45. Membalas Dendam

169 13 4
                                    

Happy Reading ❤

Kata orang jadi anak orang kaya itu enak. Padahal nyatanya, enak banget, ehe. Iyalah enak, mau minta apa aja langsung dikasih, gak usah pake drama minta sambil nangis kejer, atau nabung uang jajan buat beli sesuatu.

Itulah yang Ayana rasakan. Tapi, Ayana masih tidak bersyukur dengan apa yang dia miliki. Bahkan, jika bisa meminta, dia lebih memilih dilahirkan dari keluarga biasa saja tapi begitu hangat dan harmonis. Dibanding dengan keluarga kaya tapi tidak bisa merasakan hangatnya kekeluargaan. Ayana sudah seperti merasa berkeluarga dengan uang. Karena hanya itu yang bisa dia rasakan dari kedua orang tuanya.

"Semalem tidur di rumah?"

"Hmm," jawab Alfan tanpa menoleh pada Ayana yang sedang menyeruput teh hangatnya.

"Tumben."

Iya tumben, karena biasanya Alfan akan menginap di rumah salah satu temannya atau tidur di basecamp, hanya sesekali cowok itu tidur di rumah. Bukan apa-apa, hanya saja untuk menghindari fitnah tetangga yang sering membicarakan mereka berdua karena tinggal serumah. Padahal mereka sudah membuat klarifikasi palsu bahwa mereka adalah saudara, untungnya saja ada yang percaya, tapi cuman sedikit orang.

Habis mau bagaimana lagi? lagian yang harus disalahkan disini adalah orang tua mereka yang membuat mereka harus tinggal satu atap. Istilahnya sih, kumpul kebo. Padahal mah gak gitu.

"Mandi lo sono cepetan, keburu siang. Nanti kalo kesiangan ribet sendiri." Bukannya menjawab pertanyaan Ayana, Alfan malah memerintah, kan nyebelin.

Ayana menyelesaikan acara minum teh paginya. "Iya bawel, kayak emak-emak aja."

Akhirnya Ayana bersiap untuk pergi ke Sekolah. Butuh waktu sembilan puluh menit untuk bersiap, dan sekarang Ayana sedang menggerutu sambil berjalan cepat menuju halte dekat kompleksnya.

"Tuh cowok kenapa sih, gak bisa apa nungguin gue buat bareng ke Sekolah. Kalo gue telat gimana njir. Ini lagi, angkot pada kemana sih, gak mau duit apa?!"

Beberapa orang menatap Ayana dengan heran, mungkin mereka berfikir ada orang setres  mengenakan seragam yang sedang mencak-mencak di halte.

Untung saja ada angkot yang lewat. Sepertinya Ayana harus berterimakasih pada Mamang angkot, karena berkat dia, Ayana tidak telat. Telat satu menit sih sebenarnya.

"Udah ngerjain PR?" Belum juga duduk di kursi, Ayana sudah ditodong dengan pertanyaan oleh Bella.

Dengan percaya diri Ayana memamerkan buku catatan Kimianya. "Udah dong, gue kan rajin."

"Dih, gue juga udah. Gausah sombong, tugas nyontek dari Brinly aja bangga."

"Gapapa, yang penting ngerjain. Gue juga tau lo anak kumon."

Bugh

Dengan tega, Bella menggeplak kepala Ayana menggunakan buku paket kimia yang dipegangnya. "Gue anak emak gue, bukan anak kumon. Sembarangan."

Sedangkan Saras hanya diam terduduk sambil mendengarkan perselisihan antara Bella dan Ayana. Jika boleh jujur, Saras sangat merindukan momen berkumpul bersama ketiga sahabatnya. Tapi, apa boleh buat? dia harus fokus pada tujuannya agar cepat tuntas. Meskipun dia akan menyimpan rasa bersalahnya pada Ayana seumur hidupnya.

A Y A N A (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang