❤Kamu bukan anakku❤Kinara duduk tak tenang di kursi tunggu rumah sakit, di depan nya ada Zara. Adik tirinya itu mondar mandir bak setrikaan di depan Kinara.
"Duduk Zara," ucap Kinara menyuruh adik nya untuk duduk.
Zara mendelik, gadis itu menatap tak suka pada Kinara, "kakak nggak tahu seberapa khawatir nya aku sama bunda," jelas Zara masih berdiri enggan untuk duduk.
"Kakak tahu, kakak juga khawatir sama bunda," jelas Kinara yang juga mengkhawatirkan bunda nya.
Zara terkekeh, "untuk apa kakak khawatir? Dia bukan siapa-siapa buat kakak, dia bunda aku!" ucap Zara menegaskan.
Kinara menahan air mata nya yang hendak jatuh, sebenci itukah adik nya padanya?
"Siapapun dia, dia tetap bunda aku Zara. Aku juga khawatir dan takut," suara Kinara bergetar saat mengatakan itu karena gadis itu menahan tangisan nya.
"Untuk apa kakak takut? Kakak masih punya keluarga. Harusnya aku yang takut, aku hanya punya bunda, cuma bunda yang aku punya saat ini. Jadi tolong, pergi. Biarkan kami hidup dengan tenang," tutur Zara. Gadis itu menatap Kinara dengan derai air mata.
"Aku akan pergi setelah memastikan bunda baik-baik saja," putus Kinara.
"Keluarga pasien bernama Zillah?" seorang dokter laki-laki keluar dari ruang pemeriksaan.
"Saya anak nya dok," ucap Kinara dan Zara bersamaan.
Zara menatap Kinara, "saya anak nya dok," ucap Zara menegaskan.
Dokter melihat Zara dari atas sampai bawah, "berapa usiamu?" tanya sang dokter pada Zara.
"15 tahun dok," jawab Zara.
"Apa kamu memiliki keluarga lagi?" Zara menggeleng.
Tatapan dokter tersebut beralih pada Kinara, "saya juga anaknya dok," ucap Kinara.
"Baik, siapa namamu?" tanya dokter tersebut.
"Kinara dok."
"Baik Kinara kamu bisa ikut saya?" Kinara mengangguk sedangkan Zara menggeleng keras.
"Dok. Tapi saya anak kandung nya," jelas Zara tak terima, dokter tersebut memberi kode pada Kinara agar mengikutinya, bukan nya tidak peduli pada Zara tapi, Zara belum cukup dewasa.
❤❤❤❤❤
"Tapi bunda saya bisa sembuh kan dok?" tanya Kinara. Kinara sangat syok mendengar penjelasan mengenai penyakit yang di derita oleh bundanya, Zillah.
"Insyaallah, mungkin tidak sembuh total, tapi melakukan Hemodialisis bisa memberikan kekebalan pada tubuh," jelas sang dokter.
"Kapan kita bisa melakukan nya dok?"
"Saya akan memberikan per-tanggal nya, dan ini resep obat yang harus di tebus," Kinara menerima kertas yang di berikan dari dokter tersebut kemudian pamit pergi untuk menebus obat dan membayar biaya rumah sakit.
Setelah selesai menebus obat dan membereskan administrasi, Kinara kembali ke ruangan rawat dimana bundanya tengah di rawat.
Saat masuk Kinara mendapat tatapan dari Zara dan bunda nya Zillah.
Kinara tersenyum melihat Zillah yang sudah siuman, "bunda," panggil Kinara seraya mendekat ke arah brankar.
"Apa kata dokter?" tanya Zillah tanpa menoleh kearah Kinara.
"Bunda."
"Apa kata dokter Nara?" wanita paruh baya yang memakai hijab berwarna biru dongker itu kembali bersuara menanyakan hal yang sama tanpa menatap kearah Kinara.
"Dokter," Kinara ragu untuk bilang.
"Apa Nara?" Zillah benar-benar tidak sabar.
"Dokter akan memberikan jadwal untuk melakukan hemodialisis," jelas Kinara.
"Gagal ginjal?" tanya Zara menahan air matanya.
Kinara mengangguk lemah membuat Zillah terdiam menatap kosong.
"Bunda tenang aja, bunda pasti sembuh kok. Pasti, Nara sudah tebus obat nya bunda pasti sembuh," ujar Kinara sembari menyodorkan kantung plastik berisi obat yang tadi ditebus nya.
"Kakak yang nebus obat itu?" tanya Zara.
Kinara mengangguk pelan, "kakak juga yang bayarin rumah sakit?" lagi-lagi Kinara mengangguk.
"Aku udah bilang kan, kita nggak akan pernah mau nerima apapun dari kalian!"
"Zara."
"Berapa semua ya?!"
"Zara."
"Berapa semuanya kak?!"
Karena kesal tak mendapat jawaban dari Kinara. Zara merebut kertas yang ada di tangan Kinara, di kertas tersebut tertulis jumlah biaya rumah sakit juga obat.
"Aku memang tidak punya uang, tapi, aku akan kembalikan uang kakak secepatnya!"
Kinara menggeleng, "nggak perlu Za. Ini juga untuk bunda."
"Dia bunda aku!" kata Zara menegaskan.
"Dia bunda ku juga."
"Aku bukan bunda kamu Nara! Kamu bukan anakku, pergi. Pergi Nara, kami janji akan segera mengembalikan uang nya!"
"Nggak bunda, nggak perlu," jelas Kinara menahan tangisnya, rasanya sesak mendengar penuturan Zillah yang menyakitkan.
"Keluar Nara. Saya tidak mau lagi berurusan dengan kalian, pergi. Saya tidak mau melihat kamu lagi."
Kinara bergerak mundur, air matanya luruh tanpa diminta, sungguh sesak mendengarnya. Bundanya tidak mau lagi melihat nya.
Kinara meninggalkan ruangan tersebut dengan air mata yang membanjiri pipi nya.
Kinara tidak benar-benar pergi, di depan pintu tubuh Kinara luruh. Gadis bermata sipit itu memeluk lutut nya dan mengeluarkan tangis nya di sana.
Terdengar suara deheman membuat Kinara mendongak melihat siapa yang berdehem nya.
Seketika Kinara menghentikan tangis nya, mata sipit nya membulat untuk meyakinkan dirinya siapa orang di depan nya ini.
"Fathan."
❤❤❤❤❤
Hari ini aku update terus🤗 semoga suka.
Salam peluk online❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Hi Ukhti [END]
Fiksi RemajaMuhamad Fateh Fazal, saudara kembar Muhammad Fathan Fazal. Meski kembar mereka memiliki sifat yang bertolak belakang. Fathan lebih kalem dan pendiam sedangkan Fateh lebih pecicilan dan ekspresif. Suatu ketika, Fateh bertemu dengan seorang wanita ber...