27. His Parents

373 106 323
                                    

Penyerangan tak terduga dari Reagle masih menciptakan masalah bagi mereka. Semua murid yang tergabung dalam keanggotaan Panthera di giring guru ke lapangan outdoor. Mereka baris tak beraturan, berbisik ramai mengumpati Kepala Sekolah. Jajaran staf pengajar dan yayasan serius memperkarakan masalah itu, padahal Panthera juga sudah ditegaskan merupakan korban dari penyerangan.

"Kita harus gimana coy? Pak Ketua lagi di penjara, gak ada yang bisa nolongin kita dari si kepsek Gunawan. Lu tau sendiri tuh orang kepala batu, udah dijelasin kita gak tau apa-apa malah ngancam kita mau di D.O." Eka mengacak rambut, wajahnya terlihat gamang mengingat ibunya pasti akan kecewa jika ia dikeluarkan dari sekolah.

"Si Gunawan kagak bakal berani D.O murid kelas 12. Si Aksa pasti ngamuk ketauan temen-temennya dikeluarin. Tenang aja, kita aduin nanti sama abang-abang kita," ucap Billy santai melipat kedua tangan di depan dada, tapi matanya kalang kabut mengawasi Pak Gunawan yang sudah tiba di lapangan.

Murid lainnya berdiri di balkon kelas dan ada yang turun langsung memadati pinggir lapangan. Pastinya semua penasaran terhadap hukuman apa yang kali ini akan dijatuhkan Pak Gunawan pada anak Panthera setelah mencoreng kembali nama sekolah.

Seorang berpostur tinggi muncul dibalik kerumunan. Sudut bibirnya tertarik ke atas tersenyum miring menikmati tontonan dihadapannya. Dia mengamati wajah ciut seluruh anak Panthera. Mereka berdiri tanpa ketuanya dan anggota inti juga hari ini tidak datang ke sekolah. Selama ini hanya kekuatan Aksa-lah yang bisa menyelamatkan mereka dari tangan Pak Kepala Sekolah. Berulang kali diancam drop out, namun rencana itu bagai gertakan kecil yang bisa diselesaikan dengan negosiasi apik para ketua tertinggi. Menurut gosip beredar di antara para anggota Panthera,Aksa memungkinkan menjadi pengurus geng di Colombo.

Pak Gunawan naik ke mimbar. Wajahnya tak memancarkan keramahan. Dia mendekatkan mulutnya ke mikrofon, terdengar suara hembusan napas panjang dan geleng-geleng kepala menatap seluruh anak didiknya.
"Mau jadi apa kalian ini, yaa! Saya sudah bosan mendengar aduan, anak-anak andromeda terlibat tawuran, anak andromeda masuk penjara, si a pembunuh dia anak panthera sekolah di andromeda, blah blah blah blah."

Pak Gunawaan menepuk-nepuk jidatnya. "Pusiiingg sayaaa inii! sudah saya biarkan kalian sekolah disini, tapi malah mencoreng nama baik sekolah. Nama baik saya sebagai kepala sekolah dan guru-guru dipertaruhkan disangka gak bisa didik kalian! Kelakuan dan perbuatan kalian itu menggiring stigma buruk di kalangan masyarakat. Kalian tau gak? orang-orang di luar selalu bilang, jangan masuk andromeda nanti ketularan nakal. Sampe tetangga saya larang anaknya buat sekolah di sini, malu sayaaa ampuunn dah!" Kepsek mengusap wajahnya kasar, emosi bercampur kesal yang ditahan. Dia ingin meledak, tapi terhalang jabatan. Marah-marah tak akan membuatnya terlihat berwibawa.

"Pak?! Tiap tahun Andromeda tidak kekurangan murid. Bapak jangan ngadi-ngadi deh! Kenapa sih bapak harus malu, hah? toh gaji bapak, guru-guru bahkan pengurus yayasan berasal dari uang spp kami! Kami kan udah bilang kalau kami gak salah, apa bapak budeg?! kami juga korban dan kami gak nyerang duluan!" Revan anak kelas 12 maju ke depan.

"Tapi kalian buat kami terkena masalah! Bapak bolak-balik kantor polisi!" berang Pak Wisnu, guru killer pelajaran matematika kelas 12. Dia merangkap sebagai wakil kepala sekolah.

Adam menaikan dagunya maju selangkah berdiri di samping Revan. Dia memasukan kedua tangannya ke dalam saku celana menatap tajam Pak Wisnu. "Bapak Wisnu yang terhormat!" Adam mendekati Pak Wisnu. "Mungkin tidak kalau saya bilang, anda dalang dari manipulasi data kejuaraan lomba tingkat nasional!" Adam berbisik di telinga Pak Wisnu mencengkram kuat bahunya.

Mendengar perkataan Adam, bahu Pak Wisnu menegak dan sikapnya berubah tegas. "Jaga ucapan kamu, Adam!"

Adam mengulas senyum sinis. Dia beranjak kembali ke hadapan bapak kepala sekolah. "Oke, jadi apa hukumannya?" tanya Adam mendongak menatap berani netra Pak Gunawan.

BAHURAKSATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang