Joan dari dapur menghentikan aktivitasnya memotong sayuran. Dari siang dia menemani Nay dan sekarang sedang menyiapkan makan malam. Mendengar isakan tangis samar-samar di ruang tengah, Joan melepas apronnya pergi ke depan.
Adegan romantis yang baru saja ia lihat di teras sangat menghancurkan pertahanan dirinya. Rasa sakit bersarang dalam dada, berdenyut nyeri, terasa sesak dan hanya bisa menangis tanpa berani menghentikan mereka.
"Sayang, kamu kenapa?" Joan mengelus kepala Yasmin berjongkok di bawah. Dia memegang kedua tangan dingin putrinya. "Nay mana sayang? kamu kenapa, hmm?" Joan mengusap air mata Yasmin.
Tangisan Yasmin makin kencang, dia memeluk ibunya. Bahunya terguncang hebat, tak mengerti mengapa rasanya begitu sakit. "Bundaaa..." Ucapan Yasmin tercekat isakannya, dia menarik ingusnya panjang menatap Joan dengan mata sembab dan memerah. "Kak Aksa...." Yasmin menunjuk ke arah pintu, dia memgambil bantal sofa dan membenamkan seluruh wajahnya menangis sekencang mungkin agar tidak terdengar.
Untuk pertama kalinya dia melihat Yasmin menangis bukan karena uang jajannya kurang, mainannya hilang, ataupun karena terjatuh. Joan melukis senyum tipis mengusap kepala Yasmin. Dia perlahan mendekati pintu. Dengan penuh kehati-hatian, Joan meraih knop pintu dan mendorongnya.
"Seandainya dulu lo kasih tau gue, pasti gue sekarang masih sama lo Nay." Nada suara Aksa kalem, datar dan tidak dapat di tebak mau dia apa.
"Lo mau balik lagi sama gue, Sa?"
Ekspresi wajah Aksa sulit dijabarkannya dengan tepat. Reaksi Aksa datar tetap menatapnya. Aksa mengaitkan jemarinya di tangan Nayla.
"Nggak," tolak Aksa mengembuskan napas kasar menggeleng lemah. Dia menepuk dua kali pundak Nay. "Setelah putus dari lo, obat patah hati gue itu Yasmin, sahabat lo."
Meresapi perkataan Aksa tadi, Nay yakin tak salah dengar. Kedua lensa mata Aksa tidak ada kebohongan sama sekali, dia jujur soal perasaannya. Nay sedikit menurunkan pandangannya, masih belum yakin Aksa 100% sudah move on darinya.
"Lo beneran suka Yasmin, Sa?"Alis Aksa terangkat satu. Dia tertawa menyeringai, rupanya Nay menyangka dirinya masih mencintainya. Perhatian Aksa, sentuhan dan pelukan dia untuk Nay sebatas rasa kasihan. Aksa memang menyesal memutuskan Nay di saat di sedang terpuruk, tapi Aksa tidak pernah sekalipun berpikir menyesal telah mengakhirinya.
Aksa manusia yang sulit di tebak. Mendefinisikannya adalah kerumitan. Seperti sekarang, menyangka dia akan kembali pada Nay? Aksa punya prinsip dalam dirinya, dia memperlakukan orang lain sama seperti mereka bersikap kepadanya. Jika kamu tidak ingin disakiti orang lain, maka jangan menyakiti siapapun.
"Yasmin itu jantung gue, nyawa gue tergantung dia. Lo ngerti kan? kalau jantung gue pergi, gue bakal mati," balas Aksa atas pertanyaan Nay tadi.
Aksa merendahkan punggungnya, wajahnya di dekatkan pada Nay dan sorot matanya berubah tegas dan tajam.
"Jangan meragukan rasa suka gua ke Yasmin. Saat gua mengucapkan i love you ke dia, detik itu juga gua siap mempertaruhkan segalanya, termasuk nyawa gua."
Srettt!!! Tanpa di duga, Aksa mengeluarkan pisau lipat kecil dari dalam saku jaketnya.
"Kak Aksaa?!!" Yasmin menutup mulutnya saat keluar dari dalam rumah melihat Aksa memotong pergelangan tangannya.
"Aksaa?!!!" Muka Joan di landa kepanikan.
Nay tak bergeming, dia liat Yasmin dan Aksa secara bergantian.
"Gue mau bayar dengan nadi gue," kata Aksa mengangkat tangannya yang terluka, darah bercucuran menetes ke ubin lantai.
"Kakak apa-apaan sih?!!" Yasmin histeris, tangisnya buncah, dia menyobek kain bajunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
BAHURAKSA
Teen FictionAlam punya banyak cara mengistimewakan makhluknya. Tanpa terluka dia, kamu ataupun mereka tak akan pernah menemukan arti... semesta hidup karena masalah! Apa sebenarnya yang manusia butuhkan? Masalah yang harus menggunung setinggi krakatau atau masa...