89. H-1 Barcelona

897 109 50
                                    


Kresna tidak tau jika di luar Kamar, semua orang sedang sibuk. Terlebih Felicite dan Valerie sangat antusias untuk menyiapkan piknik kedua di Taman Rumah Gibson. Mereka telah belanja segala keperluan Piknik. Ditemani Taksa dan Zeroun yang slalu setia pada mereka.

Albar bertugas menata rapi picnic blanket yang berwarna abu garis putih BW di atas meja kayu. Albar sesekali menatap jendela kamar Kresna yang terbuka, tersenyum pedih. Jika Sang Sahabat besok akan pergi meninggalkan untuk kesembuhan Kakinya.

Kresna tidak tau juga rencana ajaib ini. Sepanjang malam Kresna tidak bisa tidur, memikirkan Valerie yang tak membalas pesan maupun telpon darinya.

Ia tak ingin pergi dengan keadaan seperti ini. Kresna ingin baik-baik saja, terlebih ia pergi dalam jangka waktu yang tidak tau ditentukan.

Keputusan bulat Zwen untuk pindah dan menetap di sana kemungkinan besar hal yang akan terjadi adalah mereka akan jarang pulang ke Indonesia.

Tapi ia kembali mengingat perkataan Albar, mana bisa ia berlama-lama di sana. Orang yang terpenting dan tersayang ada di sini.

Pintu terketuk tiga kali.

"Masuk."

Muncul kepala Naura yang terlebih dahulu. Naura tersenyum menatap Kresna yang sedang bersandar pada dinding kasur.

"Abang... Semuanya udah beres barang-barang?"

Kresna terdiam.

Naura duduk di samping Kresna, mengambil helai rambut lalu di sisir ke belakang menggunakan jarinya. Naura menepuk pelan pipi anak sulung yang sangat ia sayangi.

"Valerie belum berkabar, Bunda. Aku nggak tenang ninggalin dia dalam kondisi yang kayak gini."

Naura memegang tangan Kresna, "Nanti kamu coba hubungi lagi ya. Bunda nanti nyuruh yang lain buat ke Rumah Valerie."

"Aku aja."

"Nggak, Sayang. Kamu harus istirahat. Kamu harus di sini. Besok hari keberangkatan kita. Bunda nggak mau kamu sampai kecapean dan drop di sana."

"Abang yang udah buat Valerie marah, Bun. Abang nggak mungkin ngebiarin masalah ini ditangani sama orang lain. Abang harus tanggung jawab." jelas Kresna, "Ini yang Abang nggak mau. Bunda slalu natap Abang nggak bisa apa-apa. Bunda yang nggak gerak cuma satu kaki. Bukan dua kaki."

Naura terdiam, menatap dalam sorot mata Kresna.

"Abang mau ketemu Valerie?"

"Abang yang pergi ke Rumah Valerie, Bun. Biarin Abang yang nemuin dia. Nggak apa-apa kalau mereka mau nganter juga. Tapi jangan sampai mereka yang ngebujuk Valerie."

Naura mengangguk, "Boleh. Tapi inget, jangan sampai kecapean."

"Makasih, Bunda. Masih percaya Abang bisa lakuin hal apapun dengan kondisi Abang kayak gini."

"Apapun kondisi Abang, Bunda akan selalu percaya. Abang nggak pernah berubah di mata Bunda. Abang tetep Abang yang slalu kuat." Naura mengecup kedua tangan Kresna, "Abang, jangan terlalu dipikirin soal Valerie. Bunda yakin, dia baik-baik aja. Dia nggak akan diamin Abang kalau tau Abang besok mau pergi."

"Nggak diamin Abang?" Ulang Kresna, "Sampai sekarang aja Abang minta kabar nggak dikasih sama sekali."

"KYAAAAA! KAK AL! RUSAAAAAK!"

Kresna sontak menatap ke arah Jendela. Naura melotot kaget. Bisa-bisanya mereka bersuara.

"Fizzy!" Albar langsung membekap mulut Felicite. "Jangan keras-keras. Itu kamar Abang deket banget sama kita." Dagunya di arahkan ke balkon kamar Kresna.

[Quille 1: Valveta] END •ON REVISI•Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang