1. Mimpi Nuca

5.7K 273 15
                                        

Hallo! Untuk semua pembaca yang baru datang dan semua pembaca yang sedang membaca ulang. Tolong tinggalin vote dan komentar sebagai bentuk apresiasi kalian, ya.

Terima kasih dan Selamat Membaca!

🦋

   "Pokoknya kamu harus bisa masuk Oxford," tekan wanita bernama Maia yang sedang menuangkan segelas susu untuk putra satu-satunya sekaligus putra bungsunya itu.

Nuca yang masih mengunyah dua helai roti dengan olesan selai kacang pun hanya bisa mengangguk, memberi tanda mengiyakan. Asal kalian tahu saja, ambisinya untuk ke Oxford memang begitu besar, ia sudah mengejar semua materi sejak ia duduk di kelas tujuh SMP, jadi jangan kalian kira-kira anaknya sepintar apa. Nuca itu jiwa yang penuh ambisi dan pekerja keras.

""Kamu tau, kan, anaknya Pak Herry? Hebat, lho, dia. Bisa masuk Harvard," tambah Aridana dengan maksud memberi dorongan agar putranya bisa termotivasi. "Anaknya Bu Karin juga, tau kan dia itu lulusan mana? Makanya kamu jangan mau kalah dong sama anak-anak temen Papa," katanya lagi. Mungkin karena status sosial dan pekerjaannya yang menjadi seorang eksekutif perusahaaan membuat ia jadi tak mau kalah saing. Bisa dibilang, Nuca itu hampir mirip dengan Aridana; sama-sama punya ambisi namun dengan sikap yang tenang.

"Kamu juga, Priska!!" sembur Maia pada anak keduanya. "Gunakan waktu gap-year sebaik mungkin untuk memikirkan masa depan kamu. Pokoknya, Bunda mau kamu kejar dari sekarang! Bunda malu kalau kamu sampai enggak kuliah," katanya lagi.

"Mau besarin butik aja lah, Bun."

"Ya tapi kuliah juga, Priska!"

"Priska enggak ada semangat buat kuliah, kalau enggak besarin butik Priska, ya, nikah sama Mas Danu, titik."

Lantas saja Maia geleng-geleng kepala mendengar putrinya yang ingin cepat-cepat menikah. Mungkin Maia pun juga demikian, punya ambisi yang kuat agar semua anaknya bisa sejajar dengan derajat ia dan suaminya saat ini. "Lihat kakak kalian, dong, si Oliv bisa jadi kayak sekarang, ya, karena Mama sama Papa berhasil didik dia. Apa yang dia dapet? Lulusan di univ terbaik, dan sekarang tiap tahun naik jabatan! Emang kamu pikir, menikah itu solusi terbaik buat­-"

"Iya ngerti, Bun," sela Priska yang jadi semakin malas kalau Maia sudah membanding-bandingkan dirinya dengan kakak pertamanya, Oliv.

"Ah, ya, gimana persiapan olimpiademu? Lyo gampang diajak kerja sama, kan? Aduh, Bunda tuh kangen banget, ya sama Lyo... coba kamu sekali-kali ajak dia ke sini, dong."

Nuca mengangguk lantas menyudahi sarapannya. "Aman kok, Bun. Kapan-kapan Nuca pasti ajak main ke rumah lagi. Lagian, pembinaan juga masih jalan dua minggu. Masih ada tiga bulan lagi buat ke hari H-nya, Bun."

"Semangat lah pokoknya! Kalau kamu menang... Bunda janji bakal beliin motor ducati yang kamu pingin waktu itu," kata Maia sambil memberikan ibu jarinya.

"Serius, Bun? Jangan PHP, lho, Bun!" peringat Nuca sambil cengar-cengir. Lantas Maia mengangguk saja sebagai pemberian semangat putranya dalam belajar.

"Yaudah, Nuca pamit." Ia menjinjing tas dan segera beranjak dari kursi meja makan.

"Lo berangkat sama Lyo apa sendiri?" tanya Priska basa-basi.

"Basa-basi lo busuk, Kak! Lo mau pinjem mobil, kan?!?! Gak ada, gak-ada, pake mobil lo sendiri sana!" tegas Nuca lantas pergi.

***

     Kalau saja ada nominasi tidur tersusah dibangunkan pasti itu sudah jatuh ke tangan gadis berkulit putih pucat, Lyodra Margalova Kayreen. Bagaimana tidak, hampir setiap pagi Nuca itu datang untuk jemput juga sekalian membangunkan gadis itu. Seperti kali ini contohnya, ia berdiri di sebelah lemari, melipat kedua tangannya sambil geleng-geleng kepala melihat gadis itu yang masih tidur dengan posisi ternyamannya; di pojok dekat tembok. Nuca menoleh pada jam dinding yang sudah menunjukkan pukul setengah enam pagi. "Ly, bangun... cepetan mandi, ini udah jam setengah tujuh," kata Nuca melebihkan jam dinding yang dilihatnya.

Peri dan Sayap - ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang