41. My Home, Valerie

2.2K 121 7
                                    


Segara dia membaringkan tubuh disamping Kresna, tanpa komanda Kresna menyimpan kepalanya di lengan dalam Valerie.

"Aku nggak tau masalah apa yang kamu hadapi sekarang. Yang harus kamu tau adalah aku ada disamping kamu, aku ada untuk menjadi rumah untukmu, Kresna."

Kresna semakin mempererat pelukan pada pinggang, kepalanya dia tempelkan pada dada.

"I'm stay here for you, always. Jangan merasa sendiri, Sayang." Bisik Valerie lembut, mengecup pelipis Kresna lama.

" Bisik Valerie lembut, mengecup pelipis Kresna lama

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"You are my home, Valerie." Serak  Kresna mencoba menegakan kepala, menatapnya, ia menarik tengkuk untuk ia cium bibir ranum.

Valerie mengelus pipi Kresna karena cumbuan yang diberikan terasa penuh amarah, kecewa, tergesa-gesa, dan frustasi. Valerie mendorong pelan tubuh Kresna terlentang, dirinya duduk diperut Kresna.

"I need you right now, Val."

"Im here."

Meskipun dia sedang mabuk berat namun Kresna tetap memiliki kesadaran. Kresna menatap Valerie seperti ingin menangis.

Valerie mencoba tidak terkejut menatap mata Kresna yang berkaca-kaca. Dia menyimpan kedua sikut disamping kepala Kresna.

"Jika itu membuat kamu lega, maka keluarkan. Tangisin, jangan ditahan."

"G..gue ng..ngak bisa."

Valerie mengecup kedua mata Kresna, "Perlahan-lahan ya. Aku nggak akan ninggalin kamu, Kresna. Trust me."

Kresna diam, namun air matanya jatuh seketika. Kresna menyengkram pinggang Valerie. Valerie tersenyum, dia memeluk Kresna sangat erat.

Untuk pertama kalinya, Valerie melihat Kresna nangis dengan frustasi dalam diam. Bahunya bergetar hebat seolah dia selama ini nahan apa yang dipikul.

"Its oke, Kresna. Keluarkan jika itu membuat kamu lebih baik. Rasa sakit kamu, kecewa kamu, rasa sedih kamu, keluarkan."

Valerie membawa Kresna untuk duduk, biar ia tak merasa sesak. Dalam pangkuan Kresna, ditambah Kresna semakin masuk ke lehernya. Valerie tau, seberapa hebat seseorang menahan masalah. Ada saatnya dia cape.

Begitupun dengan Kresna saat ini.

"Gue nggak pernah dengar Kresna nangis kayak gini, Sa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Gue nggak pernah dengar Kresna nangis kayak gini, Sa." Ucap Albar saat mendengar isakan meskipun samar-samar di apartemen.

Taksa menunduk, "Jangan dibahas sewaktu dia sadar nanti. Gue nggak tau masalah apa sebelum dia ke club."

"Utamanya Om Zwen. Dia nggak akan kayak gini kalau nggak berurusan sama Om Zwen, Sa."

"Ada hal yang disembunyikan." Lanjut Taksa menjauh dari pintu kamar Kresna.

"Kita akan nunggu Kresna memberi tau." Tegas Albar natap Taksa serius.

Valerie tanpa henti membisikan Kresna dengan kalimat penuh tenang.  Ia sabar menunggu Kresna membaik. Mengelus, mengecup, serta memeluk yang ia lakukan.

Tiga puluh menit, tangisan Kresna reda. Valerie senantiasa dipangkuan sang kekasih. Mengusap pelan kedua mata Kresna.

Kresna menatap Valerie dengan wajah sembabnya. Baru sadar, ia menangis untuk pertama kalinya di depan orang lain.

"Gue ambilkan minun ya, biar lo agak tenangan dulu."

Kresna menggeleng, dia malah memperat pelukan. Menjatuhkan kepala di dada.

Valerie tertawa kecil, "Yasudah, gue nggak akan kemana-mana."

Hening. Tak ada pembicaraan. Valerie menunggu Kresna

Kresna berdeham, "Gue nggak bisa cerita dulu. Gue tau lo minta penjelasan. Tapi jangan sekarang."

"Gue akan nunggu lo buat cerita kapanpun lo siap. Gue nggak akan maksa dan buat lo semakin tertekan."

Kresna menatap lembut Valerie.

"Kenapa?" Tanya Valerie malu sendiri.

Kresna menarik tengkuk Valerie, mencium penuh sayang. Ia tak bisa menjelaskan dengan lisan. Valerie mengelus rambut sampai punggung Kresna.

Mereka terhanyut dalam ciuman. Kresna menidurkan Valerie di ranjang, sedangkan ia setengah menindih tubuh Valerie.

Ciuman mereka terlepas, memperlihatkan senyuman terbaik mereka. Kresna membuka kaos hitam sehingga nampaklah otot dan tato baru di dada kiri.

"Kapan?"  Valerie menyentuh tato bertuliskan 'Val'.

"Mungkin seminggu yang lalu."

Wajah Valerie memerah, ia mengecup tato itu. Saking sayangnya Kresna, ia menuliskan nama dirinya di dada kiri.

Kresna terkekeh, dia menarik Valerie dalam pelukannya. Valerie mencari posisi nyaman di dada bidang Kresna. Menarik slimut serta mematikan lampu.

🍒🍒🍒🍒🍒

"Gue dengan baik hati ngasih seragam baru buat lo. Karena mustahil kalau gue minta tolong Xaverio buat bawa seragam lo di Rumah. Bisa-bisa gue digorok."

Valerie terkekeh menatap seragam yang sudah dipakainya, "Pengertian banget, Al. Tapi terimakasih."

"Eits, nggak gratis."

"Astagaa! Itungan banget sama temen, bangsat. Masih pagi mau ngajak tawuran lo?!"

Taksa hanya menggeleng melihat keributan di meja makan. Dirinya hanya menyimpan empat piring nasi goreng.

"Ye, namanya juga bisnis. Harga seragam plus ongkos kirim! Lo bayar DOUBLE!" Serunya semangat.

"Gue doain! Pantat lo kerlap-kerlip ngentot!" Teriak Valerie lemparin serbet tepat di wajah Albar.

Hendak Albar kembali membalas lemparan, tatapan tajam dari arah belakang Valerie membuatnya terdiam.

"Lo aman kali ini!" Sentak Albar kesal menyimpan kembali serbetnya.

Valerie tertawa melihat Albar yang ketakutan saat Kresna sudah duduk disampingnya. Tatapan lembut mengarah ke Kresna.

Tangan Kresna tersimpan di paha Valerie. Saling melemparkan senyum hangat.

"Bucin anjing! Alergi gue pagi-pagi banyak drama." Keluh Albar ngomel-ngomel.

Taksa menatap Kresna, "Kuat buat sekolah?"

"Gue mabok, bukan koma, Sa."

Taksa dongkol, dia berdecak sambil menyantap sarapan dengan kasar.

"Kan apa gue bilang. Ini orang bakal berubah menyebalkan. Nggak akan pernah bisa lembut."

"Bisa." Sergah Valerie protes, "Sama gue bisa lembut. Ya, pada dasarnya, kalian titisan dakjjal aja."

"Iya, pacar situ ketua dari dakjjal!"

"APAA?!"

Kresna menghela nafas, "Nggak usah ribut. Makan!"

Albar dan Valerie menatap sengit, benar-benar ya, mereka tidak akan akur jika disatukan.

🍒🍒🍒🍒

[Quille 1: Valveta] END •ON REVISI•Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang