part 68 -Kemenangan.

23 6 1
                                    




Semua anak basket berjalan membawa piala mereka dengan hati bangga. Tujuan mereka saat ini adalah makam Fateh.

"Kinara," Shakila memanggil Kinara yang sedang berjalan keluar gerbang.

Shakila menghampiri Kinara. Menarik Kinara agar bergabung dengan mereka.

"Ikut kita yuk."

"Kemana?"

"Makam Fateh."

Kinara terdiam sebentar. Netranya menatap Fathan yang sedang menatap nya intens. Perlakuan Shakila seperti tidak terjadi apa-apa di antara mereka.

Padahal mereka baru saja berbicara hal yang mungkin membuatnya sakit hati.

"Jangan banyak mikir. Ayok," ajak Tristan menjentikkan jarinya didepan wajah Kinara.

Kinara menggeleng, "maaf. Aku ada urusan jadi tidak bisa ikut."

Iya. Kinara memang memiliki urusan, hari ini dia dan Oma nya akan mengurusi keberangkatan nya ke Australia.

"Urusan apa Ra?" tanya Shakila penasaran.

Kinara terdiam. Belum ada yang tahu tentang keberangkatan nya terkecuali Tristan. Lusa dia sudah akan berangkat.

Tristan yang peka Kinara tidak mau menjawab pun mengalihkan pembicaraan, "takut keburu ujan nih. Kita berangkat aja yuk."

"Ra. Beneran gak mau ikut?"

Kinara menggeleng.

"Yaudah kalau gak mau gak usah di paksa," celetuk Tio.

"Yok lah. Ngabisin waktu disini," tambah Joan.

Saat semua anak basket sudah siap. RIo menghampiri mereka, "selamat untuk kemenangan nya," ujar Rio namun semua diam mereka semua tahu bahwa papahnya yang telah membunuh Fateh.

Ada yang masih belum bisa menerima.

"Kita mau ke makam Fateh. Ikut?" Ajak Tristan. Bagaimana pun Rio tidak begitu salah, dia juga korban keegoisan papah nya.

Rio menggeleng, lalu tersenyum, "gue baru aja abis dari sana."

"Abis minta maaf Lo?" Celetuk Joan sinis.

"Gue mau pamit sama kalian semua. Gue mau lanjut sekolah di Jerman."

"Baguslah kalau begitu. Populasi anak bandel di sekolah kita berkurang," cibir Nino.

"Udah lah. Yok pergi, keburu sore ntar," sahut anak basket berkulit sawo matang.

"Yok lah."

Mereka semua pergi. Sedangkan Fathan, Tristan dan Shakila masih disana.

"Ra. Kita pergi ya," pamit Shakila dan Tristan mereka berdua pun ikut menyusul yang lain.

Fathan menatap Kinara intens. Sebenarnya ada yang ingin Fathan tanyakan. Beberapa pertanyaan mengganggu pikirannya.

Namun Fathan tak ada nyali untuk bertanya. Dia memilih pergi tanpa mengatakan sepatah kata pun.

Kinara menghela napas pelan. Saat kakinya melangkah Rio menahan nya.

"Ra-"

"Gue minta maaf-"

Kinara terkekeh pelan, "ini maaf untuk keberapa kalinya ya?" ucap Rio seakan berpikir.

Rio ikut terkekeh.

"Yo. Kejadian kemarin membuat aku tahu satu hal yang gak pernah aku tahu selama ini, dan aku percaya di setiap kejadian pasti ada hikmahnya."

Rio mengangguk pelan, "iya, kejadian kemarin juga membuat aku tahu satu hal-" Rio menggantungkan ucapan nya.

Menatap manik Kinara dalam, "kalau ternyata kamu adalah Claudia Albina," lanjut Rio.

Kinara menatap balik manik Fathan, wajahnya menampilkan ekspresi bingung, "kamu tahu?"

Rio mengangguk, "ini gue cau. Lio."

Netra Kinara membelalak sempurna, "kamu Lio?" tanya Kinara tak percaya.

"Senang kembali bertemu dengan mu Claudia."




____________________________





Anak basket berdiri mengelilingi makam Fateh dengan piala di atas makam Fateh.

"Di final basket ini kita menang Teh."

"Keingin Lo untuk menang agar pak Septian masih bertahan menjadi pelatih basket di sekolah tercapai Teh."

"Kita ingin persembahkan kemenangan ini untuk Lo. Lo pernah bilang kan kalau kita menang di final nanti Lo bakal ngerayaain ini semua dengan makan bersama dengan anak panti."

"Besok kita mau makan bareng anak panti meskipun itu tanpa Lo Teh."

Mereka semua berbicara seakan Fateh ada di depan mereka dan mendengarkan mereka.

Fathan menarik napas panjang, "gue dan keluarga ingin berterima kasih sama kalian semua."

"Terima kasih telah menerima adik gue dengan baik. Selama ini gue selalu perhatiin dia. Dia kelihatan bahagia saat sama kalian dibanding gue kakak kembarnya sendiri."

"Meskipun kembar. Gue dan Fateh memiliki sifat yang bertolak belakang, ketika Fateh sama kalian dia kelihatan lebih bebas dan ceria."

"Dia selalu tertawa di kantin. Latihan basket dengan giat, dan itu berkat kalian. Terima kasih."

Nino menepuk pundak Fathan pelan, "Fateh udah kayak keluarga buat kita."

"Kalau begitu mari kita berdoa menurut kepercayaan masing-masing. Berdoa di mulai," ujar Rendy memimpin doa.

Semua hanyut dalam suasana dan mulai bisa menerima kepergian Fateh. Walaupun berat, tapi ini sudah jalan nya.

Nama Fateh akan selalu ada di hati mereka. Semua kebersamaan nya bersama Fateh sudah menjadi kenangan yang berharga bagi mereka.

Fateh anak baik walaupun rad tengil. Tapi dia benar-benar baik. Yang tenang disana anak baik.

Insyaallah tempatmu adalah tempat terindah.


_________________________




Malam ini aku bakal up Ending nya. Hah ending? Iya ending, aku memutuskan untuk menyelesaikan cerita ini malam ini.

Pantengin terus cerita ini ya😔 sedih sebenarnya harus berpisah dengan kalian😔

Tapi gak papa. Di tunggu ya malam ini🤗 salam peluk online🤗



Hi Ukhti [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang