37. Terbahak

312 78 8
                                    

Entah darimana rasa itu merayap ke dalam hati Selatan. Rasa yang tumbuh dalam dadanya, tak tersampaikan, cinta yang bisu dan cinta yang sepi. Sebuah perasaan tidak harus selamanya terbalaskan, ada saatnya kamu harus bahagia melihat seseorang dalam hatimu bukan bersamamu. "Jarang banget gua suka sama orang, sekalinya sukaa...eh, malah salah orang." Selatan mematikan riwayat siaran live hari jadinya Aksa dan Yasmin 30 menit yang lalu. Semua anggota Solidarity 61 membanjiri akun sosial media Aksa dan Yasmin, kecuali dirinya belum mampu untuk turut berbahagia di hari bahagia sahabatnya, Aksa.

"Cowok itu harus mental pejuang, De. Gak masalah kalau cewek yang lo suka sama orang lain untuk sekarang ini. Belum tentu selamanya." Selina habis keluar dari toilet. Dia bersender di pintu sedaritadi memperhatikan wajah galau adiknya.

"Inget ya, harapan itu masih ada selagi lo bisa liat matahari besok pagi. Paham?!" lanjut Selina.

Selatan menarik napas dalam menggapai ponselnya yang tadi ia simpan di nakas. Dia membuka kembali sosial media, menekan akun Aksa dan mengirimnya sebuah komentar ucapan selamat. Walau berat hati, tapi Selatan senang. Luka di hati Aksa yang ditorehkan Nay perlahan terhapuskan karena kehadiran Yasmin.

▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪

Tanpa memberitahu dulu, Patrio kesal mondar-mandir kaya setrikaan di depan pintu. Dia mendengus sebal sambil menyentuh perutnya yang keroncongan. Tidak masalah dua wanita itu pergi dari rumah seharian, asalkan makanan di meja harus ada. Jam dinding menunjukan pukul 9 malam, Patrio merebahkan diri di sofa menahan cacing yang demonstrasi meminta asupan makanan secepat mungkin.

Beberapa menit terlelap, dia tergegau mendengar gesekan gerbang depan rumah. Wajah Patrio sumringah, tapi masih kesal. Dia membukakan pintu melihat Nayla dan Yuli baru saja pulang.
"Habis darimana kalian? udah kaya gak punya kepala keluarga, seenaknya pergi tanpa pamitan," protes Patrio melihat tangan Yuli dan Nay tak membawa apa-apa. Dia sudah berharap mereka membawa makanan.

Nay merangkul Yuli, mereka berdua masuk ke dalam rumah tanpa mengindahkan ocehan Patrio.

"Heyy, sayang!! Aku dari habis pulang kerja, belum makan apa-apa." Patrio menutup pintu agak kasar.

Nay memejamkan mata geram dengar rengekan Patrio seperti anak kecil meminta makan. Dari sore, Yuli sudah melakukan banyak terapi dengan dua dokter Psikolog dan Psikiater. Nay tidak mau Patrio menghancurkan usahanya menyembuhkan Yuli. "Bisa kan masak sendiri?! Mama capek!"

"Nay!" bentak Yuli. "Kamu jangan gitu sama suami mama."

Yuli memeluk Patrio. Dia melepaskan ciuman di pipi bajingan itu. Nay membuang muka, dia merasa jiji ibunya bermesraan dengan Patrio.

"Paa, maafin mama, ya. Mama bikinin kamu makanan dulu, tunggu 15 menit, ya." Yuli menyimpan tasnya di sofa. Dia menyingsingkan lengan blousenya sampai batas siku. Muka lelah Yuli membuat Nay khawatir. Dia ingin menghentikan ibunya, tapi rasa cinta yang tulus Yuli pada bajingan Patrio lebih besar daripada kesehatannya sendiri.

Ditinggal Yuli ke dapur, Patrio menipiskan langkah mendekati Nay. Tangan nakal Patrio meremas pantat Nay. "Sayang, apa kamu cemburu liat papa kamu ini dicium sama mama?"

Nay menghentikan tangan Patrio yang kembali akan menyentuh tubuhnya. "Kalau aku teriak, mama pasti denger dan dia --"

"Dia apa, hm?" Patrio mencengkram rahang Nay. Dia mendorong tubuh Nay ke dinding. "Kalian itu cuma numpang hidup sama saya, jadi wajar saya melakukan apa pun sesuka hati saya." Tatapan Patrio berubah liar dan mesum. "Saya bebas menikmati tubuh cantik kamu, sayang." Patrio meraih gagang pintu dibelakang punggung Nayla. Dia menyeret Nay masuk ke dalam kamar tamu. Pemberontakan sulit dilakukan Nay, dia takut Yuli mendengar dan memilih pasrah Patrio menyentuh tubuhnya untuk kesekian kalinya.

BAHURAKSATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang