66

732 60 135
                                    

Kantin tampak ramai saat ini. Tepatnya setelah pengumuman kelulusan ditempelkan pihak sekolah di mading. Nilai tertinggi diraih Al kembali, bahkan terpaut selisih lumayan jauh dari Rara yang berada di posisi kedua. Rara dan Juna mempunyai nilai yang sama, hanya selisih di koma saja. Dan itu menjadikan Juna harus puas berada di peringkat ketiga.

Al mentraktir siapa saja siswa yang datang ke kantin saat dia dan para sahabatnya sedang berkumpul di sana. Cowok yang kemarin percaya diri akan meraih nilai tertinggi itu pun bisa berbangga diri karena berhasil membuktikannya. Rara bahkan sampai tak habis pikir. Mereka selalu belajar bersama, dan Al sering tak serius saat belajar. Tapi dengan mudahnya suaminya itu justru mendapatkan nilai lebih tinggi darinya. Gadis itu sepertinya memang harus mengakui kecerdasan sang suami.

Al menatap Rara sebentar. Dan setelah sang istri mengangguk, Al pun berdehem. Atensi para sahabat pun beralih padanya.

"Kenapa, Al? Mau traktir kita lagi ntar malem?" tanya Adit.

"Pikiran loe isinya gratisan mulu' sih, Dit! Loe gak bakalan dapet cewek kalo gak berubah juga," sahut Dika.

"Gue mah santai, Dik..... belum pengen pacaran dulu," balas Adit.

"Ya iyalah, emang gak ada cewek yang suka sama loe..... jadi wajar loe belum pengen pacaran," ucap Raffi sambil terkekeh.

Yang lainnya pun tertawa. Dan Adit yang ternistakan hanya bisa mengumpat dengan raut wajah kesalnya.

Setelah tawa mereka reda, Al kembali berdehem lalu mengambil sesuatu dari dalam tas sekolahnya. Para sahabatnya hanya memperhatikan cowok itu. Dan mereka pun membelalakkan mata setelah satu per satu mendapatkan undangan pernikahan bersampul biru dengan foto Al dan Rara di sana.

"Anjirrrrrr..... loe berdua mau kawin beneran?!" pekik Adit.

"Nikah, dodol!" sentak Fani.

"Seperti yang kalian liat," ucap Al. Cowok itu lalu meraih jemari Rara dan menggenggamnya.

Para sahabat membuka undangan itu, lalu membacanya sebentar. Dika kemudian menatap Al tak percaya.

"Loe beneran seserius ini, Al?" tanya Dika, yang kemudian diangguki oleh Al. "Anjirrr..... gak nyangka sih gue kalo loe beneran serius sama niat loe."

"Ini MBA atau gimana ini kalian? Maaf, kalo gue suudzon..... tapi ini apa gak kecepeten sih?" tanya Bima berusaha jujur dengan pikirannya.

Al tersenyum. "Gak kok, kita belum nglakuin yang aneh-aneh. Gue jamin sahabat loe ini masih segelan, Bim."

"Terus, loe udah kebelet nikah apa gimana nih?..... Atau loe mutusin nikah karna waktu itu gue mergokin kalian ya?" tanya Fani.

"Mergokin apa, Fan? Mereka ngapain emang?" tanya Faldo.

Fani lalu memberikan isyarat lewat dua jari telunjuknya yang dia tempelkan. Rara sontak menunduk malu. Sedangkan Al justru tertawa melihat isyarat jari Fani.

"Waktu ujian kemarin, keluarga gue sama keluarga Rara udah ketemuan buat bahas pernikahan kami. Karena kesibukan orang tua kami dan juga..... Rara pengen pernikahan kami bisa di hadiri Faldo sebelum dia berangkat kuliah ke luar, kami memutuskan menggelar pernikahan sebelum pendaftaran kuliah dimulai," tutur Al.

"Jadi karena udah fix, kalian jadi berani cipokan di sekolah gitu?" balas Fani.

"Fani, bisa gak ngomongnya gak gitu?" ucap Faldo.

Fani menoleh pada Faldo, lalu menampilkan cengirannya. "Iya deh, gue diem aja."

"Yang pengen nikah muda kan gue, kenapa jadi loe sih yang bentar lagi nikah," decak Dika menatap Al kesal.

Kita (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang