~AYANA~
Karena sejak sore tadi tidak ada siapapun yang memeberi tahu siapa yang akan bertamu atau sepenting apa tamu yang akan datang, jadinya sampai saat ini Ayana masih berleha-leha di atas kasur. Jika bukan karena Arin yang menggedor pintu kamarnya, sudah jelas sekarang Ayana tidak akan berada di ruang makan, membantu Mamanya itu menyusun semua hidangan yang sudah di persiapkan sejak tadi.
Dan karena Arin juga, saat ini Ayana tidak mungkin berpenampilan rapi dengan dress selutut. Padahal tadi dia sudah sangat nyaman menggunakan kaos oblong dengan celana training saja. Bahkan dia yang sudah melakukan skincare malam saja harus memoleskan make up. Buang-buang skincare!
"Yang mau dateng itu siapa, Ma?" Tanya Ayana dengan tangan yang masih menyusun sendok dan garpu.
Arin tersenyum simpul. "Nanti kamu tahu. Yang jelas ini ada hubungannya sama masa depan kamu."
Hah?
"Masa depan gimana maksudnya?"
Lagi, Arin hanya tersenyum. Tidak berniat menjawab sampai suara bel rumah berbunyi mengharuskan Arin meninggalkan ruang makan untuk menyambutnya.
"Al—fan?"
Jika ini adalah sebuah kejutan, maka kedua orang tuanya berhasil mengejutkannya. Iya, mereka berhasil membuat Ayana terkejut dengan 'tamu spesial' yang sangat dinantikan itu. Tamu itu adalah Alfan dan kedua orang tuanya, tapi ini tanpa Alvin.
Alfan tersenyum canggung ke arahnya. Dan Ayana dibuat terpesona oleh penampilan Alfan sekarang. Badan atletis yang sering kali Ayana lihat dilapisi kaos basket, atau hanya seragam sekolah berantakan itu sekarang nampak sangat keren dengan stelan formal.
"Ayok duduk, cicipin masakannya Arin." Deril mempersilahkan.
Selama acara makan malam berlangsung, baik Ayana maupun Alfan tidak mengeluarkan sepatah kata pun. Hanya sesekali bertukar pandang dengan canggung. Alasannya karena mereka sebelumnya memang tidak dekat, hanya sesekali mereka bertemu. Duduk semeja di kantin tadi siang di sekolah tidak membuat mereka menjadi dekat sehingga bisa bertukar obrolan.
"Mereka satu sekolah, kelasnya juga tetanggaan. Jadinya pasti gak terlalu asing,"
Alfan sangat tidak setuju dengan perkataan Papanya itu. Kelas tetanggaan bukan berarti dia mengenal seluruh penghuninya, dengan teman sekelas saja dia jarang berinteraksi. Kecuali circle nya, itu pengecualian.
"Ayana ini temennya Bella, Pah. Pasti udah sering ketemu kalo dia sendiri sering ngintilin Alvin pacaran." Sahut Mamanya Alfan.
Oke, biarkan mereka berspekulasi sesuka hati mereka.
Hampir satu jam mereka duduk di ruang makan. Dengan topik pembahasan tak jauh dari Ayana dan Alfan. Akhirnya pertemuan membosankan ini berakhir, begitulah yang di pikirkan Ayana. Sepertinya para orangtua akan membuat malam ini semakin panjang dengan duduk di ruang tamu. Bahkan dia bisa merasakan suasananya sangat serius, berbeda dengan di ruang makan tadi yang terasa santai.
"Jadi, inti dari pertemuan ini itu sebenernya apa?" Sedikit lancang, tapi Alfan harus mengajukan pertanyaan ini sebelum malam semakin larut.
Deril berdehem siap membuka pembicaraan yang sepertinya sangat serius. "Kami sudah membahas ini sebelumnya, dan kami sepakat untuk menjodohkan kalian berdua."
Eh, gimana?
"Aku gak salah denger, kan?" Ayana meminta penjelasan pada kedua orang tuanya.
Begitupun Alfan yang memberikan reaksi serupa.
Ayana mengibaskan tangannya, berusaha mengurangi rasa panas. Suasana seketika terasa menyesakan dan membingungkan. "Aku tau banget Mama sama Papa bukan tipe orang tua yang berpikiran kolot, tapi kenapa sekarang tiba-tiba kalian bahas perjodohan, sih?"
KAMU SEDANG MEMBACA
A Y A N A (Revisi)
Teen Fiction[ FOLLOW SEBELUM MEMBACA] ~ Bukan tanpa alasan orang tua dari Ayana Xaviera Anastasya ingin sekali menjodohkannya dengan anak dari sahabat mereka yaitu, Alfan cam Fraklin. Orang tua Ayana menganggap, jika Ayana bertunangan mungkin gadis itu akan ad...