10. Tiga Algojo ✓

2.4K 161 4
                                    


Kresna berlari ke arah dimana munculnya Pak Dian. Albar tau jalan pikiran Kresna, ia tidak banyak komentar hanya diam mengikuti kemana Kresna pergi. Karena pada dasarnya, Albar maupun Taksa yakin, Jika Kresna mulai tertarik akan sosok Valerie.

Di Gudang.
Hanya ada tumpukan meja, kursi, dan barang tak berguna lainnya. Ditambah tali. Dan ceceran jus berwarna merah tadi seperti darah segar.

Kresna menatap Albar, hanya anggukan yang dilemparkan oleh Albar.

"Ruangan CCTV!" Ucap Albar. Kresna mengangguk mantap. Mereka kembali berlari mencari tau dalang dari semua ini siapa.

Xaverio menggenggam erat tangan Valerie saat mereka berada di klinik. Xaverio melihat Valerie dibantu alat nafas, tangan kiri di infus, dan wajah pucat sedikit memar di ujung bibirnya.

Valerie belum sadar sendari tadi. Emosinya Xaverio memuncak, ia menggertak gigi. Ia tidak akan mengampuni siapapun yang berani melakukan ini pada adik kesayangannya.

Setelah menerima kabar jika Valerie mendapatkan kejadian yang tak mengenakan. Samudra dengan sorot mata dingin segara datang ke Sekolah. Ia tidak memperdulikan rapat penting bersama Klien besar, karena bagi Samudra, Valerie prioritas utama hidupnya.

Siapapun yang melihat Samudra di koridor Sekolah, membuat para murid memberi jalan. Aura mencekam keluar dari tubuhnya.

"Saya akan tuntut sekolah ini karena telah lalai dan membuat putri saya terbaring lemah!" Tegasnya saat masuk ruang Bimbingan Konseling. Tidak ada sapaan sopan, ia kalut. "Apakah keamanan di Sekolah ini patut dipertanyakan?!"

"Pak, tenang dulu. Kami sedang mencari siapa yang berbuat kepada Valerie."

Samudra menggebrak meja, "Bagimana saya bisa tenang! Anak saya hampir sekarat!"

"S-saya tau pak, maka dari itu kita menunggu rekaman CCTV yang sedang disalin. Mereka akan datang sebentar lagi, Pak."

Samudra membuang nafas, ia berdiri, melipatkan kedua tangan di bawah Dada bidangnya.

Suara ketukan datang, semua sontak menatap ke arah pintu. Di sana Kresna datang membawa file CCTVnya. Ia menatap Samudra,

"Dalang dari semuanya." Kata Kresna menyimpan flashdisk di atas meja.

"Terimakasih, Kresna." Ucap Bu Penti —guru kedisiplinan sekaligus menjabat sebagai bimbingan konseling.

"Mari kita lihat siapa yang berani melakukan hal tak terpuji ini!" Suruh Samudra tak sabaran.

Kresna pamit kembali, langkahnya bukan ke kelas. Melainkan keluar sekolah. Albar tetap diam, namun ia tersenyum kecil. Untuk pertama kali selama ia mengenal Kresna. Ia baru melihat raut wajah Khawatir sekaligus emosi atas kejadian menimpa Valerie.

Selagi jalan cepat, Albar mengirim pesan kepada Taksa jika mereka bolos.

"Bajingan! Ngasih tau disaat gue terjebak di ulangan sosiologi!" Sentak Taksa tertahan setelah membaca pesan di bawah meja.

Sampai di Klinik, Kresna berhenti di tiang. Ia mengerutkan kening, melihat Xaverio dan satu pria yang semampai tingginya dengan mereka. Terlihat pria itu sangat marah.

"Liam Payne." Bisik Albar saat mengenal pria itu. "Anak pertama dari keluarga Payne."

Kresna menghela nafas lega, ia pikir, pria itu kekasih Valerie yang sedang mengeluarkan emosi karena Xaverio tidak becus menjaga pujaan hatinya .

Liam menyengkram kerah seragam Xaverio, "Harusnya lo bisa jaga dia! Segimana lo jaga jiwa lo sendiri! Lo tau, Mica orang yang paling berharga di Keluarga gue, kan, Xav!?!"

"Sorry, Li. Gue ceroboh." Xaverio tidak berkutik, ia sangat bersalah.

Liam dengan kasar melepaskan cengkraman, "Kesempatan terakhir buat lo! Jika hal ini terulang lagi, gue nggak akan segan-segan lakuin hal sama ke lo, Xav!"

"Akan gue lakuin segimana gue jaga jiwa gue!"

"Jiwa dibalas jiwa!"

Kresna meneguk ludahnya, mendengar ucapan mereka. Ternyata Valerie memiliki tiga pria dengan begitu protektifnya.

Albar terkekeh, "Mundur setelah tau keluarganya sangat menjaga Valerie?"

"Berisik!" Kresna memutar badannya. Dia lebih baik meninggalkan Klinik, karena percuma dia ada disana.

🍒🍒🍒🍒🍒

Setelah Valerie sadar, Samudra dengan cepat membawa Valerie ke rumah sakit Keluarganya untuk mendapatkan perawatan lebih baik dan tepat.

Valerie tidak diperbolehkan pulang sebelum keadaanya membaik. Di kamar VVIP, Auris berdiri di ujung kasur, Tulip duduk di kasur samping tubuhnya dan Liam menggenggam tangan Valerie.

"Gue sempat kaget lo dikurung sama Danish. Gue pikir lo dianterin sampai kelas sama Xaverio." Jelas Auris memijit pelan kaki Valerie.

Valerie hanya tersenyum kecil. Ia baru sadar, tidak ada Xaverio di ruangan ini. Ia menatap Liam, "Xaverio mana?"

Semuanya diam, tak menjawab.

"Xaverio mana?"

"Dia baik-baik saja, kamu jangan dulu banyak pikiran ya, Mica." Liam mengelus tangan Valerie.

Valerie menyentak tangan Liam keras, "Xaverio mana?!"

"Lagi bicara sama Om Sam." Jawab Tulip menatap Valerie tak enak.

"Bicara apa bicara? Sudah aku katakan! Xaverio nggak salah apapun, Bang! Jangan hukum dia atas kesalahan orang lain!" Kesal Valerie ingin berontak, namun badannya lemas.

Liam mengelus rambut Valerie, "Papa butuh penjelasan langsung dari Xaverio."

"CCTV telah menjadi bukti atas semuanya yang terjadi!"

"Jangan bernada tinggi, Queen Payne!" Tegas suara bariton saat masuk kamar. Tulip dan Auris mundur, untuk keluar dari ruangan. Memberi waktu untuk keluarga Payne menyelesaikan masalahnya.

Valerie berdecih. Samudra mendekat, menepuk bahu Liam, "Beli makanan, kita makan malam di sini. Biarkan Papa yang urus Mica."

Liam ngangguk patuh. Tidak ingin membantah Lucifer dalam keadaan mode on.

🍒🍒🍒🍒🍒

HEYOOOOO! 😍😍😍😍😍

[Quille 1: Valveta] END •ON REVISI•Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang