Semua berjalan baik dan sempurna sebelumnya. Yuli pikir dia hidup bahagia bersama keluarga barunya, tapi hari ini setelah mengetahui kenyataan pahit tentang putrinya--dia hancur, sangat hancur. Yuli terbangun dari tidurnya, melirik jam dinding menunjukan pukul setengah 6 sore. Dia ketiduran sedari siang, memikirkan Nayla terlalu keras sampai membuat kepalanya berat dan pusing. Sayup-sayup dalam keheningan terdengar suara lenguhan seseorang. Yuli berjalan keluar dari kamarnya, menengok ke sudut kamar Nayla.
"Akhhhhh sssakittttt...." teriakan amat keras dari dalam kamar yang hilang dalam sekejap. Perlahan namun pasti, Yuli melangkah mendekati kamar Nay.
Pintu kamar itu terbuka sedikit, menampilkan pemandangan yang menyayat hatinya. Patrio berada di atas tubuh putrinya dengan gagah, sementara Nayla tersiksa karena perlakuan brutal suaminya itu. Air mata membasahi pipi Yuli, dia menyentuh dadanya yang seperti ditusuk ribuan benda tajam. Hanya bisa menangis dalam diam, hal yang sama yang bisa ia lakukan saat kemarin sore. Saat Bonar menjual Nayla pada pria hidung belang. Yuli mengepalkan tangannya memukul-mukul kepalanya sendiri. Niat ingin memberitahu kelakuan putranya pada Patrio, justru kini suaminya malah sama saja seperti Bonar.
Apa yang sebenarnya terjadi? sejak kapan?Mata sembab Nay mengerjap melihat bayangan ibunya di depan pintu. Mama kenapa pergi? mama kenapa gak nolongin Nay?
Yuli berlari masuk ke dalam kamar. Dia menjambak rambutnya menangis tanpa suara. Melihat suaminya menyetubuhi Nay di atas ranjang tadi, Yuli tak pernah berpikir akan mengalami rentetan hari buruk dihidupnya. Terakhir kali, melihat suaminya tewas dalam kecelakaan dan aset harta yang ia miliki ikut disita lantaran hutang mendiang suaminya membengkak di bank. Jatuh miskin, hidup sengsara dan setelah menemukan kembali pria yang bisa melindunginya, memberi nafkah lahir dan batin serta menerima segala kekurangannya---justru orang itu sekaligus menghancurkan masa depan Nayla.
Yuli menatap cincin kawin di jari manisnya. Ekspresi wajah sedihnya berubah menjadi menakutkan. Bibirnya menyungging senyuman miring. "Mama gak mau jatuh miskin, mama gak mau ngorbanin pernikahan mama buat kamu." Yuli tertawa sendiri, menciumi cincin kawinnya.
"Mama gak akan marahin suami mama, mama gak akan minta cerai karena mama takut miskin." Yuli terbahak menunjuk foto Nayla di atas nakas. "Awas yah, jangan buat mama kehilangan suami lagi."
▪▪▪▪▪▪▪▪
Gadis itu berpenampilan santai, piyama gambar anak ayam berwarna kuning melekat di tubuhnya. Yasmin menuruni anak tangga sambil membaca buku duduk di ruang tv. Dia menyenderkan kepalanya ke sofa, mencium aroma lezat dan suara gemericik minyak goreng dari arah dapur terdengar. Yasmin menurunkan bukunya, lihat Joana sedang sibuk memasak lengkap dengan apron merahnya. "Bunda masak apa?" tanya Yasmin.
"Ayam goreng tepung krispi, sayang. Bunda mau buat ayam geprek, kita makan malemnya sama ayam aja yah sayang," jawab Joana menengok Yasmin.
"Tumben banget bunda pulang dari kantor cepet, bunda gak ada lembur?" heran Yasmin menutup buku novelnya.
"Nggak sayang, bunda mengurangi jam kerja bunda. Pokoknya, bunda mau ada waktu di rumah ngurus kamu." Joana merasa terselamatkan dari lubang penyesalan. Dia sadar tanggung jawabnya. Selain mencari uang untuk Yasmin, dirinya juga harus mendampingi Yasmin dalam proses tumbuh dan berkembang. Waktu tak bisa diulang, Joana merasa khawatir melihat Yasmin sudah SMA, akan menginjak usia 17 tahun dan sementara dirinya telah melewatkan banyak waktu yang berharga dengan putri semata wayangnya. Joana berusaha untuk menjadi ibu dan ayah yang baik dengan mengurangi kesibukannya. Dia yakin, Yasmin sangat mengharapkan waktu senggang Joana meskipun dia tak pernah memintanya.
Suara bel rumah berbunyi. Ketukan pintu dari depan menghalangi Yasmin melangkah ke dapur untuk mencicipi masakan Joana. "Bun, kayaknya itu Om Remon."
"Gak mungkin sayang, bunda sama om Remon---" Joana menghentikan ucapannya. Joana tersenyum menguatkan hatinya. Yasmin menyelidik, dia merasa bundanya sedang tidak baik-baik saja.
"Bun, Yasmin bukain pintu dulu ya."
Joana mengangguk, meneguhkan diri agar tidak jadi sosok ibu yang egois. Yasmin harta satu satunya yang paling berharga. Tak ada seorang pun dapat mengambil Yasmin darinya. Masih terngiang soal ancaman mantan suaminya akan membawa Yasmin pergi jika ia menikah.
Melihatnya tersentak dengan mulut menganga, Yedam langsung menyerahkan sekeresek hitam makanan untuk Yasmin. Mimik terkejut belum bisa hilang dari raut wajah Yasmin, dia mengerjap lihat keberadaan Yedam di depan rumahnya. Terakhir kali bertemu saat mengantarnya ke sekolah, setelah itu Yedam tidak pernah terlihat.
"Kakak beliin kamu martabak, dimakan ya." Yedam mengacak rambut Yasmin. Dia tersenyum dengan mata berbinar bisa berjumpa lagi dengan gadis yang mirip mendiang adiknya. "Gimana kabar kamu, dek?"
"Baik kok kak, kakak kemana aja?" Yasmin mengajak Yedam duduk di kursi teras, tapi cowok itu malah duduk di lantai tangga depan rumah.
"Kakak di Bandung beberapa hari ini, biasalah anak motor. Ada urusan." Yedam membuka jaket kulit berwarna merah maroon yang ia pakai.
Tak ada pembicaraan lagi setelah itu, Yasmin juga bingung harus memulai obrolan darimana. "Eumhh...kak, mau aku buatin minuman? atau mau makan malem gak? Bunda lagi masak loh," tawar Yasmin agak canggung.
Yedam menggeleng, memposisikan tubuhnya menghadap Yasmin. Dia neraih tangan Yasmin, terasa kalau tangan gadis itu agak dingin--mungkin karena grogi. "Kakak sayang sama kamu, Yas."
Wajah Yasmin memerah. Bukan kali pertama ada cowok yang mengutarakan perasaan padanya dan berakhir penolakan dari Yasmin.
Yedam mengangkat tangannya menyapu pipi Yasmin menggunakan jempol. Mata Yasmin membulat sempurna ketika merasakan bibir Yedam meluncur cepat mencium pipi kanannya. "Kakak sayang sama kamu."
Yasmin memaksakan tersenyum melepaskan tangan Yedam dari pipinya. Dia memunggungi Yedam sambil menyentuh pipi yang tadi dicium. "Kakak aku minta maaf."
Yedam mengembuskan napas kasar menarik tangan Yasmin dan memeluknya erat. "Kakak sayang Yasmin."
"Tapi aku gak bisa jadi pacar kakak."
Dia mencerna hal tersebut dalam diam. Yedam tak melepaskan pelukannya walau Yasmin berkata demikian. Pelukan hangat yang selalu Yedam rindukan kini telah kembali, meski tidak sama namun sedikit mengobati kerinduannya.
▪▪▪▪▪▪
"Supriseeeeeeee!!!" Suara melengking milik Jihan membuat Yasmin terperanjat saat dia baru turun dari lantai atas masih mengenakan piyama.
Joana membangunkannya terlalu pagi dan ternyata ada teman-temannya di rumah. Yasmin menutup mulutnya menguap besar. Dia meregangkan otot tangannya melempar diri ke sofa sambil mengucek mata yang masih lengket. "Kalian ngapain pagi-pagi ke sini? bukannya ini hari sabtu ya, kan libur sekolah," kata Yasmin bersuara purau khas orang bangun tidur.
"Ihhh, kita ke sini mau jemput lo tau!" Kiara duduk di samping Yasmin.
"Jemput? mau kemana?" Yasmin mengamati tampilan outfit mereka berempat. Bercelana jeans abu panjang, berkaos biru muda polos dan sandal swallow biru dongker. "Kok pada kompak sih? kalian mau konser apa gimana?"
Dira menepuk jidatnya. Dia mengeluarkan sesuatu dari dalam tottebag-nya. "Nih, ini kaos buat lo pake ya. Cepet gih mandi, kita tungguin. Pokoknya lo harus tampil yang cantik."
"Mau kemana?" tanya Yasmin menerima kaos itu kebingungan.
"Kita mau ke pantai Ratu, Yasmiiin," ucap mereka serentak.
"Hah? mau ngapain ke pantai? lagian itu jauh loh satu jam kalau gak macet." Kerutan di dahi Yasmin semakin kentara, dia menengok Joana berdiri di dekat tangga melayangkan senyuman padanya.
"Tadinya bunda mau ajak kamu pergi sayang, tapi gakpapa kalau kamu mau keluar sama temen-temen kamu." Joana kelihatan kecewa. Yasmin merasa kelimpungan antara harus memilih pergi bersama Bunda yang jarang sekali ia dapatkan di akhir pekan atau pergi untuk pertama kalinya bersama teman-temannya.
"Yas, ikut kita ya. Ini pertaruhan hidup dan mati kita karena ---" mulut Jihan langsung dibekap oleh Ratu.
"Lo mau digantung sama kak Aksa?!" bisik Ratu membuat Jihan merinding ketakutan.
KAMU SEDANG MEMBACA
BAHURAKSA
Teen FictionAlam punya banyak cara mengistimewakan makhluknya. Tanpa terluka dia, kamu ataupun mereka tak akan pernah menemukan arti... semesta hidup karena masalah! Apa sebenarnya yang manusia butuhkan? Masalah yang harus menggunung setinggi krakatau atau masa...