47. Sebuah Trauma

185 15 1
                                    

Sebelum baca, pencet dulu bintangnya. Gak ngabisin kuota sampe 1Gb kok.

Udah pencet? Kalo udah, makasih pren😘

HAPPY READING❤

"Caca, tungguin aku." Kaki kecil Ayana mengejar adiknya yang berlari mengejar kucing liar.

Beberapa kali Ayana berteriak agar Caca berhenti berlari, tapi, adiknya tetap saja mengejar kucing yang semakin jauh berlari menuju luar perumahan tempat mereka tinggal.

Begitu juga dengan Rangga, dia ikut mengejar kedua adiknya agar berhenti berlari. Karena ini sudah terlalu jauh dari tempat mereka bermain. Akhirnya, Caca berhenti berlari dipinggir jalan karena kucingnya berlari tepat diseberang jalan.

"Kak Ana, Bang Langa, kucina pelgi." Kata Caca dengan wajah yang sudah berurai air mata. Gadis yang baru saja menginjak enam tahun itu berjongkok sambil menangis sesenggukan.

Ayana yang melihat adiknya menangis, merasa tidak tega. Akhirnya dia memutuskan menyebrang jalan untuk menyusul kucing yang sudah hilang dari pandangannya.

"Jangan dikejar, kata Mamah kita gak boleh ke luar gerbang kalo gak ada orang dewasa. Ayok kita pulang aja." Kata Rangga yang ikut menyusul Ayana agara adiknya tidak berjalan lebih jauh. Terlebih mereka meninggalkan Caca dekat gerbang perumahan mereka.

Ayana menggeleng, membuat kuncirannya ikut bergoyang. "Aku mau nyari kucing, kasian Caca kalo gak nem— eh itu siapa Bang?"  tunjuk Ayana pada dua orang pria bertubuh besar yang baru saja keluar dari mobil.

"Adik manis, kalian ngapain disini?" tanya salah satu pria dengan kepala plontos.

"Jangan dijawab, ayok pergi." Bisik Rangga pada Ayana. Dia bisa menyimpulkan dari penampilannya, kalau kedua pria itu bukan orang baik.

Tapi Ayana malah menghampiri dua pria itu. "Aku nyari kucing yang lari, Om liat gak?"

"Om liat, dia pergi kesana. Tapi tempatnya jauh, mau om anterin?" dengan semangat Ayana menganggukan kepalanya. Kedua Pria berperawakan tinggi itu membwa Ayana menuju mobil. Begitupun dengan Rangga yang mengikuti Ayana.

Mobil hitam itu melesat dengan kecepatan tinggi menjauhi perumahan. Pria besar dengan kumis melintang beberapa kali melempar senyum mengerikan pada Rangga dan Ayana, membuat kedua bocah berbeda gender itu meringis ketakutan. Apalagi mereka sudah hampir tiga jam didalam mobil, dan semakin jauh dari hiruk pikuk kota.

"Om, kita mau turun." Kata Rangga dengan nada bergetar.

"Sebentar lagi sampai," jawab salah satu pria yang sedang menyetir.

Setelah sekian lama, akhirnya mereka menurunkan Ayana dan Rangga di sebuah tempat yang tak pernah mereka lihat sebelumnya. Sebuah bangunan tua dengan rumput liar setinggi pinggang orang dewasa menghiasi bagian depannya. Ditambah lagi dengan tempat ini yang jauh dari manapun, menambah kesan mengerikan dari tempat ini.

Tangan mungil kedua bocah itu diseret secara paksa memasuki gedung bekas miras didepannya. Beberapa kali Rangga berteriak meminta tolong, tapi sebanyak itu juga pria berkumis tebal memukul kepalanya.

"Jangan berisik kalo kalian gak mau kenapa-kenapa!" Perintah mereka.

Tak lama datang seorang perempuan dengan dress merah menyala menghampiri mereka. Bibir yang dipoles lipstik merah darah itu menyunggingkan senyum licik, seolah sangat puas dengan hasil kerja anak buahnya.

A Y A N A (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang