84. Titik Tempur

1.1K 131 100
                                    


Hari pertama Kresna terapi bersama Asisten Eiljah, Marco. Ditemani Naura dan Felicite. Felicite duduk di samping Naura sembari memakan lolipop pelangi pemberian Zeroun. Kresna nampak berusaha melangkah menggunakan kruk berkaki empat.

"Fighting, Abang!" sorak Felicite menggebu-gebu. "Abang, pasti bisa jalan lagi!"

Marco tersenyum melihat Felicite yang slalu riang, "Adik kamu gemes banget, Kresna."

"Felicite emang ngegemesin, Dok." puji Kresna menatap ke mereka. Ia melambaikan satu tangan, "Makasih, Princess. Tungguin Abang di sana."

"Okidoki, Abang!"

Kresna melangkah mendekat ke arah Marco yang berjalan mundur. Tangan Marco sigap jika Kresna hampir terjatuh. Tatapan Marco tak lepas dari kedua kaki Kresna. Eiljah dengan tegas menyuruh Marco untuk memantau perkembangan Kresna. Hanya Marco yang ia percayai, selagi ia mengurus pasien lain.

"Kak Mica!"

Valerie terkekeh mendengar suara gemas Felicite. Setelah membeli makanan untuk nanti. Valerie kembali pulang kantin bersama Zeroun dan Albar. Valerie bak ratu yang dikawal dari sisi samping oleh dua prajurit.

"Kak Mica beliin sandwich buat ngeganjel perut kamu. Nanti kita makan berat bersama." Valerie memberi sandwich ke tangan mungil Felicite.

"Thank you, Kak Mica. Emang Kak Mica pengertian banget urusan perut Fizzy."

"Kamu kalau laper beda orang, Princess." Zeroun mengucak rambut Felicite yang dibalas kekehan.

Naura menggenggam tangan Valerie ketika ia sudah menjatuhkan bokong di sampingnya. Mengucap terimakasih dengan gestur tubuh.

"Bunda, jangan terlalu banyak pikiran ya. Ze tadi sedikit cerita tentang Bunda yang sering ngelamun."

"Bunda mikirin Kresna bagaimana ke depannya, Mica."

"Nggak akan terjadi apa-apa. Percaya. Kresna bakal sembuh lagi. Kresna pasti bisa jalan lagi."

"Bunda berharap gitu juga."

"Inget 'kan perkataan Dokter Eiljah? Kresna sembuh kalau terapi yang dianjurkan dilalukan secara rutin. Kresna nggak lumpuh total, Bunda. Otot Kresna belum ngerasain sensitivitasnya."

Naura menunduk.

"Mica nggak akan kemana-mana, Bunda. Mica bahkan kita semua bakal nemenin Kresna sampai kapanpun." jelas Valerie merangkul penuh belakang punggung Naura, "Jangan ngerasa sendiri. Ada kita."

"Iya, Bunda. Lihat." Albar menunjuk sopan dengan dagu ke arah Kresna, "Kresna semangat banget terapi pertamanya. Kita juga harus semangat nemenin Kresna."

Naura tersenyum menatap bergantian Albar dan Valerie. Menjatuhkan kepala di bahu Valerie, "Bunda seneng banget kalian ada di sekitaran Kresna."

"Iya, Bunda, seneng. Albar mah gedeg. Diomelin mulu sama Abang Ena."

"Kamunya yang susah dibilangin."

Albar kaget, "Bunda sama Kresna sama aja. Yaa Ampun. Belain Albar sekali ini aja, Bun."

Naura terkekeh ia mengelus lengan Albar yang berdiri di samping Valerie. "Nah, ketawa gini, Bunda keliatan cantiknya."

"Mau apa, Albar?" goda Naura.

Albar langsung tertawa, slalu seperti ini. Jika ia memuji Naura.

Kresna datang menggunakan kursi roda yang di dorong oleh Marco. Menyimpan di depan Naura, "Hari pertama cukup bagus. Semoga nggak bosen ya, kita ketemu lagi dipertemuan ke dua." Marco menepuk bahu Kresna.

[Quille 1: Valveta] END •ON REVISI•Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang