part 33 -bazar amal

32 5 3
                                    


"Maaf karena mencintaimu secara diam-diam. Aku sungguh tak punya nyali. Sebut saja aku si pengecut."

________________




Pagi-pagi sekali Fateh sudah rapih memakai kemeja kotak-kotak berwarna hijau botol yang tidak dikancing dengan kaus polos berwarna hitam sebagai dalaman.

Bagaikan tertimpa hujan uang. Wajah Fateh amat berseri bak sakura yang tengah mekar. Sepertinya hari ini adalah hari kebahagian nya.

Di meja makan Fateh hanya mendapati kedua orang tuanya. Tidak ada Fathan. Karena Fathan sudah berangkat pagi-pagi buta.

"Bunda. Ayah," sapanya riang.

Afida menatap pura bungsunya, "seneng banget kayak nya anak bunda."

"Fateh berangkat ya," pamit Fateh menyalami punggung tangan kedua orang tuanya.

"Nggak sarapan dulu?" Tawar Farhan.

"Nggak Yah. Nanti di sekolah juga dapat nasi kotak," ujar Fateh berjalan mundur kemudian berbalik dan mengucap salam, "wassalamu'alaikum."

Afida geleng kepala melihat kelakuan putranya itu. Sifat Fateh itu menurun dari Mika. Tidak ada satu pun sifat Fateh yang menurun dari Farhan dan Afida.

Mungkin Fathan. Anak sulung Afida itu memiliki sifat pemalu dan kalem seperti Afida. Namun di balik sifat nya itu Fathan amat cerdas dan tegas seperti ayah nya. Farhan.

Lima belas menit waktu yang di butuhkan Fateh untuk menempuh perjalanan. Setelah sampai, pemuda itu memarkirkan motornya di parkiran sekolah diantara jajaran motor murid lain nya.

Dalam acara bazar amal tahun ini banyak sekali acara yang akan di selenggarakan dari mulai jual beli, pertunjukan basket, futsal, fashion show dan acara puncak yaitu acara drama anak kelas sepuluh.

Fateh juga mengikuti satu acara yaitu basket. Jika kemarin bertanding basket untuk mewakili sekolah. Kali ini bertanding untuk memenangkan uang yang sudah dijanjikan oleh pihak pemilik sekolah, yang nantinya uang itu akan di sumbangkan ke panti asuhan.

Oh ya, ngomong-ngomong soal pemilik sekolah. Fateh sudah pernah melihat nya. Wanita paruh baya bernama Ralina Rosalin Albina. Istri dari Rasyanda Albina. Rasya sudah meninggal dua tahun yang lalu. Itu saja yang Fateh tahu, selebih nya dia juga tidak terlalu peduli.

Tapi kabar nya, nyonya Ralin akan datang ke sekolah memberikan selamat untuk pertandingan kemarin sekaligus menghadiri bazar amal. Dan kabarnya beliau tidak datang sendiri, beliau akan hadir dengan anak nya dan cucunya.

Sudah banyak murid yang datang. Fateh berjalan kearah ruangan Pak Septian karena anak basket akan kumpul disana.

Fateh berjalan santai sembari bersiul di koridor sekolah. Banyak siswi yang terang-terangan menyapa Fateh yang di tanggapi dengan senyum tipis oleh pemuda itu.

Menghentikan langkah kaki lebarnya, mata hitam legam nya menangkap sosok Joan yang berjalan berlawanan arah. Kemarin Fateh tak sempat bertemu dengan Joan. Joan juga tidak memberikan ucapan selamat pada nya dan akhir-akhir ini juga Joan seperti tengah menghindar darinya dan teman-teman nya.

"Jo." Fateh mencoba menyapa saat Joan berjalan mendekat. Namun pemuda berkulit hitam manis itu seperti tak mendengan dan acuh.

Berjalan lurus melewati Fateh tanpa menoleh sedikit pun. Tanpa berniat mengejar Joan. Fateh lebih memilih melanjutkan perjalanan nya meskipun pikiran nya terus memikirkan tentang Joan.

Fateh berpikir mungkin Joan masih sedih karena di keluarkan dari club basket. Mungkin nanti dia dan teman-teman nya akan menghibur Joan.

♥️♥️♥️♥️♥️♥️

Di sisi lain Kinara tengah sibuk menyiapkan untuk acara bazar terlebih dahulu. Dibantu oleh Fathan dan Rendy.

Kinara tengah mencatat beberapa dagangan. Semua murid mulai berdagang dan membeli. Itu di lakukan oleh kelas sepuluh.

Kelas sebelas dan dua belas bagian membeli. Perdagangan kali ini adalah pernak pernik yang terbuat dari barang yang sudah tidak di pakai dan itu adalah ide Kinara.

Kinara sangat suka mengolah kembali barang bekas menjadi barang yang bermanfaat. Kinara itu creative.

Kinara juga yang membuat nya jauh-jauh hari bersama anggota OSIS di bantu anak kelas sepuluh.

"Ide kamu bagus juga. Dan saya suka."

Kinara yang tengah mencatat sembari memperhatikan beberapa barang menoleh menatap pemuda di samping nya yang sedang bersedekap dada. Fathan.

Dari samping Fathan terlihat tampan dengan balutan kemeja kotak-kotak berwarna hijau botol. Sama persis dengan yang di pakai Fateh. Bedanya Fateh tidak di kancing sedangkan Fathan di kancing rapih dengan lengan yang dinaikan sampai di bawah siku pemuda itu.

"Lihat. Banyak yang tertarik, padahal itu terbuat dari barang bekas. Dengan begini kita akan mendapat kan banyak dana."

Kinara tersenyum tipis, ini pertama kali nya Fathan berbicara panjang dengan nya meskipun tanpa menatap dirinya. Pandangan Fathan lurus.

"Ini juga berkat kerja keras kita," ujar Kinara.

Fathan menoleh memandangi wajah Kinara yang tengah menatap lurus ke depan, "Ara?" Panggil Fathan pelan.

Kinara menoleh, mengernyitkan kening.

"Saya boleh panggil kamu Ara?" Tanya Fathan pelan.

Kinara mengangguk, "tidak masalah."

Fathan tersenyum manis. Sangat manis, membuat Kinara beristigfar seketika. Membuang muka dan kembali melihat kearah stand yang begitu ramai.

"Saya minta maaf," ucap Fathan tulus.

Kening Kinara mengkerut. Menatap Fathan dengan tatapan penasaran.

"Minta maaf untuk apa?" Bingung Kinara.

"Maaf karena telah mencintaimu."

Kinara meluruskan pandangan nya. Menoleh kearah Fathan, memastikan apakah itu adalah ucapan Fathan dan Kinara tidak salah dengar.

"Maaf telah mencintaimu diam-diam selama ini. Maaf selalu memperhatikan mu diam-diam selama ini."

Kinara diam. Di sekitar nya ramai, namun Kinara merasa hening. Ucapan Fathan begitu mendadak membuat Kinara menahan napas.

"Maaf." Itu adalah kata terakhir yang Fathan ucap kan sebelum Fathan pergi meninggalkan Kinara yang mematung tanpa tahu harus berbuat apa.

Kejadian nya begitu cepat sehingga Kinara tidak dapat mencerna. Kinara terus terdiam dan tanpa sadar bahwa ada Fateh di sana yang mendengar semuanya.

♥️♥️♥️♥️♥️

Tim Fateh-Kinara atau Fathan Kinara? Komen ya😀 untuk seru-seruan aja. Author ingin tahu seantusias apa kalian sama cerita ini🤗

Salam peluk online😘

Hi Ukhti [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang