51

713 80 304
                                    

"Jujur..... sebenernya gue gak yakin tadi. Terus Dion bilang kalo gue yang menang, gue yang berhak atas Nadia sepenuhnya. Dia bakal ngejauh dari Nadia dan gak bakal ganggu lagi," sahut Al di seberang sambungan.

"Terus?" tanya Dika sambil menatap Rara dan Thalita bergantian.

"Gue terimalah. Ini kesempatan bagus kan? Kalo gue menang, Nadia bakal nurut sama gue dan gak bakal deket lagi sama tuh cowok gak jelas."

Mendengar jawaban Al, sontak Rara mengalihkan pandangannya keluar Cafe. Entah mengapa dia merasa Al begitu peduli pada Nadia, melebihi seorang sahabat.

"Terus kapan kalian balapannya?" tanya Dika lagi.

"Dua hari lagi..... malem minggu. Gue minta tolong sama loe ya, jangan kasih tau Rara soal ini. Gue gak mau dia khawatir."

Dika menatap Rara yang juga sudah terdiam menatapnya. Sedangkan Thalita mengelus pelan lengan Rara, memberikan dukungan pada gadis itu.

"Ya udah, gue tutup dulu ya. Gue mau balik dulu. Ehh..... loe masih di rumah Nadia?" ucap Dika.

"Iya. Dia ngambek sama gue karna nrima tantangan Dion. Gue harus ekstra ngebujuk dia ini. Dia gak tau aja gue khawatir banget sama dia kalo dia masih deket sama tuh anak geng motor."

Karena tak ingin Rara mendengar lebih lama lagi omongan Al, Dika pun akhirnya memilih mengakhiri telepon Al. "Iya. Ya udah ya..... gue tutup dulu."

"Oke."

Dika lalu menyimpan kembali ponselnya. "Gue harap loe gak salah paham, Key."

"Gue bukan orang bego, Dik. Al udah bertindak sejauh ini tapi gak minta pendapat gue. Dia malah gak pengen gue tau. Ini udah keterlaluan...... Balapan itu bahaya, Dik. Apalagi lawannya si Dion yang udah jagonya," tutur Rara.

"Loe tau Dion?" tanya Dika.

"Ketua geng Rajawali kan, yang suka balapan dan jadiin cewek sebagai taruhannya..... yang suka nglecehin cewek taruhannya kalo dia menang," sahut Rara.

Dika meraup wajahnya kasar. "Gue gak nyangka kalo loe tau."

"Kalo Al menang, itu artinya Nadia bakal jadi miliknya kan," ucap Rara.

"Key, mungkin maksud Al gak gitu," tutur Thalita mencoba menenangkan.

"Jujur aja ya, Ta.......... gue capek sama sikap Al yang kayak gini. Tiap kali ada sesuatu yang berkaitan dengan Nadia, Al gak terbuka sama gue," ucap Rara.

"Tapi gue berani jamin kalo Al itu beneran serius sama loe, Key," sahut Dika.

"Dik, loe harus bawa gue liat balapan itu diem-diem ya..... jangan sampe Al tau. Gue takut dia kenapa-napa. Kalo dia menang, gue gak akan muncul di sana di hadapan dia, gue janji," ucap Rara.

***

Rara masih berada di rumah Om sampai malam hari. Waktu Isya sudah berlalu tapi Al yang mengatakan akan menjemput sore, tak kunjung datang. Sedangkan Rara menghabiskan waktunya di dalam kamarnya saja karena Om dan Tantenya belum kembali.

Terdengar suara pintu kamarnya di ketuk. Lalu Rara pun segera membukanya.

"Non, ada Den Faldo di bawah," ucap Bibi.

"Faldo?..... Oke, Bi. Tumben dia gak ngabarin dulu kalo mau dateng," sahut Rara.

Lalu mereka pun berjalan turun. Bibi berbelok ke dapur, sedangkan Rara menuju ke ruang tamu.

"Udah tidur?" tanya Faldo saat Rara sudah duduk di dekatnya.

Rara menggeleng.

"Udah makan belum?" tanya Faldo lagi.

Kita (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang