Jadi...

496 53 0
                                    

Vote yuk !
.
.
.
.
.
.




Mereka semua telah berada di ruangan Chenle. Pria yang terbaring di bangsal itu tengah tertidur lelap.

Jaemin telah turut bergabung untuk menceritakan semuanya. Dadanya begitu sesak ketika lembar terakhir buku itu ia baca .

Flashback

Jaemin mengantarkan nenek Shin menuju ke bangsalnya. Ia dengan hati-hati mendorong kursi roda tersebut menuju ke sebuah ruangan rawat inap

"Ayo nek saya bantu berbaring " ujar Jaemin

Dengan senyum yang indah nenek Shin mengangguk dan mempersilahkan Jaemin untuk membantunya.

Dengan telaten Jaemin mengurus nenek Shin dan membaringkannya di kasur

"Sekarang kamu istirahat disini saja. Pasti sangat berat bagimu untuk melihat orang-orang yang kamu sayang sebelum akhirnya kamu meninggalkannya" ujar nenek Shin

Jaemin mengangguk. Ia tak sanggup bila dirinya harus menatap wajah mereka sebelum hari terakhirnya.

Jaemin pun akhirnya membaringkan diri di dalam kasur yang terletak di sebelahnya.

Ia dan Ziu sudah sempat menemui dokter. Awalnya dokter tak mengijinkan Jaemin untuk mendonorkan jantungnya. Pendonor jantung haruslah berasal dari orang yang sudah meninggal. Tapi Jaemin tetap memaksa dan Ziu terpaksa menyogok dokter tersebut meski dengan berat hati .

Jaemin mulai terlelap. Ia harus segera beristirahat sebelum pagi-pagi buta ia harus bangun dan menyambut ajalnya.

Nenek Shin melihat Jaemin yang tertidur pulas. Ia pun memanggil suster dan menitipkan sebuah buku untuk Jaemin.

"Bila besok aku tiada, berikan buku ini untuk anak bernama Jaemin. " ujar nenek Shin

"Satu lagi, tolong berikan obat bius untuk anak itu. Aku tak ingin ia melihat detik-detik terakhirku"

Suster itu sedikit ragu untuk mengikuti permintaan nenek Shin. Namun karena mereka telah kenal lama, akhirnya suster tersebut menurut. Lagi pula, hari ini adalah hari terakhir bagi nenek Shin.

Setelah memberi suntikan bius pada Jaemin, nenek Shin segera berpindah ruangan. Beruntunglah Jaemin tak terbangun tiba-tiba.

Ia merasa tubuhnya mulai melemah dan nafasnya kian tercekat. Hampir setiap hari ia merasakan hal ini dan setiap hari pula ia akan dipasangkan alat medis untuk membantunya tetap bernafas

Nenek Shin memiliki penyakit komplikasi. Ia sudah berada di rumah sakit ini selama bertahun tahun. Tak ada kemajuan. Ia lelah, ia kesepian dan ia bosan bergantung nyawa pada alat-alat medis itu.

Sudah waktunya ia pergi. Sudah waktunya ia melepas nyawa yang kesakitan ini. Pergi jauh ke alam lain, dimana ia bisa merasa lebih baik.

Tak ada keluarga , nenek Shin hidup sebatang kara. Bergelimang harta tapi selalu kesepian.

Tak ada yang menjenguknya. Hanya sesekali notarisnya yang datang untuk sekedar mengajaknya berbincang ringan.

Pemakaman untuk dirinya ia urus sendiri dengan bantuan notaris nya. Semua kekayaanya ia sumbangkan untuk yayasan dan panti asuhan.

Mungkin ini karma untuknya karna semasa dulu ia begitu egois. Selalu mengejar harta bahkan melupakan sanak keluarga yang entah kini dimana.

Ia terlalu kalap akan dunia. Mungkin, sudah seharusnya kini ia melakukan sedikit hal baik. Semoga saja, bisa berguna untuk orang lain.

Benar saja, tepat pukul 3 pagi, nenek Shin meregang nyawa . Sesuai dengan surat pernyataanya bahwa ia akan mendonorkan jantungnya untuk seorang anak bernama Zhong Chenle, operasi pun akhirnya dijalankan .

Dan Jaemin? Ia masih terlelap akibat obat bius yang ia terima

Flasback off

"Aku benar benar berhutang budi padanya " ujar Jaemin dengan air mata yang meluncur mulus dari kelopak matanya

"Bahkan aku belum sempat berterimakasih padanya " ujar Ziu yang kini turut menitihkan air mata. Ia merasa beruntung dan begitu berterimakasih pada Tuhan karena telah mengirimkan orang-orang baik untuk putranya.

"Mungkin kalau kondisi Chenle sudah lebih baik. Kita bisa mengunjungi makam nenek itu sekedar untuk mengirimkan doa." Renjun

Mereka semua mengangguk serentak

"Oh iya, tadi Chenle nanyain lo " ujar Haechan

Jaemin mengernyit bingung

"Apa katanya?" Jaemin

"Dia bilang, jagain Zena buat dia. "

"Jangan ngaco deh. "

"Chenle sudah mengiklaskan hubungan kalian nak" ujar Ziu

"Tapi tante, saya sama Zena tuh cuma temen "

"Iya temen. Temen tapi demen" ujar Haechan yang diikuti gelak tawa

"Tapi tante, kalau om kembali.. " Zena nampak ragu

Suasana tiba-tiba kembali hening.

"Tidak nak, tidak perlu takut padanya. Ia sudah terlalu sering menjadikan kita budak. Sudah seharusnya kita berani bertindak. Dia bukan Tuhan yang bisa mengatur segalanya " ujar Ziu dengan sorot marah

Zena hanya mengangguk pelan. Sepertinya, Ziu tak main-main dengan ucapannya dan dilain sisi Zena mulai tau kalau hatinya bukanlah untuk Chenle melainkan untuk sosok lain



💕💕💕




Salju turun dengan cantiknya. Seorang pria bermantel tebal itu terlihat tersenyum sembari menangkap salju yang berjatuhan.

Seperti anak kecil, tapi ia tak malu akan hal itu. Salju hari pertama memang menjadi salah satu hal wajib yang tak boleh dilewatkan.

"Aku rindu masa-masa dulu." ujarnya saat melihat sepasang pengantin baru yang terlihat bermain-main salju

Tanpa disadari ia tersenyum dan kemudian melangkah pergi menuju ke apartemennya.

Mempersiapkan barang barangnya sebelum ia kembali ke tanah kelahirannya. Indonesia

.
.
.
.
.
.

Udh vote nya ?

EVERYTHING FOR YOU ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang