20

973 149 584
                                    

Al masih tak bergeming. Sedangkan Rara terlihat penasaran menunggu ucapan Al selanjutnya.

"Ya udah deh, aku mau tidur aja," ucap Rara menatap Al malas.

Al berdehem sebentar, lalu mulai bicara. "Gue minta..... loe tau batasan kalo sama Faldo."

Rara menatap Al lekat. Mencoba menyelami mencari arti dari raut wajah sang suami. Ada apa dengan Al, kenapa dia bisa bicara begitu? Pertanyaan-pertanyaan seperti itu yang muncul di kepala Rara.

"Kenapa?..... Seperti yang pernah aku bilang dulu, sedeket apapun aku sama Faldo, hubungan kami hanya sebatas kakak adik. Kamu gak percaya?" ucap Rara.

"Gue gak percaya sama Faldo. Gue pernah temenan sama dia waktu SMP, dan dia gak akan kasih perhatian lebih ke cewek kalo cewek itu gak spesial buat dia," terang Al.

"Faldo gitu juga kok ke Fani, bukan cuma ke aku aja," sahut Rara.

"Tapi cuma loe yang jadi alesan dia gak mau lanjutin kuliah ke luar kan..... dia gak mau jauh dari elo," ucap Al.

"Kok kamu tau?" tanya Rara menyipitkan matanya.

"Apa-apaan juga dia manggil Mertua gue dengan sebutan Ibu," protes Al.

Rara kemudian meledakkan tawanya. Al berdecak kesal dan hanya menatapnya malas.

"Apa itu juga alesan di balik sikap kamu yang kemarin-kemarin jadi beda? Kamu nguping obrolan aku sama Faldo ya?" tanya Rara.

"Gak usah banyak omong loe. Lakuin aja apa yang gue minta," jawab Al.

"Kak..... kamu bisa percaya sama aku kalo kamu gak bisa percaya sama Faldo. Yang jelas, sedeket apapun aku sama dia, hubungan kami gak akan pernah jadi
seperti apa yang kamu pikirin," terang Rara.

"Gue pegang omongan loe ya. Awas aja loe kalo boong," sahut Al.

Rara tertawa kecil. "Tapi sedeket-deketnya aku sama Faldo, dia gak pernah tuh sampe nginep di rumah kalo Om Tante gak ada."

"Loe nyindir gue?" ucap Al mengernyit sambil memandang Rara.

"Kesindir? Ya..... bagus kalo ngerasa," kata Rara mengendikkan bahunya.

"Loe cemburu sama Nadia?" tanya Al.

Rara memutar bola matanya malas, lalu merebahkan tubuhnya di ranjang. "Persahabatan harus ada batasannya kan, seperti yang Kakak bilang tadi."

Al lalu ikut naik ke atas ranjang. Dia berbaring miring menghadap Rara, menumpukan sikunya untuk menyangga kepalanya. "Gue gak pernah tuh kecup-kecup Nadia di tempat umum."

Rara tau Al balik menyindirnya. "Terus... ngecupnya pas lagi berdua doang, gitu?"

"Loe tuh ya, jangan ngadi-ngadi! Gue gak gitu sama Nadia," kata Al membela diri.

"Tapi Kakak pernah lho gak nepatin janji karna lagi sama dia," ucap Rara sambil memandangi langit-langit kamar.

"Kok jadi bahas Nadia sih?" sahut Al.

"Faldo juga Nadia itu sama Kak..... sama-sama sahabat yang berarti untuk masing-masing dari kita. Kalo ini masih mau dibahas, pasti gak akan ada abisnya. Sekarang aku nanya Kakak..... kamu maunya kita gimana?" ucap Rara memiringkan tubuhnya menghadap Al.

"Mau itu boleh?" balas Al tersenyum jail.

"Itu apa?" tanya Rara bingung.

"Jatah gue," jawab Al enteng.

Rara lalu melempar guling tepat mengenai wajah Al. "Janjinya apa kemarin?"

Al menyingkirkan guling itu dari wajahnya lalu dipeluknya guling itu. "Ya kan nanya doang. Lagian lucu aja liat ekspresi muka loe kalo bahas yang beginian." Lalu Al tertawa.

Kita (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang