HAPPY READING❤
CMIIW~
••••Keadaan ruang tamu yang ditempati lima orang itu hening. Semuanya nampak diam dengan pikiran masing-masing.
Saat ini yang terlihat berfikir keras adalah Arion. Ya, kenyataan ini diarahkan untuknya. Ia mengelola baik-baik apa yang dikatakan oleh kakeknya tadi.
"Apa kamu mau marah sama Mamah, Arion?" tanya Arin sendu hingga memecahkan keheningan. Ia sudah berfikiran sedari tadi bahwa anaknya pasti akan marah besar karena ia menyembunyikan kenyataan ini bertahun-tahun.
Arion tampak menatap ibunya sekejap. Lalu ia menghela nafas, menatap lurus pada pria yang katanya adalah ayah kandung darinya.
"Kalian nunggu kasih kenyataan ini di umur Arion ke delapan belas, kan?"
Semua mengangguk pelan.
"Arion rasa, keputusan itu ada untungnya. Di umur delapan belas sekarang, mungkin kalian berfikir bahwa Arion akan bersikap dewasa mengetahui kenyataan ini. Dan sekarang, itu benar. Arion gak akan terlalu ambil emosi saat ini. Arion gak akan besar kepala, dan Arion gak akan marah sama kalian."
"Di sini gak ada yang perlu Arion salahkan. Semua gak ada yang jahat. Semua berjalan sesuai jalan yang Tuhan berikan. Mungkin itu adalah takdir Arion dan kalian." Arion tersenyum tipis walaupun di dalam lubuk hatinya tersimpan rasa kecewa yang begitu besar.
"Arion akan terima kenyataan ini dengan baik. Sudah cukup kalian merasakan pahitnya cobaan waktu itu, dan sekarang Arion gak mau buat kalian menerima semua kemarahan Arion."
"Walaupun berat buat percaya. Tapi semua udah jelas saat ini," imbuhnya.
Arion menatap kakeknya. "Arion berterima kasih sama Kakek karena udah mau membantu Arion selama ini. Arion gak tau akan jadi apa kalo dulu Kakek gak bantu kehidupan Arion."
Regan tersenyum. Tangannya kembali menepuk-nepuk pundak sedikit rapuh cucunya. "Jangan berterima kasih. Kakek akan selalu memberikan yang terbaik."
Arin beringsut. Mendekat ke arah anaknya, lalu memeluknya erat. "Maafin Mamah kalo selama ini Mamah nyembunyiin rahasia sebesar ini sama kamu, Arion."
"Mah, Arion gak papa. Gak usah minta maaf." Arion mengelus punggung ibunya berusaha menenangkan.
Setelah Arin tenang dan mulai menguraikan pelukannya. Arion menatap dua pria paruh baya yang sedari tadi diam.
"Pah."
"Arion. Maafkan Papah. Mungkin selama ini Papah selalu menyakiti hatimu," ujar Leon. Sungguh, tak ada niatan ia ingin terus-terusan membedakan Arion dengan Reyland.
Arion terdiam. Rasa tak suka dengan Leon sedari dulu memang masih ada. Tetapi Arion juga merasa bahwa atas rasa sakit yang diberikan itu, dirinya bukan lagi menjadi cowok yang bergantung pada orang tua. Dia menjadi lelaki yang dewasa, mandiri dan selalu tak mau menyusahkan orang. Arion juga tahu, bahwa dulu memang dia lelaki yang susah diurus, bandel, dan selalu membuat masalah. Mungkin, atas itulah Leon selalu membedakannya dengan Reyland. Reyland adalah pribadi cowok baik. Dia rajin sekali belajar, pintar, dan dewasa. Bahkan Leon selalu mengajarkannya tentang bisnis agar Reyland menjadi penerus perusahaannya. Tetapi kini tidak ada lagi Reyland, dan Leon pun beralih memaksa Arion agar menjadi penerusnya, tetapi Arion dulu selalu menolak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Married for a will [END]
Teen FictionTentang kehidupan Vella, gadis SMA yang harus menikah dengan lelaki bernama Arion. Pernikahan yang diawali karena adanya sebuah pesan terakhir dari sang kekasih yang telah kembali kehadapan sang maha Kuasa. Juga sudah memang sebuah rencana dari ked...