75. Let Me Alone

904 119 116
                                    


Xaverio jalan menaiki tangga, masuk ke dalam kamar Valerie yang tidak terkunci. Ia kembali menutupnya, menatap isi kamar.

Xaverio menggeleng, seraya tersenyum. Kondisi Kamar Valerie terbilang seperti kapal pecah. Ia mengambil bantal, lalu disimpan di atas ranjang.

"Mica..."

Valerie hanya menatap tak minat. Ia kembali memeluk tubuhnya di atas sofa menghadap pada layar Televisi.

Xaverio menyimpan goodie bag berisikan makanan di atas nakas. Ia segera berlutut di hadapan Sepupu kesayangannya. Menyimpan tangan menyangga tubuhnya di samping paha kiri Valerie.

"Aku beli makanan kesukaan kamu. Ada dessert, red Velvet juga, sama coklat." jelas Xaverio mengelus lengan Valerie, "Jangan bilang Liam, Aku beli beberapa junkfood sama coke."

Valerie tak merespon.

"Sekarang kita bakal makan bebas tanpa omelan Liam atau Om." ucapnya terkekeh.

"Pergi aja, Xav."

Xaverio tersenyum, ia bangkit, mengambil kembali goodie bag. Mengeluarkan makanan di samping Valerie, "Oreo, Kitkat, Nutella, roti sobek, aduh Mica makanan ini bisa stock setahun." canda Xaverio tidak menggubris tolakan Valerie.

"Bawa balik. Gue nggak butuh."

Xaverio merobek bungkusan oreo, melahap tepat di hadapan Valerie, "Oreo aku makan lho. Kamu nggak minat?"

"Go Away, Xaverio."

"Aku beli rasa stroberi." lanjut Xaverio membuka oreo, ia jilat juga, "Ah, susunya..."

"Xav, pergi."

Xaverio sibuk mengambil susu kotak, "Nah." ia mengocok terlebih dahulu sebelum ditusuk oleh sedotan. Meminumnya hingga menimbulkan suara surrrppp tanda habis.

"Xaverio, gue bilang, pergi!" Valerie bangkit.

Xaverio tenang, ia menarik Valerie kembali duduk. Namun dengan cepat Valerie menyentakkan tangan kasar.

"Gue butuh sendiri! Gue nggak butuh makanan ini semua!" teriak Valerie menghempaskan makanan di atas sofa sekali hempasan.

Xaverio terdiam melihat makanan berceceran di atas lantai.

"Nggak usah datang! Nggak usah peduliin gue!"

"Aku nggak bisa biarin kamu kayak gini, Valerie." jelas Xaverio berdiri menggunakan lutut, menatap tajam Valerie, "Dengan kondisi kamu yang nggak baik-baik aja, apa aku bisa diem?!"

Valerie mulai terisak.

"Enggak! Nggak sama sekali, Valerie!" tegas Xaverio membuat Valerie munduk dalam duduknya. Valerie tidak bisa menatap mata Xaverio, "Jangan nyiksa diri sendiri! Keadaan nggak perlu disalahkan! Keadaan harus dihadapi! Meksipun kita tau semua orang tak ingin berada di posisi seperti ini."

Valerie menutup wajahnya dengan kedua tangan.

"Nggak ada yang menyalahkan kecelakaan Kresna gegara kamu."

"Stop..."

"Nggak, Mica. Kamu harus sadar. Kresna butuh kamu. Kresna butuh support kamu. Bukan hanya Kresna, orang sekitar juga butuh kamu untuk menerima ini semua."

Valerie melepaskan tangan di wajahnya, menatap Xaverio dengan mata sembab, "GUE NGGAK BISA NERIMA INI! KRESNA KOMA! KRESNA NGGAK SADAR, XAVERIO!"

"LO MAU NENTANG TAKDIR TUHAN?!" ucap Xaverio cukup keras.

Valerie terdiam, ia kembali menangis. Menundukkan kepala, menggeleng-geleng seolah semua yang terjadi adalah ilusi semata. Valerie menyengkram telapak tangan, menahan rasa sakit jika memang benar faktanya bahwa Kresna sedang diambang.

[Quille 1: Valveta] END •ON REVISI•Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang