Please, aku mohon untuk selalu tinggalin vote dan komentar sebagai wujud apresiasi karya author sebanyak-banyaknya, ya.
Jangan lupa juga untuk follow author vellnya biar kalau diprivat kalian masih bisa baca, hehehe.
Terima kasih dan Selamat Membaca!
***
Seperti susunan rencananya kemarin. Lyodra bangun jam dua pagi dan sudah siap di jam tiga dini hari. Ia mengambil tas ranselnya yang hanya diisi satu setel baju untuk jaga-jaga, dompet, data pribadinya, berkas hasil checkup tiga bulan terakhir, satu liter air minum dan penyambung hidupnya, apalagi kalau bukan obat-obatannya.
Lyodra menarik ponselnya, memesan driver taxi ke arah bandara. Setelah itu, ia mengambil kuncirnya, memilih untuk mengikat rambutnya ke belakang juga mengambil jaket tebal dan syal sebagai penghangat tubuhnya. Ia tebak, pasti penerbangan dini hari ini akan sangat dingin. Jadi, ia memilih setelan senyaman mungkin.
Jujur, ia sangat deg-degan saat mendapat notif bahwa driver yang ia pesan sudah sampai di depan gapura perumahan—ia sengaja tak menyuruhnya menjemput di depan rumah karena takut ketahuan tetangga atau satpam.
Pasalnya juga, Edi dan Bunga memilih berangkat pagi ini ke Solo. Begitu juga dengan Tiara yang ke sekolah untuk try out. Pelan-pelan ia berjalan turun ke lantai bawah, memakai kaos kaki dan sepatunya, berusaha tidak membuat suara derap langkah sedikit pun.
***
Bandara dini hari kini cukup ramai. Banyak orang yang berlalu lalang membawa koper dan tas besar lainnya yang terlihat penuh. Ini adalah kali penerbangannya, sendirian. Lyodra berusaha menenangkan dirinya, ia menghembuskan napasnya perlahan, mengatur napasnya yang sedikit tersengal lalu mulai berjalan masuk untuk check-in.Langkah demi langkah, hatinya terasa semakin gundah. Ia takut jika orangtuanya mengetahui keberangkatannya ke luar negeri tanpa sepengetahuan siapa pun. Namun, ia menguatkan tekadnya kembali bahwa perjuangannya untuk sembuh dan tahu titik terang penyakitnya pasti tidak akan mengkhianati hasil usaha.
Ia percaya bahwa hari ini, Tuhan, semesta dan waktu akan bekerja sama membuat semuanya berjalan seperti apa yang ia rencanakan. Semoga, semoga saja begitu.
***
"LYODRAA BANGUNNN!!! UDAH SUBUHAN BELUM????" teriak Bunga yang seperti biasa sudah menyiapkan piring-piring di atas meja makan.
Tiara mendesah, penging mendengar kicauan Bunga setiap pagi. "Ya jelas, udah, lah, Ma. Udah jam enam ini," katanya sambil geleng-geleng kepala.
"Ya siapa tahu dia belum subuhan. " Bunga mulai mengisi piring Tiara. "Dari pada nanti Mama yang dosa."
Tiara pun tersenyum dengan perlakukan Bunga yang semakin hari semakin perhatian. Ia bahagia karena hal kecil seperti ini— mensyukuri perlakukan Mamanya. Seketika, ia jadi teringat Lyodra yang mengatakan pentingnya rasa syukur pada hal kecil.
"Lyodra belum bangun?" tanya Edi yang sudah rapih, duduk di meja makan lalu mengambil sebuah piring.
"LYODRAA AYO BANGUN!!! AYO SINI SARAPANN, LY!!!!" teriak Bunga kembali.
Tiara mendesah berat lagi. Bukan apa-apa, tetapi mendengar Bunga yang selalu berkicau tiap pagi membuat telinganya jadi semakin sakit.
"AYO SINI, LY. BENTAR LAGI MAMA BERANGKAT KE SOLO, LHO!!!!" Ia kemudian mengisi piringnya sendiri, tidak memedulikan Edi yang seolah minta diperlakukan sama seperti Tiara—untuk diisikan piringnya.
![](https://img.wattpad.com/cover/215851266-288-k241697.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Peri dan Sayap - END
Fiksi RemajaIni kisah tentang Lyodra Margalova Kayreen, gadis berkulit putih pucat yang sukanya banyak tanya. Ini juga kisah tentang Giannuca Diradja Rilasso, laki-laki yang mengecap dirinya sebagai sayap pelindung untuk perinya, Lyodra. * Sudah siap baca cerit...