Pertandingan telah selesai dan dimenangkan oleh sekolah Albina. Kinara menunggu Shakila di dalam toilet.
Kinara menundukkan kepalanya seraya memainkan sepatu berwarna putih yang dipakainya.
Kinara terkaget saat tiba-tiba ada seseorang yang menarik tas ranselnya dan menggeret nya menjauh.
"Lepas. Siapa kamu."
"Aku cuma mau ngobrol."
Suara yang tak asing terdengar membuat Kinara menurut dan mengikuti cowok berpakaian serba hitam serta memakai masker berwarna hitam.
Bahkan Kinara meninggalkan Shakila di dalam toilet.
Tak lama setelah kepergian Kinara. Shakila keluar dari dalam toilet sembari menyisir rambutnya memakai jarinya.
Kinara terdiam sesaat. Menoleh kanan dan kiri, mencari Kinara yang tak terlihat oleh matanya.
Tak lama ponselnya berdering menandakan pesan masuk. Shakila membuka layar ponselnya dan melihat pesan dari Kinara.
Kinara
Maaf Shakila. Aku pulang duluan.
Itulah pesan singkat dari Kinara yang memberitahu Shakila bahwa dirinya sudah pulang lebih dulu.
Shakila mencebik. Memasukkan kembali ponselnya kedalam saku roknya.
Akhirnya Shakila berjalan keluar untuk mencari taxi. Hari semakin gelap, Shakila berdiri di depan gerbang untuk mencari taxi.
Sedangkan Fateh dan teman-teman nya sedang asik mengobrol sambil berjalan.
Tristan yang melihat Shakila, seketika senyumnya mengembang.
"Gue duluan ya," ucap Tristan sembari berjalan mundur.
Fateh dan yang lainnya tersenyum penuh arti.
"Sukses bro," sahut Nino berteriak.
"Jangan lupa berdoa. Yang itu agak ganas bro," tambah Fateh.
Yang lain tertawa mendengar celetukan Fateh. Shakila memang galak tapi hanya pada Fateh.
Tristan berbalik badan seraya mengacungkan jempolnya.
Shakila yang mendengar suara ramai dibelakangnya berbalik badan. Melihat kearah Tristan yang berjalan kearahnya.
"Belum balik?" tanya Tristan basa-basi.
Shakila memutar bola matanya, "ya. Lo pikir aja sendiri, kalau gue udah balik yang berdiri di depan Lo siapa?"
Tristan tertawa pelan, "ya, siapa tahu mbak kukun," jawab Tristan.
"Mbak kukun siapa?" tanya Shakila bingung.
"Mbak Kunti maksudnya," balas Tristan enteng.
Mata Kinara melotot sempurna, "Lo ngatain gue Kunti?!"
"Santai dong, gue kan cuma berasumsi," ujar Tristan seraya memasukkan tangan nya kedalam saku celananya.
"Lagian Lo ngapain disini sendirian? Ini udah mau magrib, kata orang dulu ini adalah waktunya Kunti cari mangsa," kata Tristan menakut-nakuti.
Shakila memegang tali tasnya erat. Wajahnya menyiratkan ketakutan, "Lo serius?" tanya Shakila tak percaya.
"Bahkan bukan cuma Kunti aja. Ada juga Wewe gombel yang suka ngulik," ucap Tristan semakin menakut-nakuti.
"Aaah Tristan. Gue mau pulang, nih taxi kenapa sih. Kenapa gak ada yang lewat coba," gerutu Shakila.
Tristan menahan tawanya melihat wajah ketakutan Shakila.
"Mau magrib gini mana mungkin ada taxi yang lewat, udah ya. Gue sibuk, permisi," Tristan berbalik badan. Bibirnya menghitung tanpa suara.
"Tristan," panggil Shakila.
Tristan kembali berbalik badan menghadap Shakila.
"Anterin gue pulang dong," pinta Shakila.
"Anterin Lo?" Tristan menunjuk kearah Shakila lalu menaruh telunjuk nya di dagunya seakan berpikir, "mau gak ya."
"Ayo dong Tris. Masa Lo tega ngebiarin cewek sendirian."
"Ini bukan tega gak tega ya, Maslahnya-" Tristan menggantung ucapan nya, menatap Shakila menunggu reaksinya.
"Ayolah Tris. Anterin gue pulang," pinta Shakila memohon.
"Yaudah ayo kalau Lo maksa," kata Tristan meng-iyakan.
"Motor gue disana," ujar Tristan berjalan kearah motornya di ikuti oleh Shakila.
"Aduhay. Yang mau boncengan," ucap Tio menggoda Shakila yang sedang menaiki motor Tristan.
"Hati-hati Tris. Yang itu macan nya ganas. Lindungin deh kepala sama pundak Lo," teriak Fateh memperingati Tristan. Pada kenyataannya, Fateh memang tahu betul kebiasaan Shakila jika sedang di bonceng.
Shakila sering kali memukul kepala atau pundaknya kalau kecepatan motornya menambah.
"Diam deh. Harusnya Lo yang nganterin gue, kita kan tetangga," ucap Shakila tak mau kalah seraya memakai helm nya.
"Sorry-sorry nih ya, gue trauma ngebonceng Lo," ucap Fateh.
Tristan menoleh kebelakang, menatap Shakila was-was.
"Lo gak bakal pukul kepala gue kan?" tanya Tristan was-was.
"Berisik. Buruan keburu magrib nih," gerutu Shakila.
Akhirnya Tristan menarik pedal gas dan beranjak dari sana.
Fateh menatap motor Tristan yang semakin menghilang di jalanan, tersenyum tipis lalu bergumam, "boleh gue coba nih triknya."
"Weey Jo," seru Nino heboh saat Joan datang menghampiri mereka.
Joan tersenyum senang, "selamat ya atas kemenangan nya."
Fateh menarik tangan Joan lalu memeluknya ala laki-laki dan di ikuti oleh Tio dan Nino.
"Magrib nih," ujar Nino saat mendengar adzan.
"Solat yu di masjid depan," ajak Fateh.
"Sorry teh. Gue gak ikut ya," ujar Joan iseng.
"Siapa juga yang ajak Lo," kekeh Fateh, "gue ngajak yang merasa muslim aja," lanjut Fateh.
Semua tertawa, "yok lah. Lo bagian beresin sendal aja Jo. Lumayan pahalanya gede," usul Nino.
"Emang tuh pahala berlaku buat umat kristen?" tanya Tio bingung.
Fateh tertawa keras, "make dipikirin lagi. Soal pahala serahin aja sama yang di atas," seloroh Fateh
"Yoi. Ayolah, habis itu kita kulineran bareng. Udah lama banget nih gak ngumpul."
Malam itu mereka menghabiskan waktunya bersama. Waktu yang mungkin tidak akan terulang lagi.
____________________________
Tim Shakila-Tristan?
Salam peluk online🤗
KAMU SEDANG MEMBACA
Hi Ukhti [END]
Ficção AdolescenteMuhamad Fateh Fazal, saudara kembar Muhammad Fathan Fazal. Meski kembar mereka memiliki sifat yang bertolak belakang. Fathan lebih kalem dan pendiam sedangkan Fateh lebih pecicilan dan ekspresif. Suatu ketika, Fateh bertemu dengan seorang wanita ber...