48. Tak Terkendali

2.1K 117 13
                                    


Sesuai dengan planning malam Minggu, mereka telah sepakat untuk Makan Malam bersama. Pukul setengah enam Sore ,Valerie telah sampai di tempat makan langganan mereka. Valerie sudah memberi kabar lima menit yang lalu jika ia sudah sampai terlebih dahulu.

Namun Kresna tidak memberi respond sama sekali. Hanya pesan terakhir pukul empat sore jika ia akan pergi mandi.

Selagi menunggu Kresna, ia memasan minuman.

Pukul 18.00, Kresna belum menampakkan batang hidungnya. Kresna tak biasa telat seperti ini. Selama ia menjadi kekasihnya, Kresna slalu tepat waktu, bahkan awal waktu.

Ia mencoba menelpon Kresna, namun tak ada jawaban sama sekali.

Satu gelas Milkshake Taro telah habis. Valerie tetap berfikir jernih, jika Kresna ada kendala atau sesuatu yang lebih penting.

Pukul 19.10, Valerie tersenyum tipis, menandakan jika ada rasa kecewa yang tak bisa ia ungkapkan. Kresna belum berkabar sama sekali.

Kabar.

Hanya itu yang ia inginkan darinya. Tak lebih.

Valerie mengangkat tangan memanggil pelayan Restoran untuk membayar pesanannya. Namun, Valerie tidak pergi sama sekali. Ia masih duduk menunggu Kresna.

Ratusan pesan, puluhan telpon, dan menanyakan kabar pada Taksa maupun Albar tetap tak ada hasilnya.

Taksa:
Sehabis pulang dari Bali kita nggak kirim pesan atau ketemu, Val.

Albar:
Selingkuh. Dia udah bosen sama lo.

Pesan Albar membuatnya sedikit kesal sekaligus ada rasa takut jika itu memang terjadi.

Sampai akhirnya tepat pukul 20.00, ia bangkit dari kursi. Sebelum melangkah keluar Restoran, ia kembali mengecek ponsel dan mencoba menelpon Kresna.

Valerie menghembuskan nafas kasar. Tidak mungkin Kresna tidak melihat rentetan notifikasi darinya. Ia mematikan mode dering, memasukkan ponsel ke slingbag.

What's happened to him?

Jika boleh jujur, Kresna lebih tertutup setelah mabuk berat pekan lalu.

Melangkah mengintari Mall, memilih untuk membeli satu cup big size Eskrim rasa Stroberi dan Oreo. Duduk dekat lift seraya memasang earphone ke kedua telinganya.

Lift ini merupakan lift yang biasa mereka pakai jika akan menginjakkan kaki di lantai khusus Makanan. Mungkin dengan duduk di sana, Valerie dapat melihat Kresna.

Sepasang sepatu Converse berwarna hitam legam dengan celana jeans sobek bagian lutut berdiri di hadapannya. Senyumnya mengembang, ia melepas earphone, lalu mendangah ke atas menatap siapa yang berdiri.

Seketika raut wajah datar kembali datang. Bukan Kresna.

Valerie mengangkat satu alis, menandakan ia terganggu akan kedatangannya.

"Sendirian?"

Valerie diam. Ia hanya fokus menghabiskan Eskrim. Ia tidak lupa akan siapa orang itu. Ingatannya cukup kuat mengenal orang-orang yang harus ia hindari.

"Pasti nunggu Kresna." Ucapnya terkekeh pelan. Ia duduk di samping Valerie.

"Siapa yang ngizinin lo buat duduk di situ?" Sarkas Valerie menggeser agar tak terlalu dekat.

Zeroun tersenyum menatap Valerie, "Mall ini milik lo? Bukan, kan? So, apa yang harus dipersalahkan?"

Valerie tidak menjawab, ia tetap menatap ke sisi dimana Lift berada. Sial! Kresna belum datang sama sekali. Memangnya ada kepentingan apa selain planning mereka?

[Quille 1: Valveta] END •ON REVISI•Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang