23. The Choice

284 22 18
                                    

Kita sama-sama terjebak, sulit untuk beranjak dan sakit untuk menetap”

~AYANA~

Pagi ini Alfan sudah siap dengan seragam sekolah yang bisa dibilang kurang rapi, lebih tepatnya urakan. Kemeja putih yang tidak dikancing yang menampilkan kaos hitam polos, dasi terikat di dahi, serta jas almamater yang tersampir di pundak kanan dan jaket jeans di pundak kiri.

Alfan melangkah keluar dengan langkah ringan sambil memutar-mutar kunci motor di jari-jarinya, tak lupa dengan siulan yang mengiringi langkahnya. Tiba-tiba langkah Alfan terhenti saat tatapannya jatuh pada pintu putih yang tepat ada disamping kamarnya, itu kamar Ayana.

Alfan mendekat dan menatap nanar pintu itu. Sejak semalam Ayana tidak keluar dari kamar, dan pagi ini pun dia masih belum keluar untuk hanya sekedar membuat sarapan.

"Ayana, lo mau sekolah gak? " Alfan mengetuk pintu kamar Ayana.

Cowok itu bergerak gelisah saat tidak mendapati respon apa-apa dari seseorang didalam sana, apakah Ayana masih tertidur?

"Ay, lo gapapa kan?" Masih tidak ada jawaban.

Sudah terlanjur khawatir, Alfan segera membuka pintu kamar. Tapi, baru saja akan memutar knop pintu, Alfan mendadak ragu dengan apa yang di lakukannya sekarang. Cowok itu hanya takut menganggu Ayana. Alfan berusaha meyakinkan dirinya sendiri dengan menarik nafas dalam-dalam.

Alfan kembali memutar knop pintu itu dan langsung terbuka, ternyata Ayana tidak mengunci pintu kamarnya. Hal yang pertama kali dilihat Alfan adalah Ayana yang sedang terduduk di tepi ranjang sambil menatap lurus ke arah jendela. Apakah gadis itu mengalami trauma?

Alfan berjalan mendekat sambil melepaskan jaket dan almamater yang tersampir di pundaknya secara asal ke lantai. "Ay, lo gapapa kan?"

Ayana hanya menggeleng sebagai jawaban. Wajah gadis itu nampak sangat pucat dengan kantung mata yang terlihat sangat jelas.

"Lo belum sarapan,gue beliin lo makan dulu." Alfan beranjak keluar kamar, tapi sebelum benar-benar keluar, suara parau Ayana menghentikan langkah cowok itu.

"Jangan tinggalin gue fan," Ayana menolehkan kepalanya menghadap Alfan, "Gue takut."

Alfan dengan sigap langsung berlutut didepan Ayana dan menggenggam tangan gadis itu. Alfan merasa bersalah karena tidak menjaga Ayana dengan baik. Jika saja kemarin dia tidak pergi bersama Sella dan langsung pulang tanpa harus ke markas terlebih dahulu, mungkin kejadian semalam tidak akan pernah terjadi.

"Gue gak akan ninggalin lo sedetikpun,gue bakalan ada disamping lo." Ayana terkekeh miris mendengar ucapan Alfan barusan, "Bullshit."

"Bahkan di saat gue sakit kemarin lo gaada dan lebih milih pergi sama Sella, terus gimana caranya lo ada di samping gue terus." Satu tetes air mata mulai membasahi pipi Ayana.

"Maaf." Hanya itu yang keluar dari mulut Alfan, karena sungguh Alfan pun merasa kecewa dengan dirinya sendiri.

Alfan tidak seharusnya terus bersama Sella, cowok itu harus melupakan masa lalu agar tidak terjebak didalamnya. Tapi mau bagaimana lagi, hatinya tidak bisa dibohongi bahwa dia masih sangat mencintai bagian dari masa lalunya itu.

A Y A N A (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang