73. You'e Strongers

1.1K 122 63
                                    


Lampu Operasi padam, seraya pintu terbuka. Menampilkan Dokter berbalut jas operasi berdiri di hadapan mereka. Menatap Zwen serta Naura bergantian.

"Operasinya lancar. Kaki kanan telah ditangani dengan maksimal. Tulang kaki kanan mendapatkan patah tulang cukup serius. Kita akan pindahkan Kresna ke Ruangan yang lebih intensif."

"Saya mohon lakukan yang terbaik buat Kresna, Eiljah"

Eiljah Marcle salah satu dokter kepercayaan Gibson yang berkerja di Rumah Sakit naungannya.

Eiljah menepuk bahu Zwen, "Untuk saat ini tak ada tindakan apapun, kecuali menunggu ia sadar dari masa kritisnya. Setelah masa kritisnya dapat terlewati, kita akan lakukan tindakan selanjutnya. Sangat fatal jika kita melakukan pengecekan saat kondisi Pasien tidak stabil."

Eiljah mengatur nafas, sebelum melanjutkan, "Ia juga kehilangan banyak darah. Dan kami sudah menangani hal itu. Benturan hebat di kepala membuatnya hilang kesadaran. Kita sudah mengambilnya serpihan kaca yang menancap pada dinding kepala dia."

Naura kembali masuk ke pelukan Zwen. Ia tak kuat mendengar penjelasannya.

"K-kresna k-koma?"

Taksa mengelus punggung Valerie untuk tenang. Sendari tadi Taksa tak melepaskan pelukan dari Wanita tercinta Sahabatnya.

"Zwen, kita tau. Anak kamu kuat. Dia nggak kalah dengan ini. Saya percaya Kresna akan bangun." tegas Eiljah yakin.

"Anak saya koma, Eiljah! Kita bahkan nggak tau kapan sadarnya! Kresna kritisi! Kresna nggak sadar!"

Eiljah menatap Naura, "Kresna butuh support dari kalian. Kalian jangan nyerah, Kresna di dalam sana juga berjuang untuk kita. Kita di sini cukup doakan yang terbaik."

Naura menunduk, menangis dalam diam. Sebagai seorang Ibu yang amat sayang keluarganya, bisakah ia menggantikan posisi Kresna? Masa depan Kresna masih jauh, Tuhan. Zwen mengecup kepala Naura, menatap Eiljah dengan pasrah.

"Serahkan semuanya sama Tuhan. Jalan Tuhan adalah jalan terbaik." Eiljah menyimpan tangan di bahu Zwen, "Percaya. Kresna akan sadar. Kita harus percaya, Kresna nggak lemah."

Zwen mengangguk. Zeroun hanya diam, ia menyatukan jari tangannya. Di simpan di kening. Tak terbayangkan bagaimana Kresna bertahan hidup dibantu alat-alat yang terpasang di tubuhnya.

Tak ada lagi umpatan yang dilontarkan Kakak tirinya. Demi Tuhan! Tawa Kresna petang tadi masih membekas. Kresna masih bisa ia gapai, Mengapa sekarang ia terbaring lemah?

"Kita akan pindahkan Kresna ke Ruangan. Kalian bisa menemaninya di sana. Tapi silih berganti. Cukup satu orang." Lanjutnya, "Jika perlu sesuatu, kalian panggil saya. Saya pamit."

Albar duduk di balkon kamar Apartemen. Ia menghisap rokok secara perlahan, menghembuskan asap hingga mengepul di depan wajahnya.

Belum ada kabar apapun dari Rumah Sakit. Ternyata seperti ini hatinya sedang gundah, khawatir yang amat luar biasa.

Albar memutuskan untuk membawa Felicite, karena ia memiliki alasan dibalik itu. Jika ia di sana, Ia tak akan setegar Taksa, tak akan setenang Zeroun, dan tak akan sekuat Zwen. Albar lemah jika berhadapan dengan sahabatnya.

Air mata menetes lagi. Ia mengingatkan betul bagaimana kepedulian Kresna untuk membentuk sifat dewasa pada dirinya.

"Al, kalau lo masih bermain sama cewek. Kalau lo masih nggak peduli sama diri sendiri. Kalau lo masih kayak gini." tegas Kresna menghembuskan asap rokok, "Pegang omongan gue, Albar. Lo akan susah dapatkan seseorang yang tulus sama lo."

"Albar, mabok nggak akan selesaikan masalah!"

"Dasar Penjahat Kelamin! Inget! Lo anak Tunggal yang akan jadi penerus keluarga!"

[Quille 1: Valveta] END •ON REVISI•Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang