17. Lampu Merah

458 116 166
                                    

Dia duduk di depan kap mobil seraya menunduk melihat sepatu slip on bermotif   putih polos yang membungkus kakinya, sesekali bersiul melirik arloji melekat di pergelangan tangan kirinya. Megan mengerutkan dahi mendengar suara mesin mobil dari arah belakang. Dia menengok, melihat kendaraan buggati sport menepi disamping mobilnya. Aura ketidasukaan kental terlihat dari raut wajah Megan saat Aksa keluar dari Buggati-nya.

"Kenapa lo pagi-pagi ke sini?" Megan langsung menyerang Aksa dengan pertanyaan sembari mengawasi gerbang rumah Yasmin yang masih tertutup. Dia sudah berdiam diri sejak 15 menit lalu di depan rumah Yasmin untuk mengajak gadis itu pergi ke sekolah bersamanya.

Satu alis Aksa terangkat. "Daripada elo--mangkal pagi-pagi depan rumah orang! kayak tukang angkot aja," balas Aksa datar dan dingin. Dia memencet bel rumah Yasmin.

"Lo suka sama Yasmin?" Megan berdiri di belakang Aksa.

Aksa memutar kepalanya, melayangkan tatapan tajam mengiris kedua bola mata lawannya sampai Megan berdehem memalingkan wajah ke arah lain.

"Kalau lo suka sama Yasmin, gue juga suka sama dia. Gue berhak kan suka sama dia?" Megan kembali lagi menatap wajah Aksa yang kini sudah membalikan badan menghadap dirinya.

Aksa menarik napas berat, menjunjung tinggi dagunya mengamati tampilan Megan dari atas sampai bawah sambil memasukan kedua tangannya ke dalam saku celana. "Mau saingan sama gue, hmm? besarin otot dulu, benerin badan lo." Aksa tertawa meremehkan dengan khas suaranya yang santai, kalem, namun berhasil mengoyak kepercayaan diri Megan.

Harga dirinya dipertaruhkan. Megan diam-diam melirik otot lengan milik Aksa dan proporsi tubuh lawannya yang tak sebanding dengan yang ia miliki. Selayaknya orang yang dihina, harusnya dia membalas perkataan Aksa. Namun Megan tak punya cukup nyali menyerang balik, dia khawatir Aksa akan lebih menjatuhkan mentalnya.

Melihat Megan hanya diam saja, Aksa meyakini bahwa Megan tak merasa keberatan dirinya menyinggung soal fisiknya yang agak kurus dan tak berotot itu. Aksa tidak bermaksud membuat anak orang insecure, tapi dia selalu berkata sesuai apa yang ia lihat. Dan itulah yang Aksa lihat, kenyataannya memang dirinya jauh lebih sempurna soal fisik ketimbang Megan.

Gerbang besi hitam rumah Yasmin terbuka. Sosok gadis berseragam sekolah dibalut sweeter pink itu keluar dari dalam rumah. Belum sadar ada dua cowok yang menanti dirinya, dia sibuk membenarkan dasi yang belum rapi lalu berjalan tanpa melihat ke depan dan pada akhirnya kening Yasmin membentur dada Aksa karena cowok itu berdiri di depannya.

"Aduhh!!" Yasmin memegang dahinya. Dia mendongak, manik matanya bertemu dengan ke dua iris mata milik Aksa.

"Untung lo nabrak gue, kalau nabrak tembok ntar kepala lo bisa benjol." Aksa mengelus-elus kening Yasmin sembari meniupinya.

Perlakuan Aksa pada Yasmin membuat Megan dibakar api cemburu. Dia menarik pergelangan tangan Yasmin mencoba menjauhkannya dari Aksa, namun usahanya itu gagal saat Aksa kembali merengkuh pinggang Yasmin.
"Dia bakal berangkat sama gue!" tegas Aksa menyembunyikan Yasmin dibalik punggungnya.

"Gue yang duluan ke sini!" Megan menyingkirkan tubuh Aksa, namun kekuatannya itu tidak ada apa-apanya justru malah dirinya sendiri yang terhuyung ke belakang sebab dorongan dari Aksa.

Melihat ke dua cowok itu ribut karenanya, Yasmin memisahkan mereka dan melentangkan tangannya sambil menatap Megan. "Kalian kenapa sih ribut-ribut?! kakak kenapa lagi ada disini?! aku kan pernah bilang kalau mau jemput kasih tau dulu! aku gak suka dijemput, apalagi nanti di sekolah jadi bahan omongan senior gara-gara aku dianterin sama kak Megan," kata Yasmin pada Megan.

Kemudian Yasmin berbalik badan mendongak menatap Aksa. "Kakak lagi! Aku itu---"

Belum sempat menuntaskan perkataannya, Aksa memelotot membungkukan punggungnya dan mendekatkan wajahnya ke wajah Yasmin. "Apa, hah?! lo mau marahin gue?"

BAHURAKSATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang