33. Baikan

192 11 0
                                    

Jangan terlalu percaya pada seseorang, bahkan pada seorang sahabat sekalipun. Tidak ada yang tahu bahwa dia bermuka dua bukan?

~A Y A N A~

"Mau pesen apa?" tanya Rangga pada adiknya.

"Terserah," jawab Ayana seadanya.

"Chicken ball, mau?" Rangga memberi usul.

Ayana yang masih kesal dan cuek menjawab, "gak mau!"

Oke, Rangga lupa kalau cewek itu ribet. Ditanya mau apa jawabnya 'terserah' udah dikasih usul jawabannya malah 'gak mau', benar-benar meresahkan.

"Yaudah deh mba apa aja pusing saya," pasrah Rangga pada pelayan yang ada dihadapannya.

Setelah itu Rangga duduk ditengah-tengah ruangan menyusul Ayana yang sudah duduk duluan. Tadinya Rangga akan langsung mengantarkan Ayana pulang langsung dan mengajaknya baikan dirumah saja. Tapi kondisi perutnya yang sudah meminta diisi akhirnya membuat Rangga memilih mengajak Ayana untuk ke restoran cepat saji.

"Katanya gak boleh makan junk food, malah ngajak makan kesini. Ke nasi padang kek, ke restoran seafood kek, atau ke penjual sate pinggir jalan juga gapapa," cerocos Ayana tanpa henti.

Rangga mengacak rambutnya kasar, sepertinya cowok itu mulai merasa depresi. "Gue tadi udah parkir yah didepan rumah makan Padang tapi lo sendiri yang bilang 'makanan padang mengandung banyak santan, itu berlemak nanti gue gemuk' nye nye nye," jawab Rangga sambil menirukan gaya bicara Ayana.

"Eh kalau lo bukan adek gue, udah gue ajak gelut diparkiran sana," lanjut cowok itu.

"Bacot!"

M

akanan pesanan mereka berdua sudah tersaji diatas meja. Dengan cepat Ayana menghabiskan makanannya tanpa memperdulikan orang dihadapannya, setelah habis Ayana langsung meneguk soda sampai tandas yang mengakibatkan cewek itu bersendawa sangat keras.

"Anjir, keras banget!" Pekik Rangga heboh.

"Cepet kita pulang!" Ayana yang hendak berdiri langsung ditahan oleh Rangga. "Tunggu dulu, kulit Ayam gue belum abis," ucap Rangga.

"Alhamdulillah kenyang," Rangga mengusap perutnya. "Ay, kita baikan yuk. Emangnya lo mau kita berantem terus?" ucap Rangga tiba-tiba membuat Ayana terdiam.

"Emangnya siapa yang marahan?" jawab Ayana acuh.

"Kalau gak marah kenapa chat gue gak pernah dibalas, telfon gue gak pernah diangkat, gak pernah datang kerumah. Kaya anak kecil tau gak," kata Rangga mulai memaparkan segalanya.

Ayana menunduk menatap sepatu convers hitam yang dipakainya. "Gue benci sama Caca, dia selalu ngerebut apa aja yang gue punya. Dulu sebelum dia ada kasih sayang Papa, Mama sama Bang Rangga itu cuma buat gue, tapi semenjak dia ada kalian berubah. Apalagi semenjak kejadian tiga tahun lalu, keluarga kita udah gak harmonis lagi. Mama sama Papa yang sibuk kerja, Bang Rangga yang fokus jagain Caca, dan gue sendirian dirumah." Lirih Ayana dengan air mata yang mulai menetes.

"Bahkan gara-gara Caca gue sampe punya trauma. Kalau aja dulu gue gak ngejar dia, mungkin gue sama lo gaakan diculik. Dan gara-gara Caca juga hubungan gue sama Mama gak pernah baik. Lo tau bang, gue sekarang benci sama Mama Papa. Gara-gara perbuatan mereka di masa lalu jadi gue yang harus nanggung dendam mereka sekarang. Gue capek," bahu Ayana bergetar tanda cewek itu sedang menangis hebat, tidak memperdulikan pengunjung restoran yang memperhatikan dirinya.

A Y A N A (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang