62

659 60 218
                                    

"Non, ini ada Den Faldo dateng," ucap Bibi setelah mengetuk pintu kamar Fani.

"Ya, Bi," sahut Fani pelan, tapi masih bisa terdengar sampai keluar kamar.

"Silahkan masuk, Den..... Non, saya tinggal ke bawah dulu," ucap Bibi. Lalu wanita paruh baya itu beranjak pergi.

Faldo membuka pintu kamar Fani lalu masuk diikuti Rara dan Al di belakangnya.

"Gimana keadaanmu hari ini? Masih mual gak?" tanya Faldo.

Fani yang tadinya memejamkan mata, sekarang membukanya karena mendengar suara Faldo. "Cuma tadi pa-.........." Ucapan gadis itu terhenti karena melihat sosok Rara di dekat Faldo. Tiba-tiba saja Fani menangis.

Faldo segera duduk di ranjang di dekat Fani, lalu merengkuh tubuh lemah itu ke pelukannya. Rara yang melihat kerapuhan gadis seceria Fani pun hanya bisa ikut meluruhkan air matanya.

Al mengelus pundak Rara lalu memberi isyarat agar Rara mendekat pada Fani. Rara pun mengangguk, kemudian melangkah mendekati Fani yang terisak di pelukan Faldo.

"Jangan nangis lagi ya. Udah cukup kamu nangis, sayang. Aku ada di sini juga..... kamu jangan sedih lagi ya," ucap Rara sambil mengusap air mata Fani.

"Aku udah kotor, Ra..... aku udah rusak..... aku udah gak punya harga diri lagi," isak pilu Fani.

"Sssttt..... kamu gak boleh ngomong gitu ya. Kamu itu gadis baik..... gadis sempurna..... sahabat terhebat..... sahabat terbaikku," ucap Rara.

"Aku ngerasa udah jadi cowok terbejat dan terbrengsek sedunia. Jangan nangis lagi ya..... Papi udah atur semuanya. Kamu bisa tenang sekarang..... jangan takut lagi ya," ucap Faldo.

"Aku malu buat ketemu Rara..... Aku ngerasa udah gak punya harga diri lagi," lirih Fani yang menyembunyikan wajahnya ke dada Faldo.

"Rara sayang sama kamu. Dia khawatir banget kamu sakit lagi kayak gini. Dia dateng buat semangatin kamu. Dia gak akan pernah ninggalin kamu," ucap Faldo sambil mengelus rambut Fani. "Ngobrol bentar sama dia ya?"

Cukup lama untuk Fani mau mengangguk. Faldo memberi isyarat pada Rara untuk mendekat. Setelah itu Faldo melepaskan pelukannya dan berdiri. Rara kemudian menggantikan posisi Faldo tadi. Fani pun segera memeluk sahabat baiknya itu.

"Maafin aku karna udah ngehindar dari kamu..... Aku malu, Ra," lirih Fani di sela tangisnya.

"Udah ya nangisnya. Mata kamu udah bengkak gini loh," bujuk Rara. Lalu dia pun mengusap air mata Fani. "Kasian ponakanku kalo Mamanya nangis terus gini."

"Kamu gak malu sahabat kamu hamil di luar nikah gini?" lirih Fani.

"Kamu gak sengaja nglakuin kesalahan karena dijebak orang. Kita harusnya masih bersyukur karna kamu nglakuin itu sama Faldo. Dia pasti bakal terus di samping kamu, jagain kamu terus. Aku yakin, Faldo sama Papi bakal nglakuin yang terbaik buat kalian. Gak perlu sedih lagi..... apalagi nangis sampe mata bengkak gini. Semuanya udah terlanjur terjadi, gak ada gunanya di sesali. Sekarang waktunya buat kalian berdua mikirin ke depannya harus gimana," ucap Rara.

Faldo dan Al hanya diam memperhatikan dua gadis itu. Bagi mereka, sosok Rara adalah sosok gadis yang berpikiran luas dan dewasa. Dua cowok itu sama-sama mempunyai rasa sayang yang besar untuk Rara. Hanya dalam bentuk yang berbeda.

"Papi udah selesai urus surat-surat buat kita nikah. Akad nikah kita diadain sebelum ujian minggu depan," ucap Faldo.

"Syukurlah kalo semua udah siap. Berarti habis nikah, Fani tinggal sama Abang dong," ucap Rara.

"Gak, Ra. Aku belum siap kalo ada orang lain curiga kalo nantinya tau aku tinggal di rumah Faldo," sahut Fani.

"Fan, setelah nikah nanti, kamu udah jadi tanggung jawab aku, bukan lagi Papa dan Mama. Aku harus terus jagain kamu di kondisi kamu yang seperti sekarang," ucap Faldo.

Kita (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang