76. Jalan Pulang

947 115 109
                                    


Valerie tetap menolak ketika semua orang mengajaknya untuk berkunjung menemani Kresna. Bahkan ia lebih tertutup dari hari sebelumnya. Tak ada yang bisa masuk ke dalam kamarnya.

Bibi Tere saja hanya mengantar makanan sampai pintu. Setelah itu Valerie menutup kembali.

Samudra telah melakukan berbagai cara. Membujuk untuk sang Putri kesayangannya menerima semua ini. Samudra tanpa menyerah, slalu mengetuk pintu di tiga puluh menit sekali. Menanyakan kabar melalui pintu kamar.

"Mica butuh sendiri."

hanya tiga jawaban itu yang sering ia terima. Samudra menempelkan kening di pintu kamar Valerie. Ia juga tak ingin Valerie seperti ini. Mengapa Valerie masih berpegang teguh, jika yang menimpa Kresna adalah karenanya. Jelas ini bukan salah Valerie.

Liam mengelus punggung Samudra, "Nanti kita coba lagi, Pah. Jangan terlalu nekan dia. Kita nggak mau Valerie semakin tertekan."

"Dia nggak baik-baik saja, Liam."

"Aku tau, Pah." Liam tersenyum, "Tapi semakin kita paksa dia, semakin dia ngejauh. Kita harus sabar ngehadapin situasi seperti ini."

Samudra memejamkan mata, mengatur nafas, lalu menepuk bahu Liam, "Kabarin kalau Mica mulai membuka diri."

Liam mengerutkan kening, seolah ada perpisahan yang tersirat, "Papa, mau kemana?"

Samudra tak henti berjalan menurunin anak tangga.

"Papa!"

Samudra akhirnya berhenti, menyengkram batangan tangga dengan kuat.

"Jangan pergi."

"Papa nggak akan pergi, Boy. Butuh udara segar." ucapnya lanjut berjalan menuju mini bar, ia mengacungkan botol wine, "Papa di Taman Belakang sekalian lanjutin kerjaan."

Liam menghela lega, ia mengangguk saja. Liam mengira Papanya akan lepas tangan.

Liam memang beberapa hari ini sering paranoid semenjak perubahan sikap Valerie yang berubah drastis.

Valerie memeluk tubuhnya yang ia tekukan menempel pada perut. Menyimpan dagu di atas lutut, menatap layar laptop video penuh kenangan dengan Kresna.

Valerie tersenyum, ketika di cuplikan video itu memperlihatkan Kresna sedang memeluk Anjing kesayangannya. Draco. Anjing yang Kresna peliharaan saat masih bayi.

Matanya terpejam seraya tersenyum lebar.

Valerie mengingat kejadian itu, saat dirinya bermain di Taman setelah menjemput Felicite pulang dari les Ballerina.

"Tiger..." Valerie meraba layar, seolah ia sedang mengelus pipi Kresna, "Maaf, aku belum bisa nemuin kamu."

Valerie kembali menangis, ia segera menjatuhkan kepalanya pada sela lutut.

Seperti ini keseharian Valerie di dalam kamar. Menatap foto Kresna, memutar video kenangan mereka, serta menangisinya.

Sejauh ini belum ada yang bisa membujuk Valerie keluar kamar. Bahkan Auris dan Taksa slalu ia tolak mentah-mentah. Valerie memiliki sifat keras, ditambah situasi seperti ini yang akan lebih membuatnya menjadi batu.

Taksa duduk di kursi besi samping Kresna terbaring. Menyimpan tas ransel di bawah lantai. Ia menatap Kresna lalu tersenyum.

"Gue udah bujuk Queen Payne. Tapi tetap saja hasilnya nihil." Taksa cemberut meskipun Kresna tak akan melihatnya, "Dia keras kepala ya." Taksa terkekeh, "Ya, sama kayak lo. Keras kepala, batu, dan satu lagi..."

Hening....

"Gengsi." lanjut Taksa, "Astagaa! Gue ke sini mau ngeghibahin Albar, malah jelekin lo."

[Quille 1: Valveta] END •ON REVISI•Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang