanya langsung berlinang seolah harapannya untuk menjadi seorang peri pupus seketika. "Nuca nakal. Lyo nggak suka sama Nuca." Tiba-tiba saja mata Lyodra membuat gumpalan bening yang siap jatuh dari pelupuk matanya.
Nuca sendiri menggaruk rambutnya yang tak gatal, Lyodra sejak taman kanak-kanak memang suka sekali menangis dan menuduhnya nakal. "Iya-iya. Kamu bisa kok jadi peri," ubahnya cepat.
"Tapi ... tadi ... katanya ... peri harus punya sayap...," tangis Lyodra sesenggukan.
"Yaudah, aku yang jadi sayapnya aja biar kamu bisa terbang."
Bocah itu menyapu air matanya. "Memangnya bisa?" tanyanya yang malah jadi penasaran sekaligus tak percaya.
Nuca menggigit bibir bawahnya, setengah merasa tidak yakin dan setengahnya lagi takut anak itu kembali menangis. "Bis-bisa, lah!" serunya memberanikan diri.
"Lyo enggak percaya!"
"Bisa!" timpal Nuca. Ia teringat Oliv, kakak pertamanya yang seringkali membuatnya terbang, melayang-layang.