Serbuk berwarna abu metalic terlihat mengambang di permukaan segelas teh. Tatapan matanya kosong, sakit hati begitu dalam atas pengkhianatan yang dilakukan suaminya menggelapkan hatinya. Yuli mengaduk teh itu, bibirnya tertawa memperlihatkan gigi putih dan lenyap dalam hitungan detik, berubah menjadi kemarahan melewati batas. Dia memutar badannya melihat Patrio sudah pulang dari kantor.
Yuli melirik jam dinding menunjukan pukul setengah 4 sore. Dia menyodorkan gelas itu pada Patrio.
"Apa ini? aku gak lagi mau minum." Patrio menolak mendorong kembali gelasnya.
Yuli mencengkram kuat tangan suaminya. "Minum! Aku udah bikin ini!" nada suara Yuli tak sepelan dan selembut biasanya. Patrio mengerutkan dahi, mata istrinya menyalak marah tapi bibirnya tersenyum manis padanya.
Patrio mereguk tiga kali teh itu, lalu meletakannya di meja. "Udah kan? sekarang aku mau istirahat."
Saat kaki Patrio menaiki anak tangga, Yuli tertawa keras. Patrio menengok Yuli seraya membelakak kaget. Istrinya seperti kerasukan hantu. Dia kebingungan liat seluruh penjuru sudut ruangan tak ada satu pun orang lain selain dirinya. "Kamu ketawain aku?"
"Malaikat akan datang jam 7 malam, Mas." Ekspresi Yuli tumpul, dia melemparkan bokongnya ke sofa, selonjoran dan ngomong sendiri entah dengan siapa.
"Dasar gila!" umpat Patrio melanjutkan langkahnya. Tadi teh yang dibuatkan Yuli tidak ada yang aneh, setelah meminumnya istrinya mendadadak tertawa dan sekarang bertingkah seperti orang gila. "Dia kenapa? apa gangguan jiwanya kumat?" Patrio mengangkat kedua bahunya masuk ke dalam kamar.
▪▪▪▪▪▪▪▪▪
Gedung Balai Sentra di sore hari pkl 15.30 ramai seperti pasar malam. Perayaan ulang tahun Aksa dan Yasmin di gelar sore selesai pulang sekolah. Kalau biasanya party anak konglomerat di penuhi tamu undangan super VVIP, berbeda dengan Aksa. Dia tidak suka perayaan ulang tahunnya dijadikan pertemuan bisnis ayahnya. Maka dari itu, hanya teman-temannya saja yang diundang dan tak ada satupun wartawan atau teman orang tuanya si para pengusaha.
Lahan parkir balai sentra luas dua kali lipat dari parkiran sekolahnya. Lautan motor serba hitam berjejer rapi memenuhi parkiran, tak ada satu pun celah. Melihatnya dengan mata kepala sendiri seperti kita berada di pabrik motor, berbagai macam merk dan jenis motor ada di sini sekarang.
Gerombolan cowok merah muda mengantre masuk ke dalam gedung. Tunggu, cowok merah muda? Yasmin lah si pelaku utamanya. Dia menambahkan code dressnya di undangan, setiap para tamu harus datang pakai baju warna pink. Dan hasilnya seluruh jajaran anggota Solidarity 61, dari Colombo,Nostra, Sandiego, Carioz, Essezy, Capone, Phoenix, Factory, Sagas, Bloderix, Cannos dan Panthera-x, Panthera kompak pakai kemeja pink dan celana hitam.
"Salah ngetik kali tuhhh di undangan. harusnya kan warna item." Nazir ketua Panthera-X merasa jiji pakai baju pink, dia kegerahan.
"Bagus dong, itu artinya si Aksa sudah keluar dari kegelapan. Biasanya kan dia suka pake tema dark mulu tiap tahun." Reinhard menimpali.
"Yoii, masih mending pink daripada item. Lah lu bayangin aja, tahun kemarin kita semua disuruh pake baju item-item, ini mau acara ulang tahun apa mau ngelayat orang mati, anjirrr," setuju Bang Pipit.
"Sampe kuenya juga warna item, parah gak tuh si Aksa?" tambah Yedam.
"Nah, pasti sekarang kuenya juga pink," cetus Hama.
"Kalau gua sih gak sabar mau liat si pak ketu pake baju warna pink---" Maung ternganga liat Aksa berdiri sendiri memeperhatikan penampilannya dari atas sampai bawah.
"Anjayyy!!! Itu siapa miskahh?!" tunjuk Maung.
Mereka anak solidarity 61 gabungan dari berbagai geng melihat serempak pada Aksa. Seperti dugaan Maung, Aksa memakai outfit serba pink, sampai sepatunya juga warna pink.
KAMU SEDANG MEMBACA
BAHURAKSA
Teen FictionAlam punya banyak cara mengistimewakan makhluknya. Tanpa terluka dia, kamu ataupun mereka tak akan pernah menemukan arti... semesta hidup karena masalah! Apa sebenarnya yang manusia butuhkan? Masalah yang harus menggunung setinggi krakatau atau masa...