26. Aneka sudut pandang

385 100 339
                                    

Follow ig @santiendah15

••••••

Menjadi seorang broker senior di PT. IntExe Group, dapat keuntungan ratusan juta per bulan dari penjualan properti membuat Patrio mudah sekali mencicipi wanita mana pun yang ia mau. Otak selengkangan semacam dirinya hanya tentang hasrat, kepuasan dan bersenang-senang. Tak ada cinta, ketulusan hanyalah omong kosong dan segala tipu daya manisnya mampu membutakan Yuli.

Dinding putih mengelilingi ruangan kerjanya menyaksikan wanita silih berganti meloloskan suara desah mereka dalam kungkungan kenikmatan tiada tara.  Harga diri tak ada artinya bila uang lebih menggoda daripada mempertahankan kehormatan. Seorang wanita turun dari atas pangkuan Patrio, dia menurunkan roknya dan merapikan kembali blouse yang terbuka.

"Sayang, bener yah kamu janji mau belikan aku tas." Stefani, asisten Patrio yang sangat lihai menggoda dan mata duitan. Tiap ada keinginan, dia datang melemparkan dirinya ke Patrio dengan imbalan uang. Baginya, Patrio adalah mesin atm yang bisa ia manfaatkan.

"Ya akan aku belikan." Patrio mengkode tangannya untuk Stefani keluar dari ruangannya.

Setelah kepergian Stefani, tak lama seorang pemuda membuka pintu agak kasar dan membanting kayu jati itu penuh emosi. Bonar menghempaskan tubuhnya di kursi depan Patrio. Sang ayah menatap wajah putranya babak belur dan banyak luka lebam. "Berantem lagi kamu?"

Bonar menyentuh rahangnya sedikit meringis. "Lagi sial gue! dia nyuruh gue nyerang anak Panthera dan dia gak mau bebasin anak buah gua dari penjara. Shit!"

Hampir semua anggota yang ia bawa kemarin tertangkap polisi dan sisanya berhasil melarikan diri, termasuk dirinya. Dia terpaksa menginap di gedung bekas pabrik beton. Bonar takut dicari polisi dan ketua Reagle mungkin akan menghabisinya.

"Yang penting kamu gak di penjara, Nar. Papa gak ada duit buat nolongin temen-temen kamu, udah papa pake buat bayar si Stefani."

Mata Bonar melihat noda lipstik di kerah kemeja ayahnya. Aroma parfum perempuan juga bisa ia endus di dalam ruangan. Dia berdecih, tertawa sinis menaikan kakinya ke paha sambil menyenderkan punggungnya ke kursi putar. "Pa, lo mau lakuin apa kalau si Yuli udah tau kelakuan kita? Seharusnya lo bersiap karena pasti dia akan laporin lo ke polisi."

Ia memejamkan mata, senyum miring menghiasi bibir Patrio. Bonar bingung mengamati ayahnya. "Aku punya rencana."

Bonar mengerutkan dahi mengeluarkan sebatang rokok dari dalam saku jaket.

"Aku tau Yuli punya riwayat sakit jiwa, dia gila dan aku pastikan dia gak akan ngomong sama siapa pun."

Asap rokok mengepul di udara. Bonar berdecih. "Gue gak mau kehilangan duit gue. Nayla harus cari uang buat gue."

"Papa juga masih butuh gadis itu. Dia bisa memuaskan nafsu papa secara gratis." Patrio bangkit berdiri dari kursi kerjanya menepuk pundak Bonar sambil membungkuk. "Putri tiri papa itu masih sangat sempit dan enak."

Dua pria bejat saling tertawa. Mereka menikmati perbincangan menjijikan. Sungguh tidak bermoral, mereka tak punya adab dan biadab. Semesta belum menurunkan angkara murkanya, tapi pasti langit akan menimpa kepala mereka untuk penebusan dosa.

▪▪▪▪▪▪▪▪

Dia berdiri teguh di depan sang ayah. Aksa bukan anak pembangkang, tapi dia hidup dengan prinsip. Dunianya akan runtuh bila prinsip itu dilanggar, seperti sekarang dia terdiam menunggu Felix berbicara lebih dulu. Felix cukup lama menatapnya, dia duduk di kursi khusus yang disediakan inspektur polisi. Kedatangannya tentu di istimewakan, ayahnya berduit dan semua akan tunduk pada orang yang memiliki kekuasaan seperti Felix. Di sisi kanan dan kiri ayahnya berdiri dua bodyguard berseragam hitam-hitam.

BAHURAKSATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang