“Disetiap kebahagiaan, pasti ada hal sulit yang pernah terlewatkan.”
~A Y A N A~
Helaan nafas kembali terdengar dari bibir seorang gadis yang sedang menatap lurus kearah rumah sakit jiwa didepannya. Berat rasanya tatkala ia menginjakan kaki di tempat ini.
Perlahan kakinya melangkah menelusuri lorong rumah sakit yang dipenuhi pasien yang terganggu mentalnya.
Rachel menatap kosong ruangan didepannya. Disana terlihat ibunya yang kedua tangan dan kakinya diikat.
"Mama... "
"Ibu Luci sejak kemarin terus berusaha untuk menghilangkan nyawanya, makanya kami mengikatnya. Dan juga dia terus menerus memanggil nama De–"
Rachel pergi begitu saja tanpa mendengar perkataan suster itu lebih lanjut, dia sudah hapal dengan apa yang akan suster itu katakan.
Sekitar lima tahun lalu, Ibunya baru saja keluar dari tempat rehabilitasi karena mentalnya sempat terganggu. Sekarang, Ibunya harus masuk ke dalam rumah sakit jiwa karena terpukul atas kepergian sang suami beberapa minggu kemarin.
Bohong jika Rachel mengatakan kepada temannya bahwa Ibunya selama ini sakit yang mengharuskan dia tidak bertemu orang banyak. Padahal sebenarnya Rachel tidak ingin sahabatnya tahu kondisi yang sebenarnya.
"Mau kemana mbak?" tanya Sopir taksi saat Rachel memasukinya.
"TPU Pak." Jawabnnya singkat.
Sepanjang perjalanan Rachel terdiam dengan air mata yang terus menetes. Hari-harinya terasa begitu berat setelah kepergian sang kepala keluarga. Sekarang apa yang harus Rachel lakukan?
Yang Rachel punya sekarang hanyalah para sahabatnya, dan Rachel masih belum berani mencurahkan isi hatinya. Bukan belum berani, tapi tidak ada keberanian dalam dirinya. Yah, Rachel memang cupu.
Mobil berhenti tepat di area parkir pemakaman. Kaki jenjangnya berjalan menyusuri gundukan tanah yang berjajar. Rachel berhenti melangkah didepan sebuah makam dengan nisan bertuliskan Jonathan.
"Pah..."
Jari lentiknya mengusap ukiran nama diatas nisan. Matanya terpejam merasakan semilir angin yang menerpa wajahnya. "Aku gagal Pah, Rachel gagal jaga Mama. Rachel gak pernah berhasil,"
"Maafin Rachel, Pah. Rachel gak bisa bikin Mama lupa sama orang itu."
Kedua tangan Rachel mengepal menahan gejolak amarah yang bersarang di hatinya. Kemarahannya pada seseorang yang menjadi penyebab atas sakit Ibunya.
"Halo Ayana, aku boleh ke rumah kamu sekarang?" tanya Rachel melalui panggilan di telfonnya.
"Boleh banget dong Kak," jawab Ayana dari seberang sana.
"Aku otw yah,"
Rachel beranjak menuju rumah Ayana. Untuk saat ini dirinya butuh teman untuk sekedar penghilang rasa gundah di hatinya.
~A Y A N A~
"Eh Ayana, udah lama saya gak liat kamu. Abangnya juga sama, udah lama gak keliatan. Pada kemana?" tanya seorang perempuan yang tinggal diseberang rumah Ayana, yang kebetulan sedang membuang sampah sama seperti dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Y A N A (Revisi)
Teen Fiction[ FOLLOW SEBELUM MEMBACA] ~ Bukan tanpa alasan orang tua dari Ayana Xaviera Anastasya ingin sekali menjodohkannya dengan anak dari sahabat mereka yaitu, Alfan cam Fraklin. Orang tua Ayana menganggap, jika Ayana bertunangan mungkin gadis itu akan ad...