part 47 Duka.

18 3 1
                                    



Jangan menyalahkan seseorang atas nama kematian. Karena kematian adalah hal yang sudah di takdirkan.


_________________________

Kematian adalah hal yang pasti, kita sebagai manusia tidak ada yang bisa lari dari sebuah kematian. Kita pun tidak bisa mencegah kematian. Karena, garis finish manusia adalah kematian.

Keadaan duka menyelimuti pemakaman bunda Zillah. Gundukan tanah merah itu di peluk erat oleh Zara, suara tangisan Zara sangat menyiratkan kesedihan mendalam.

Kinara jongkok di samping Zara. Mengusap pelan punggung Zara, tak ada penolakan, sepertinya Zara sudah tak mampu berontak mendapat usapan maupun pelukan dari Kinara.

Karena memang hanya sebuah pelukan lah yang Zara butuhkan saat ini.

Kinara pun tak banyak bicara, dia juga merasa sedih. Belum sempat memperbaiki hubungan nya dengan bunda Zillah adalah penyesalan nya saat ini.

"Selamat jalan bunda. Beristirahat lah dengan tenang di taman surga. Nara akan menjaga Zara."

❤️❤️❤️❤️❤️❤️

Kini tersisa Kinara dan Zara di pemakaman. Semua sudah pulang, Oma Ralin, mama Reva, om Marco dan Marcel juga sudah pulang.

Oma Ralin berbaik hati memberikan Kinara waktu bersama Zara.

Masih dalam keadaan seperti tadi, Zara yang memeluk makam bunda Zillah dengan erat dan Kinara yang berjongkok sembari mengelus punggung Zara.

"Zara. Ini sudah sore, mendung juga. Kita pulang ya."

Zara menggeleng, "gak. Aku gak mau pulang, kalau kakak mau pulang silahkan."

"Kita harus pulang. Kita bisa kesini lagi nanti," usul Kinara. Suaranya serak, sepertinya Kinara banyak menangis hari ini.

"Aku kan udah bilang, gak. Kakak pulang aja!" Sentak Zara menyorot tajam Kinara dengan mata yang ber-air.

"Zara-"

"Buat apa aku pulang, disana gak ada siapa-siapa. Aku udah gak punya keluarga," sarkas Zara.

"Aku apa?" Tanya Kinara. Gerimis sudah mulai Kinara rasakan.

"Kakak bukan siapa-siapa!" Tegas Zara.

"Aku kakak kamu Zara."

"Bukan. Kita tidak sedarah," sinis Zara.

"KAMU," Zara menunjuk wajah Kinara, "KAMU YANG UDAH BIKIN HIDUP AKU DAN BUNDA HANCUR. KAMU DAN KELUARGA TERPANDANG ITU YANG SUDAH MEMBUAT KITA SEPERTI INI." Zara berteriak di depan wajah Kinara meluapkan semua yang dia rasakan.

"Kalau aja waktu itu keluarga kamu tidak menghina bunda. Om Rega pasti masih ada. Om Rega dan bunda tidak akan mengalami kecelakaan."

"Dan, kalau aja kamu gak tinggal di rumah, mereka gak akan terus menyakiti bunda."

Tiba-tiba Zara tertawa setelah mengatakan semuanya pada Kinara, tawa yang begitu menyakitkan bagi Kinara.

"PERGI! AKU BENCI KAMU!"


❤️❤️❤️❤️❤️❤️

Keadaan duka juga menyelimuti keluarga Fathan dan Fateh. Umi Atika di makam kan di pemakaman yang sama dengan bunda Zillah.

Afida masih saja menangisi kepergian umi Atika. Tak ada anak yang tidak bersedih ketika kehilangan sosok ibu. Jadi, wajar bukan jika Afida terus menangis bahkan sampai memeluk batu nisan.

Fathan dan Fateh kini tengah berdiri memandang sedih bundanya. Mereka memakai kemeja hitam, tak lupa kacamata hitam yang bertengger di hidung mancung mereka.

Keadaan hening. Hanya di isi oleh tangisan Afida. Farhan tak pernah melepaskan tubuh Afida di dalam pelukan nya, sebagai suami dia harus menenangkan Afida.

"Sayang, udah ya. Kita pulang," ajak Farhan kesekian kalinya.

Dan kesekian kalinya pula Farhan mendapat gelengan dari Afida.

Farhan menghela lelah, disana hanya tinggal Afida, Farhan dan kedua anak mereka Fathan dan Fateh.

Abi Yusuf sudah pulang. Abi benar-benar tak ingin berlama di pemakaman hanya untuk menangisi istrinya itu. Karena itu mungkin hanya akan membebani umi Atika.

Sedangkan Firman. Kakak Afida itu pun sudah pulang bersama abi Yusuf dan istrinya.

Farhan menangkup wajah Afida. Menatap dalam manik Afida, menghapus setiap tetes air mata yang jatuh dengan ibu jarinya.

"Dengarkan mas, kamu harus ikhlas. Dengan ikhlas umi akan tenag disana, jangan menangis kesayangan mas. Percaya, kita akan bertemu lagi dengan umi suatu saat nanti."

Perkataan Farhan berhasil membuat Afida menghentikan tangisnya. Afida memeluk Farhan erat.

"Aku bisa ketemu lagi sama umi?"

Farhan mengangguk, membalas pelukan Afida tak kalah eratnya, "Allah sayang sama umi. Allah gak mau lihat umi kesakitan lagi, makanya Allah ambil umi dari kita. Ikhlas ya, umi udah gak sakit lagi."

Ya, benar apa yang Farhan bilang. Selama ini umi Atika menderita karena penyakit nya. Dan sekarang umi Atika sudah tidak merasakan sakit lagi.

"Pulang ya," Farhan kembali mengajak Afida pulang, dan kali ini Farhan mendapat anggukan dari Afida.

❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️


gimana? Sedih gak sih?

Disini ada yang mau tahu tentang cerita Afida dan Farhan gak? Kalau mau baca cerita mereka bisa langsung baca di aplikasi dream ya🤗 judul nya Mata Hati. Cari aja, atau bisa cari di mfitriyanii17.

Salam peluk online❤️












Hi Ukhti [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang