88. H-2 Barcelona

939 118 62
                                    


Valerie meninggalkan Rumah dengan senyum getir. Ia tak menyapa, hanya menunduk sopan untuk pamit meninggalkan kediaman Gibson.

"Kejar, Sa."

"Baik, Bunda."

Taksa dan Zeroun baru saja tiba beberapa saat yang lalu. Melihat kepergian Valerie membuat mereka menatap pintu kamar Kresna. Tanpa dipertanyakan lagi, kepergian Valerie dengan tangisan menjadi bukti Kresna telah memberi tahunya.

"Albar ke kamar Kresna dulu, Bunda." Albar mengusap bahu Naura, "Jangan khawatir, Valerie marah nggak akan lama. Dia cuma butuh waktu nerima ini semua."

"Harusnya Bunda nggak nutupin apapun dari kalian."

"Nggak, Bunda. Bukan salah Bunda. Kalau pun Bunda yang ngasih tau sebenarnya, Valerie pasti terpukul. Kita tau, Valerie masih suka ngerasa kecelakaan Kresna atas kesalahan dirinya."

Albar melingkarkan lengan di punggung atas Naura, "Pilihan Bunda tepat. Jangan merasa bersalah, ya. Bunda harus percaya, Valerie nggak akan marah terlalu lama. Dia cuma kaget aja."

Taksa terus memanggil seraya berjalan cepat di belakang Valerie yang tak menggubris. Valerie berjalan ke arah halte bus yang berada di luar kompleks perumahan elit Gibson.

"Valerie!" Taksa menarik pergelangan tangan Valerie, membuat sang empu berhenti.

"Kalau lo datang buat bahas masalah Kresna, gue nggak akan denger."

"Lo tau alasan kenapa Kresna ke Barcelona, Val!"

"Tau? Apa? Kalau pun gue tau, gue nggak akan semarah ini! Sahabat lo ngebisu kalau gue tanya alasan sesungguhnya! Gue berhak marah! Dia berangkat lusa! Dan gue nggak tau apa-apa!"

Tunggu, jadi Kresna belum menjelaskan semuanya?

"Lo tau kan tentang kepergian dia?"

Taksa menunduk.

Valerie menyeringai, ia menyentak tangan Taksa, "Emang ada hal yang kalian sembunyiin. Gue paham, kenapa lo ngebisu juga. Lo nggak bisa ngomong, 'kan? Lo ngelindungin dia."

"Gue nggak berhak ngejelasin semuanya, Val. Biarin Kresna yang ngomong. Biarin dia yang nentuin baik buruknya."

"Alasan kenapa kalian sembunyiin dari gue apa?"

Taksa menyimpan kedua tangan di lengan Valerie, "Dia nggak mau lo khawatir."

Tatapan Taksa lebih lemah dari biasanya. Valerie menelan ludah, hanya dengan tatapan ia bisa mengetahui jika memang adanya ada sesuatu yang tidak baik.

"Gue cuma mau, lo ada di sisi dia. Kalaupun dia belum siap cerita, jangan dipaksa, Val. Lo kenal dia bukan sebulan dua bulan. Dia bakal ngomong kalau waktunya udah tepat. Dia sama kayak lo, butuh waktu buat nerima semuanya. Bukan hanya lo aja. Jangan egois untuk sekarang ya."

"Gue mohon, Kresna temenin."

"Kresna sesayang itu sama lo sampai mikir buat jangka panjang kepergian ke Barcelona. Dia mau gini? Tentu aja nggak. Kresna juga terluka dengan pilihannya."

Valerie menyeka air matanya, ia mengeraskan rahang menahan agar tidak menangis.

"Gue mohon sama lo. Anggep aja kepergian Kresna buat Sekolah, Val. Lo pun tau dia ke Barcelona tujuan awalnya karena apa, 'kan? Yaudah, itu yang lo pikirkan."

Valerie mengatur nafasnya, sebelum ia memberikan pertanyaan yang membuat Taksa mematung di tempat.

"Separah apa kondisi Kresna?"

Taksa saja hampir tidak bisa menjawab.

Hening. Mereka hanya saling pandang.

Valerie menepuk bahu Taksa, "Keterdiaman lo udah cukup menjawab pertanyaan tadi. Tujuan awal Kresna emang buat kuliah, tapi sekarang tergantikan, bener? Dia ke Barcelona karena buat kesembuhan kakinya?"

[Quille 1: Valveta] END •ON REVISI•Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang