Warisan

273 37 0
                                    

Vote dulu yuk..
.
.
.
.


Chenle nampak begitu terkejut karena disini juga ada saudara-saudaranya yang lainnya .

Ada apa sebenarnya ini?

"Apa-apaan nih? "

"Kita yang nyulik lo " ujar Jaemin dengan ekspresi datarnya

"Kenapa? " tanya Chenle tak mengerti

"Nih.. Baca sendiri "

Jeno menyerahkan sebuah kertas yang langsung diterima oleh Chenle

Pria itu membulatkan matanya terkejut

"Warisan?"

"Ya, mama sama papa masih memiliki usaha properti di Bali. Dan semua itu dilimpahkan ke elo. Itu kan ga adil, kita juga anak mereka. Tapi kenapa cuma lo yang dapat?" Haechan

Chenle begitu terkejut akan ucapan saudaranya itu. Jadi karena harta semua ini terjadi?

"Kalian nangkep gue cuma karena harta warisan ini? Kalian udah gila hah? Sejak kapan kalian jadi gila harta kayak gini " Chenle menatap nyalang namun ia menahan emosi di dalam dirinya.

"Kita bukan gila harta. Kita cuma mau keadilan " Renjun kini bersuara

"Kalau emang itu mau kalian , it's okay, ambil aja semua harta itu. Gue ga perduli sekalipun gue ga kebagian. "

"Bagus deh kalau kayak gitu. Bagian lo bisa kita bagi rata setelahnya" Jaemin

Chenle tersenyum miris "udah kelar kan? Gue mau pulang. Mama Yeri pasti khawatir sama gue."

"Engga juga sih"

Yeri kini memasuki ruangan tersebut. Sepertinya ia tadi menidurkan Yena di dalam salah satu ruangan

"Mama ngapain disini?"

"Ngambil hak Yena lah. "

"Mama kerjasama dengan mereka?"

"Ini demi Yena "

Chenle semakin terkejut akan situasi ini. Mereka ternyata sama saja. Dan manusia semuanya sama, mudah terlena akan harta dan melupakan hati nurani.

"Fine, silahkan bagi rata sekarang. Gue pergi "

"Tunggu" Zena menahan tangan Chenle yang hendak melangkah pergi.

"Apa?"

"Tanda tangani surat ini"

Chenle memejamkan matanya erat. Bahkan Zena juga sama. Ia menyesal karena tadi mengkhawatirkan gadis di hadapannya ini

Dengan segera Chenle mengambil pulpen yang tergeletak di atas meja dan menandatangani surat perjanjian tersebut.

"Kalau kalian cuma mau tanda tangan gue, ga perlu pakek acara culik-culikan gini. Apalagi sampai nyiapin hal buat nakut-nakutin gue. Buang-buang waktu tau ga sih"

Chenle benar-benar muak. Ia hanya ingin keluar dari tempat ini dan mencari udara segar.

Kali ini tak ada yang melarangnya untuk pergi. Sepertinya, rasa persaudaraan mereka benar-benar berakhir saat ini.





🔅🔅🔅






Malam semakin larut dan suasana taman kota mulai berangsur sepi. Namun hal itu tak membuat seorang remaja yang duduk di ayunan itu tergerak untuk melangkah pergi.

Dinginnya angin malam tampaknya tak mampu menembus kulitnya yang hanya ditutupi oleh baju kaos tipis. Karena saat ini, yang jauh lebih mendominasi adalah rasa panas karena emosi di dalam dirinya.

Setetes air mata lolos dari matanya dan tak lama disusul oleh tetesan lainnya.

Dialah Chenle, seorang remaja yang tengah merasa kesepian di dunia yang luas ini.

"Gue bener-bener ga nyangka kalau mama Yeri dan saudara gue yang lainnya ternyata gila harta. Semua perjanjian dan hangatnya kebersamaan kayaknya ga ngaruh kalau sudah berhadapan dengan uang. Dunia yang gila." monolognya

Pria itu kemudian merebahkan tubuhnya di ayunan panjang yang terbuat dari besi itu.

Ia menatap langit malam yang dihiasi bintang serta bulan purnama.

"Malam ini cuacanya indah. Tapi sayang perasaan gue justru gundah dan penuh akan kekecewaan"

Chenle tersenyum miris

"Ma.. Dulu mama pernah bilang kalau aku harus menjadi anak yang paling bahagia di dunia ini. Tapi kini aku justru menjadi anak yang paling menyedihkan._

_Mama dulu selalu memanjakanku, hingga aku menjadi seorang anak manja yang penuh kesombongan. Tapi kini aku tau, semua itu karena mama menyayangiku._

_Mama juga selalu melakukan apapun untukku. Mama selalu bilang jika 'everything for you dear' dan kini aku tau jika semua itu benar-benar nyata adanya._

_Ma.. Jika waktu bisa kuulang kembali. Aku ingin.. Bahkan pengennnn banget untuk merubah diri aku. Menjadi anak yang lebih baik dan ga nyusahin mama. Chenle pengen banget jadi anak yang berbakti dan membuat mama bangga.-

-Bahkan hingga saat ini, Chenle ga pernah ngasih apa-apa untuk mama. Chenle tak lebih dari sekedar beban untuk mama. "

Chenle kini memegangi dada kirinya yang kini berdetak kencang

"Karena penyakitku, mama jadi susah. Karena penyakitku juga, mama jadi menghabiskan banyak uang yang berakhir berhutang. Dan karena aku pula, rumah penuh kenangan itu sudah disita. Aku hanya menjadi benalu di hidup mama. Maafkan aku ma.."

Air mata kembali menetes dikala Chenle kembali bernostalgia.

Ia kini mentap gelang hitam yang melekat di tangannya. Tulisan namanya yang begitu indah membuatnya nyaman untuk menatap gelang itu berlama lama..

"Aku tidak bisa menyalahkan saudara-saudaraku. Mereka memang berhak atas itu. Hanya saja, aku merindukan kebersamaan The Dream yang lama. Aku rindu canda dan tawa kita. Aku juga rindu saat-saat kita berjuang bersama demi sesuap nasi dan segelas air. "

Chenle menghapus air matanya kasar. Rasanya sudah habis tenaganya untuk menangis. perutnya juga menggerutu minta diisi. Namun ia tak ingin beranjak untuk mencari makan.

"Sepertinya aku akan tidur disini. Semoga saja malam ini tidak ada hujan yang turun. Ah untuk malam ini saja, kumohon dengarkan aku alam"

Chenle kemudian memiringkan tubuhnya. Ia meringkuk untuk mengurangi rasa dingin dan mencoba untuk mulai terlelap.

"Semoga besok semua akan baik-baik saja" harapnya
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Padahal chenle yang tidur di luar, kok aku yang dingin ya..

Tim ga bisa tidur tanpa selimut ada ga?

Vote ya , terimakasih..

EVERYTHING FOR YOU ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang