part 37 -cemburu

43 3 2
                                        


"Wanita bisa dengan mudah menyembunyikan rasa cinta nya, namun sangat bodoh menyembunyikan rasa cemburunya."

_________________

Pertandingan berakhir dengan kemenangan di raih oleh tim Fateh.

Penglihatan Fateh menangkap Kinara dengan Fathan. Bukan mereka berdua objek Fateh. Tapi, tangan mereka yang saling menggenggam.

Dari kejauhan tidak terlihat sapu tangan milik Fathan. Fateh menangkap mereka saling menggenggam tangan.

Tim Fateh di beri selamat oleh pemilik sekolah lalu sesi foto. Selama sesi foto netra hitam legam Fateh tidak lepas dari Kinara dan Fathan.

Fateh melepas headband yang dia pakai. Memasukan nya kedalam kantong celananya. Hatinya terasa tercubit.

Pemuda itu memberi kode pada kedua teman nya untuk keluar dari lapangan. Sesuai kesepakatan tadi, Fateh dan kedua teman nya akan menemui Joan.

Fateh dan kedua teman nya berjalan menjauh meninggalkan lapangan. Padahal di lapangan masih ramai dan masih banyak siswi yang ingin berfoto dengan nya.

Rasanya Fateh ingin segera pergi dari lapangan tersebut untuk menghindari penglihatan nya agar hatinya baik-baik saja.

❤️❤️❤️❤️❤️

Lama mencari Joan. Akhirnya mereka menemukan Joan di gudang belakang. Sebatang rokok terselip di antara jari telunjuk dan tengah nya.

Mereka menghampiri Joan. Tio yang langsung merebut rokok di tangan Joan. Membuang lalu menginjaknya.

Joan menatap nyalang Tio. Menarik kerah baju Tio kasar, "maksud Lo apa nyet!"

Nino dan Fateh berusaha menenangkan agar Joan melepaskan cengkraman nya pada kerah Tio.

"Lo kalau lagi ada masalah cerita. Jangan jadiin rokok sebagai pelarian!"

Joan memang bukan perokok. Bahkan pemuda itu menghindari yang namanya toko. Cita-cita nya yang membuat Joan tidak merokok. Sama seperti Nino, Tio dan Fateh.

Joan melepaskan cengkraman nya. Namun mata hazel nya masih menatap Tio tajam.

"Jo. Kita mau Lo terbuka, why?"

Tatapan Joan beralih kearah Fateh. Tatapan nya tidak setajam tadi.

"Jo. Kalau Lo ada masalah, cerita sama kita. Jangan kayak gini," Nino menambahi membuat Joan menatap ketiga nya.

Pemuda bermata hazel itu menghela napas berat. Enggan untuk menceritakan.

"Kalau ini tentang club basket. Gue udah berusaha bilang ke bokap, tapi sorry Jo. Gue nggak bisa," Tio berucap lirih. Membujuk papah nya bukan lah hal yang mudah.

"Percuma Yo. Bokap gue udah nggak ngizinin gue main basket," ucap Joan.

Sekarang mereka tahu kenapa Joan terlihat se-frustasi itu. Menjadi pemain basket adalah cita-citanya. Papah nya memang melarang, tapi Joan selalu berusaha keras agar papah nya bisa percaya bahwa Joan bisa bermain basket tanpa merusak nilai sekolah nya.

"Jo. Kita tahu ini berat, tapi jangan menjauh Jo. Kita bisa cari jalan keluarnya," hibur Nino.

"Jalan keluarnya. Gue mau kita cari tahu tentang malam itu," kata Joan.

"Jo. Ingat, pak Tomy minta kita untuk diam. Jangan ikut campur, biarkan pak Tomy dan pak Septian yang urus," ucap Fateh.

"Lagi pula sebentar lagi kita ujian. Lo harus fokus sama nilai ujian Lo biar bokap Lo bisa mempertimbangkan," tambah Nino.

Hi Ukhti [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang