part 24 -maling

44 3 3
                                    


Hari sudah gelap pertanda waktu sudah malam. Namun Fateh, Tio, Joan dan Nino masih berada di lapangan basket di sekolah Albina.

Karena sebentar lagi akan di adakan pertandingan basket. sabtu depan ada pertandingan basket antar sekolah, dan Fateh akan melawan sekolah Albina kristen.

Sudah setiap tahun nya sekolah Albina akan bertarung lalu yang menang akan mewakilkan nama Albina untuk pertandingan antar kota lalu provinsi.

Sebenarnya tadi Fateh dan teman-teman nya berlatih bersama pak Septian sebagai pelatih basket sekolah Albina. Namun pak Septian dan anak-anak basket yang lain nya sudah pulang lebih dulu dan menyisakan Fateh dan teman-teman nya.

Fateh yang baru saja memasukkan bola ke ring berjalan melipir ke pinggir lapangan. Duduk di pinggir lapangan sembari menetralkan napasnya yang tersenggal-senggal. Malam yang dingin tak terasa karena Fateh berkeringat. Keringat nya mengucur membuat bajunya basah.

Meski begitu Fateh masih terlihat tampan, bahkan jauh lebih tampan dan keren. Apalagi di saat Fateh menegak minum membuat jakun nya naik turun.

"Bagi dong," sahut Tio meminta air minum Fateh. Fateh menyerahkan air putih yang tinggal setengah botol itu pada Tio kemudian Tio menegaknya hingga tandas.

Joan dan Nino ikun duduk di dekat Fateh, mereka beristirahat sejenak karena sejak tadi mereka berlatih dengan keras.

"Kebayang nggak sih kalau kita udah nikah terus punya anak, gue pengen kita sama anak-anak kita main basket bareng nanti," Fateh berucap tiba-tiba sambil menatap kearah lapangan.

Nino menepuk pundak Fateh pelan, "masih muda bro. Punya anak masih lama kali."

"Ck ya nika muda lah."

"Nggak gampang nikah muda man, nikmati saja masa muda dulu," ucap Tio menimpali.

"Tapi janji ya, kita bakal main basket bareng sama anak kita," kata Fateh menatap satu persatu wajah teman nya yang mengangguk.

"Gampang itumah."

Fateh menatap lurus kedepan, di kepalanya berputar perhalusinasian. Fateh membayangkan dirinya menikah dengan Kinara dan memiliki anak yang lucu-lucu dan menggemaskan.

Sedang asyik berhalu ria, wajah bunda Afida muncul sambil berkata, "jangan terlalu memikirkan gadis yang bukan marom. Dosa!"

Fateh tersadar lalu menggeleng dan berusac istigfar dalam hati. Joan menatap heran Fateh yang tengah geleng-geleng.

"Lo kenapa dah?"

Fateh membuka mata dan tersadar sepenuhnya bahwa dirinya masih berada di lapangan, "nggak. Pulang yuk."

Fateh dan teman-teman nya berjalan menyusuri koridor sekola yang sepi, hari semakin malam dan waktu menunjukan pukul 21:24.

Nino memeluk lengan Fateh, tiba-tiba bulu kuduk nya berdiri. Nino merasa merinding, "ini sekolah serem juga ya," ucap nya sambil menatap sekeliling yang sepi.

Fateh yang risih menghempaskan tangan Nino agar terlepas dari lengan nya. Namun Nino semakin mengeratkan pelukan nya.

"Lo kayak cewek aja. Lebay lo!" sarkas Fateh berusaha melepaskan pelukan Nino.

Sedangkan Joan dan Tio sudah saling berpelukan di belakang Fateh. Fateh berdecak sebal melihat teman-teman nya yang penakut. Perut boleh sixpack keberanian 0 persen. Badan keker, anak basket, digilai banyak cewek tapi penakut. Apa kabar kalau para siswi Albina tahu, bisa turun reputasi.

Fateh berjalan melangkah kearah parkiran dimana motornya terparkir membiarkan Nino bergelayut manja di lengan nya.

Belum sampai parkiran mereka terkejut mendengar suara benda jatuh begitu keras. Nino memeluk lengan Fateh lebih lebih erat, begitupun dengan Joan dan Tio yang semakin berpelukan.

"Ah elah. Kucing kali, penakut amat," Fateh menghela lelah melihat ketiga sahabatnya.

"Ka-kalo bukan kucing gimana?" Tio menatap takut ke sekeliling.

"Udah ayok balik."

Mereka pun menaiki motor masing-masing, baru saja menayalkan motor seseorang berbaju hitam lari melewati mereka. Awalnya mereka bengong namun Fateh dengan sigap berlari mengejar orang berbaju hitam tersebut.

Sayang nya orang itu terlalu cepat berlari, sampai Fateh tidak bisa mengejarnya. Di belakang ada Nino, Tio dan Joan yang ikut mengejar.

Napas mereka ngos-ngosan. Sialnya mereka kehilangan jejak.

"Sial. Tadi itu kayak maling," ujar Tio sambil mengatur napasnya.

"Dia keluar dari ruangan kepsek," ucap Fateh. Ia mengingat jelas bahwa orang itu keluar dari ruangan kepsek.

Fateh berjalan kearah kantor kepsek, ia terus berjalan tanpa menghiraukan teriakan ketiga teman nya.

"Teh. Woy lo mau kemana?"

Tidak ada pilihan lain untuk ketiga teman nya Fateh selain kembali menyusul Fateh.

Sesampai nya di ruangan itu, Fateh membuka pintu ruangan kepsek hanya untuk memastikan bahwa tidak ada yang hilang dari ruangan tersebut.

"Teh. Jangan lah, kalo beneran maling terus ada yang hilang nanti kita yang di salahin," ucap Joan memberi usul.

Namun Fateh kekeh membuka pintu, dan mereka terkejut karena ada orang di dalam.

"Pak Tomy!"

❤❤❤❤❤❤❤❤



Hi Ukhti [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang